Logo
>

Ekonomi Digital 2024 Gaspol, Jalan Tol Buat Sektor Perbankan dan Teknologi

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Ekonomi Digital 2024 Gaspol, Jalan Tol Buat Sektor Perbankan dan Teknologi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - EKONOMI digital Indonesia lagi gaspol! Menurut laporan e-Conomy SEA 2024 dari Google, Temasek, dan Bain & Company, tahun 2024 nilai transaksi ekonomi digital (GMV) Indonesia diprediksi tembus USD90 miliar. Naik 13 persen dibanding tahun ini, angka itu bikin Indonesia makin pede jadi raja ekonomi digital di Asia Tenggara. Capaian ini pun diprediksi akan terus tumbuh di tahun depan.

    Dalam konteks ekonomi digital, GMV sering dipakai untuk menunjukkan seberapa besar skala transaksi di sektor seperti e-commerce, transportasi online, atau video commerce. Semakin besar GMV, artinya sektor itu lagi ngegas!

    Seperti biasa, e-commerce masih jadi jagoan utama. Tahun ini, nilai transaksinya diprediksi tembus USD65 miliar. Tapi ada bintang baru yang mulai unjuk gigi, yakni video commerce. Format belanja live streaming ini udah nyumbang 20 persen dari total transaksi e-commerce. Jangan lupa, sektor lain kayak perjalanan daring, transportasi online, sampai media digital juga ikut panen angka.

    [caption id="attachment_100799" align="alignnone" width="1131"] Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai GMV USD90 miliar pada 2024, naik 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya. E-commerce tetap jadi kontributor utama dengan nilai USD65 miliar, sementara sektor perjalanan online tumbuh pesat hingga 24 persen. Sumber: Analisis Bain, Google, Temasek.[/caption]

    Tapi, pertumbuhan ekonomi digital ini bukan sekadar tentang angka-angka keren. Ada PR besar yang gak bisa diabaikan. Infrastruktur digital yang mewakili sektor teknologi harus lebih kuat buat ngelayanin miliaran transaksi dan konten yang enggak ada habisnya. Nama besar kayak PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) jelas megang peran vital di sini. Dari data center hyperscale sampai koneksi internet di pelosok, semuanya jadi game changer.

    Sementara itu, sektor perbankan digital kayak BCA Digital dan Bank Jago juga ikutan happy. Transaksi makin banyak, apalagi Indonesia udah jadi pasar pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara. Tapi jangan lupa, semakin besar transaksi, makin gede juga ancaman keamanan sibernya.

    Jadi, meski tahun depan bakal jadi tahun yang menjanjikan buat ekonomi digital, tetap ada banyak tantangan yang mesti dijawab. Pemain besar kayak TLKM, e-commerce, dan perbankan digital harus siap tancap gas di jalan tol digital yang makin ramai ini. Kira-kira, mereka udah siap belum?

    Infrastruktur Digital Jadi Ratu 

    [caption id="attachment_100800" align="alignnone" width="680"] Ilustrasi infrastruktur digital. Foto: KabarBursa.com.[/caption]

     

    Ekonomi digital Indonesia ibarat panggung besar yang kini semakin ramai pemain. Di tengah pertumbuhan e-commerce yang diproyeksikan mencapai USD65 miliar pada 2024 (naik 11 persen dari tahun sebelumnya), video commerce jadi primadona dengan kontribusi 20 persen dari total GMV e-commerce. Kalau dulu belanja online cuma urusan cari barang, sekarang belanja bisa sambil nonton live streaming ala variety show.

    Nah, bertambahnya fitur e-commerce ini tentu butuh data center yang lebih mumpuni. Infrastruktur digital yang berfungsi menjaga lalu lintas data ini layaknya ratu yang menjadi tulang punggung ekonomi digital guna memastikan semua sistem berjalan tanpa hambatan, mulai dari transaksi pembayaran hingga pengiriman data secara real-time.

    Di sinilah peran Telkom (TLKM) lewat NeutraDC jadi sorotan. Menurut Andri Herawan Sasoko, VP Corporate Communication Telkom, NeutraDC sudah proaktif membangun data center hyperscale untuk mengakomodasi kebutuhan masif ini. Hyperscale ini bukan cuma skalabilitas (scalable) biasa. Ini berarti kapasitas raksasa, performa tinggi, dan fleksibilitas maksimal.

    Simpelnya begini, hyperscale ini ibarat gudang raksasa buat nyimpen data. Kalau tiba-tiba ada e-commerce gede dengan layanan streaming yang butuh tempat tambahan buat nyimpen data transaksi atau video, hyperscale data center tinggal tambahin “rak” aja tanpa ribet bangun ulang.

    Yang lebih keren, NeutraDC juga mengusung energi terbarukan—biar enggak cuma digital, tapi juga hijau. “Dengan langkah ini, NeutraDC bertujuan menjadi data center yang tidak hanya memenuhi kebutuhan digital saat ini, tetapi juga berperan sebagai enabler bagi teknologi berbasis Al, mendukung berbagai aplikasi canggih dan solusi bisnis di Indonesia,” kata Andri kepada KabarBursa.com, Senin, 18 November 2024.

    Selain e-commerce, TLKM juga ambil bagian dalam pemerataan akses digital di seluruh negeri. Dengan jaringan fiber optic yang sudah menjangkau 458 kota/kabupaten, TLKM enggak cuma fokus di Jakarta. Mereka juga masuk ke pelosok, termasuk wilayah 3T, lewat kerjasama dengan BAKTI dan proyek Palapa Ring. Ini langkah strategis, apalagi tren raksasa teknologi juga mulai merambah kota kecil buat menekan biaya operasional sekaligus menciptakan pertumbuhan ekonomi daerah. Jadi, bukan cuma soal digitalisasi, tapi juga inklusivitas.

    Lalu, jangan lupa sektor gaming dan media digital. Menurut laporan e-Conomy Sea 2024, konten video makin mendominasi dengan media digital diproyeksikan tumbuh 12 persen menjadi USD8 miliar tahun ini. TLKM enggak mau ketinggalan. Mereka hadir lewat Nuon Digital dan program Indigo Game.

    Indigo Game ini program untuk ngasih akses buat para talenta lokal ke fasilitas keren, mentor yang siap ngebimbing, plus peluang kolaborasi biar game lokal bisa jadi saingan berat di pasar global. Sementara untuk Nuon Digital Indonesia, TLKM udah punya strategi yang matang banget buat nguasain sektor hiburan digital, yang katanya bakal jadi salah satu motor penggerak ekonomi digital Indonesia.

    “Nuon berfokus membangun ekosistem kolaboratif dalam ekosistem gim yang melibatkan pengembang gim, pelaku industri, hingga pemerintah, dengan tujuan mendorong pertumbuhan industri gim lokal,” kata Andri.

    Ngomongin soal gim kini enggak bisa dipisahkan dari Artificial Intelligence (AI). Nah, masih menurut laporan e-Conomy Sea 2024, Kalimantan Timur, Jakarta, dan Kepulauan Riau ternyata jadi tiga wilayah terdepan yang lagi semangat-semangatnya mengulik soal AI. Gak tanggung-tanggung, tingkat minat dan permintaan AI di daerah-daerah ini jauh melampaui wilayah lain di Indonesia. Tapi, tenang aja, AI di sini bukan cuma soal teknologi yang berat-berat. Industri pemasaran justru jadi pendorong utama minat masyarakat terhadap AI, diikuti oleh sektor gaming di posisi kedua, dan pendidikan yang duduk di posisi ketiga.

    [caption id="attachment_100801" align="alignnone" width="1119"] Kalimantan Timur, Jakarta, dan Kepulauan Riau menjadi wilayah dengan minat tertinggi terhadap AI, didorong oleh industri pemasaran, gaming, dan pendidikan. Sebanyak 9 persen pengguna aplikasi AI memanfaatkannya untuk pembuatan konten dan efek foto. Sumber: Google, Temasek, Bain & Company.[/caption]

    Ngomongin aplikasi AI, rupanya 9 persen dari pengguna lebih tertarik buat eksplorasi fitur pembuatan konten dan efek foto. Sementara itu, 7 persen memilih aplikasi yang mendukung pengeditan video. Sisanya? Ya, hampir 69 persen terjun ke kategori lain yang makin menunjukkan bahwa AI di Indonesia ini udah jadi solusi multiguna yang menjangkau berbagai kebutuhan, dari hiburan sampai produktivitas.

    Nah, dengan tren AI yang makin hype ini, sektor gaming jelas punya panggung besar untuk eksplorasi teknologi baru. Apalagi, TLKM lewat Nuon Digital udah pasang strategi buat mendukung para pengembang gim lokal biar gak cuma berjaya di kandang sendiri, tapi juga bisa bersaing di pasar global.

    AI dan gaming sekarang ini enggak cuma sekadar tren, tapi peluang emas buat bikin ekosistem digital yang lebih inovatif. Peluang besar menanti TLKM dan penyedia infrastruktur digital lain untuk jadi game changer. Kalau infrastrukturnya siap, semua sektor digital ini bisa makin melesat.

    Pendapatan TLKM dari Layanan Data

    Kalau tadi kita bahas bagaimana TLKM membangun pondasi kuat untuk sektor e-commerce, gaming, hingga AI, sekarang saatnya kita lihat bagaimana semua ini berbuah manis di laporan keuangannya. Dari pendapatan layanan data hingga tren ARPU yang terus bergerak, berikut ulasan angka-angkanya.

    Di kuartal pertama 2024, TLKM membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp37,4 triliun, naik 3,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kontributor utamanya dari Data, Internet, dan IT Services, yang nilainya naik 11,3 persen YoY jadi Rp22,1 triliun. Layanan data memang jadi primadona, meskipun ARPU mobile (pendapatan rata-rata per pengguna) ada di angka Rp45.300, sedikit turun dibanding kuartal sebelumnya.

    Masuk kuartal kedua, Telkom makin panas. Pendapatan naik 2,5 persen dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp75,3 triliun. Yang bikin senyum lebar, kontribusi layanan data makin dominan, menyumbang 60,42 persen atau Rp45,5 triliun dari total pendapatan. Di sini, ARPU TLKM sedikit naik jadi Rp46 ribu.

    Nah, di kuartal ketiga, TLKM benar-benar all out. Pendapatan dari segmen Data, Internet, dan IT Services melonjak 7,2 persen YoY jadi Rp67,9 triliun. Tapi, ARPU Telkomsel justru turun ke Rp43 ribu dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu yang sempat mencapai Rp49 ribu.

    [caption id="attachment_100885" align="alignnone" width="1436"] Pendapatan TLKM dari layanan data, internet, dan IT services terus mengalami peningkatan sepanjang 2024, dengan lonjakan signifikan pada kuartal ketiga yang mencapai Rp67,9 triliun. Sumber: Laporan Keuangan TLKM diolah KabarBursa.com.[/caption]

    Peluang Gede Sektor Perbankan

    Sektor perbankan digital ikut ketiban durian runtuh dari meningkatnya ekonomi digital. Menurut Head of Research PT Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, pertumbuhan transaksi digital yang makin masif bikin perbankan digital dapat panggung gede. Terutama layanan pembayaran digital, yang sekarang udah jadi kebutuhan primer buat e-commerce, UMKM, bahkan konsumen sehari-hari.

    “Ini merupakan peluang besar bagi sektor perbankan untuk mengembangkan produk dan layanan pembayaran digital,” katanya kepada KabarBursa.com.

    Perbankan yang expert di dunia pembayaran digital kita kenal antara lain Bank Jago (ARTO) dan BCA Blu. Sementara kalau melirik platform pembayaran digital yang populer di masyarakat adalah Gopay. Memang masih ada DANA dan OVO, namun kedua platform ini enggak punya kaitan langsung dengan emiten-emiten di bursa efek.

    Kinerja Fundamental

    1. ARTO

    Pertama kita ulas dulu kinerja keuangan Bank Jago sepanjang 2024. Bank dengan kode emiten ARTO ini lagi-lagi menunjukkan kalau mereka serius main di kelas berat. Hingga akhir kuartal III-2024, nasabah mereka kini tembus 14,1 juta jiwa. Dari jumlah itu, 11,1 juta nasabah adalah pengguna funding lewat aplikasi Jago. Yang lebih menarik, 67 persen nasabah funding ini datang dari ekosistem mitra, kayak GOTO dan Bibit, yang nyambung dengan aplikasi Jago.

    Pendekatan kolaboratif ini benar-benar bikin ARTO punya jurus beda. Menurut Direktur Utama Bank Jago, Arief Harris Tandjung, kombinasi inovasi digital dan strategi bisnis berkelanjutan adalah kunci mereka. Hasilnya? Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mereka mencapai Rp16,9 triliun per September 2024, naik 64 persen dari tahun lalu. Dari angka itu, Rp9,6 triliun atau sekitar 57 persen adalah current account and savings account (CASA). Sisanya, Rp7,3 triliun (43 persen), adalah deposito berjangka alias term deposit.

    Tapi, enggak cuma soal nabung. ARTO juga jago di bagian kredit. Mereka berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp17,3 triliun, tumbuh 59 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yang cuma Rp10,9 triliun. Lalu rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) mereka cuma 0,2 persen. Itu angka yang kayak setetes air di samudra.

    Pertumbuhan kredit yang sehat ini bikin aset ARTO makin montok. Sampai September 2024, total aset mereka udah mencapai Rp26,8 triliun, naik 40 persen dari tahun lalu yang cuma Rp19,1 triliun. Dengan rasio kecukupan modal (CAR) di angka 45,6 persen, Bank Jago punya modal kuat buat ekspansi bisnis tanpa takut ngos-ngosan.

    Dan kalau ngomongin laba, di sini ARTO juga enggak main-main. Laba bersih setelah pajak mereka mencapai Rp86 miliar per September 2024. Itu naik 71 persen dari Rp50 miliar yang mereka dapat tahun lalu. Sampai di sini, ARTO bisa tumbuh dan untung tanpa harus bakar duit kayak kebiasaan startup pada umumnya.

    2. BCA Digital (Blu)

    Tak kalah dengan ARTO, BCA Blu juga sukses mencatat laba bersih yang naik 532 persen pada kuartal III 2024, dari Rp11,4 miliar tahun lalu jadi Rp72,13 miliar. Menurut Lanny Budiati, Direktur Utama BCA Digital, kunci pertumbuhan perusahaannya ada di efisiensi operasional. BOPO alias Rasio Biaya Operasi Pendapatan Operasi mereka membaik, dari 98,3 persen di 2023 jadi 91,7 persen tahun ini. Artinya, bank ini makin efisien dalam mengelola duit masuk dan keluar.

    Enggak cuma itu, keuntungan dari bunga pinjaman atau Net Interest Margin (NIM) mereka juga naik jadi 6,48 persen, lebih tinggi dibanding 4,88 persen di tahun lalu. Dengan kata lain, BCA Digital makin jago bikin margin keuntungan dari kredit yang mereka salurkan.

    Ngomong-ngomong soal kredit, BCA Digital juga nggak main-main. Total kredit mereka naik dari Rp4,64 triliun jadi Rp5,51 triliun. Ini artinya, di era digital yang serba cepat, mereka nggak cuma fokus cari untung, tapi juga berani mendukung nasabah lewat penyaluran dana.

    3. Gopay-Tokopedia

    Kalau ngomongin ekonomi digital GOTO, ini jelas bukan cuma soal GoPay aja. Ada Tokopedia, si raksasa e-commerce, yang sama pentingnya dalam ekosistem mereka. Dua entitas ini jadi kombinasi maut: Tokopedia nyediain lapak buat belanja online, sementara GoPay ngurusin transaksi. Dua-duanya digabung dalam laporan keuangan GOTO di bawah kategori Financial Technology (Fintech) yang mencakup pembayaran digital, pinjaman konsumen, dan transaksi lainnya.

    Tahun 2024 ini, fintech GOTO terus ngegas dari kuartal ke kuartal, baik dari sisi uang yang mengalir di platform digital atau Gross Transaction Value (GTV) maupun pendapatan bruto.

    Awal 2024, fintech GOTO udah kasih sinyal serius. GTV inti Fintech mereka tembus Rp48,4 triliun, naik 40 persen dibanding tahun lalu. Total GTV keseluruhan ada di angka Rp111 triliun, naik 21 persen. Pendapatan bruto dari fintech nyentuh Rp666 miliar, loncat 57 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Apa yang bikin angka ini menarik? Pertama, GoPay makin sering dipake, entah buat bayar ojek, belanja di Tokopedia, atau pinjaman konsumen. Kedua, Tokopedia juga ngasih kontribusi lewat e-commerce service fee, yang nyumbang Rp110 miliar cuma dari Februari sampai Maret 2024. Dan jangan lupa, aplikasi GoPay udah diunduh 20 juta kali.

    Masuk kuartal kedua, fintech GOTO makin ngegas. GTV inti melonjak jadi Rp56,2 triliun, naik 16 persen dibandingkan kuartal pertama dan 65 persen dibandingkan tahun lalu. Total GTV keseluruhan juga naik ke Rp115,3 triliun, tumbuh 27 persen dibandingkan tahun lalu.

    Pendapatan bruto fintech juga ikut meroket jadi Rp788 miliar, naik 18 persen dari kuartal pertama dan 97 persen dibandingkan tahun lalu. Apa yang bikin lonjakan ini? Pinjaman konsumen jadi salah satu faktor utama, nilainya bahkan melonjak 3,5 kali lipat dibanding tahun lalu. Selain itu, aplikasi GoPay makin populer dengan unduhan yang tembus 30 juta kali.

    [caption id="attachment_100807" align="alignnone" width="1969"] GTV inti fintech GoTo mencatat pertumbuhan signifikan di setiap kuartal sepanjang 2024, didukung peningkatan volume pembayaran digital dan lonjakan pinjaman konsumen. Kuartal 3 mencatatkan GTV tertinggi sebesar Rp64,6 triliun (+15 persen QoQ). Sumber: Laporan keuangan GOTO diolah KabarBursa.com.[/caption]

    Kuartal ketiga 2024 jadi puncak performa fintech GOTO. GTV inti Fintech naik ke Rp64,6 triliun, tumbuh 15 persen dibanding kuartal kedua dan 82 persen dibandingkan tahun lalu. Total GTV keseluruhan juga tembus Rp130,6 triliun, naik 38 persen dibandingkan tahun lalu.

    Pendapatan bruto segmen tembus Rp1 triliun, naik 27 persen dibandingkan kuartal sebelumnya dan 128 persen dibandingkan tahun lalu. Lonjakan ini didorong oleh makin pesatnya pinjaman konsumen dan meningkatnya volume pembayaran lewat GoPay. Jumlah pengguna aktif bulanan (MTU) di segmen fintech juga naik jadi 18,8 juta orang atau tumbuh 35 persen dibandingkan tahun lalu.

    Dari Rp666 miliar di kuartal pertama, ke Rp788 miliar di kuartal kedua, hingga tembus Rp1 triliun di kuartal ketiga, fintech GOTO udah kayak kereta cepat, makin lama makin kenceng. Pertumbuhan GTV inti Fintech juga stabil banget, naik 16 persen dari kuartal pertama ke kuartal kedua dan naik lagi 15 ke kuartal ketiga.

    Terlepas dari itu, ngomongin transaksi digital bukan cuma soal belanja aman di e-commerce, tapi juga gimana bank digital bisa menangkal ancaman siber yang makin canggih. Sukarno bilang, tanpa langkah preventif seperti audit berkala dan sistem enkripsi kuat, risiko kebobolan data bisa bikin pelanggan kapok.

    “Untuk mengantisipasi risiko keamanan siber, emiten penyedia layanan e-commerce salah satunya perlu melakukan audit keamanan secara berkala, menggunakan enkripsi yang kuat, dan menerapkan sistem deteksi intrusi,” katanya.(*)

     

    Andi Hidayat, Reporter KabarBursa.com berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).