Logo
>

Ekonomi RI April Diklaim Naik, Publik justru Masih Pesimis

Indeks ekonomi meningkat pada April 2025, namun ekonom menilai publik tetap melihat kondisi secara negatif akibat tantangan konsumsi dan kredit.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Ekonomi RI April Diklaim Naik, Publik justru Masih Pesimis
Para pekerja konstruksi proyek MRT Jakarta Fase 2 di ruas Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, 22 April 2025. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM - Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) untuk April 2025 tercatat berada di level 113,7, menandakan kondisi ekonomi masih dalam zona optimis. Sebagian besar responden menyatakan kondisi ekonomi mereka membaik dibanding enam bulan sebelumnya, ketimbang yang merasa memburuk.

Merujuk siaran pers dari Bank Indonesia (BI), angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan posisi IKE pada bulan Maret 2025 yang berada di level 110,6. Kenaikan ini ditopang oleh peningkatan seluruh komponen pembentuk IKE, yaitu Indeks Penghasilan Saat Ini (IPSI), Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (IPDG), dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK), yang masing-masing tercatat sebesar 125,4, 113,9, dan 101,6. Ketiganya menunjukkan perbaikan dibanding bulan sebelumnya.

Dari sisi komponen, keyakinan masyarakat terhadap pendapatan saat ini menunjukkan tren naik. Hal ini terlihat dari seluruh kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan, terutama pada kelompok pendapatan Rp 4,1–5 juta (130,9) dan Rp 3,1–4 juta (124,0). Sementara itu, bila ditinjau dari kelompok usia, peningkatan terjadi di hampir semua kategori usia kecuali pada kelompok usia di atas 60 tahun, yang mencatatkan angka 111,9.

Untuk ketersediaan lapangan kerja, persepsi masyarakat juga mengarah positif. Peningkatan keyakinan ini terutama berasal dari responden dengan latar belakang pendidikan Pascasarjana (133,1) dan Akademi/Diploma (119,1).

Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, menyoroti bahwa meskipun IKE April mencatatkan kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya, namun angkanya masih di bawah capaian April 2023 dan April 2024.

"Bisa dikatakan bahwa penilaian atau persepsi masyarakat atas kondisi ekonomi saat ini sebenarnya tidak membaik," kata Awalil dalam keterangan resminya pada Senin, 12 Mei 2025.

IKE dihitung berdasarkan tanggapan responden terhadap tiga aspek, yakni pendapatan saat ini, ketersediaan lapangan kerja, dan konsumsi barang tahan lama, yang dibandingkan dengan kondisi enam bulan lalu.

Indeks Penghasilan dan Pembelian Barang Tahan Lama memang menunjukkan peningkatan, bahkan sedikit melampaui rata-rata tiga tahun terakhir. 

Namun, pertumbuhan tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh ketersediaan lapangan kerja. Nilai IKLK hanya naik tipis dari 100,3 pada Maret 2025 menjadi 101,6 pada April.

"Kenaikan tipis itu hanya menjadikannya sebagai terendah kedua sejak Mei 2022," ungkapnya.

Kondisi ini mencerminkan bahwa masyarakat masih merasakan tantangan dalam mencari pekerjaan. Semakin sedikit responden yang merasa lapangan kerja tersedia.

"Diindikasikan oleh indeks yang turun selama empat bulan terakhir," terang dia.

Proyeksi Ekonomi Indonesia di Kuartal II 2025

Potret ekonomi Indonesia di kuartal kedua tahun 2025 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan kuartal pertama. Kinerja kredit tetap melemah seiring lesunya konsumsi rumah tangga, tekanan global, dan ketidakpastian domestik. 

Peneliti Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF, Abdul Manap Pulungan, menyebut situasi ekonomi Indonesia pada kaurtal I-2025 yang melemah imbas tekanan double hit dari dua arah sekaligus—global dan domestik dikhawatirkan berdampak hingga kuartal II-2025.

“Karena memang tidak ada momentum yang mendorong peningkatan permintaan kredit. Terutama karena ekonomi kita masih melemah,” kata Manap saat dihubungi KabarBursa.com, 9 Mei 2025.

Manap menjelaskan konsumsi rumah tangga yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional pun belum mampu diandalkan untuk mendorong permintaan kredit.

“Kalau cerminan dari kuartal pertama kan ekonomi Indonesia 4,89 persen. Ini menggambarkan rumah tangga ini tidak bisa dimaksimalkan peranannya dalam menutupi pertumbuhan kredit ke depan,” terangnya.

Dengan konsumsi rumah tangga yang stagnan, harapan untuk pertumbuhan kredit bergeser ke sektor swasta. Namun kondisi sektor korporasi pun tidak lebih baik, terutama industri manufaktur yang sedang mengalami kontraksi.

“Berarti peluangnya adalah dari swasta terutama ya. Tapi kalau dari swasta itu kan kita akan berhadapan pada pelemahan, terutama industri manufaktur yang termasuk dari Purchasing Managers' Index (PMI) yang bisa menurun lagi kontraksi di bawah 50,” ujar Manap.

Untuk diketahui, berdasarkan laporan S&P Global, indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur nasional pada April 2025 terjun bebas ke angka 46,7—angka terendah sejak masa pandemi Covid-19.  Angka ini berada di bawah ambang batas ekspansi 50,0 dan lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 52,4 pada Maret.

Menurutnya, pelemahan di sektor industri juga membuka risiko gagal bayar oleh perusahaan yang sudah telanjur mengambil kredit dalam situasi daya beli menurun.

“Mereka tuh udah terlanjur ngutang (untuk meningkatkan produksi), tapi daya beli menurun, itu akan menyebabkan kredit macet itu akan terjadi,” katanya.

Suku Bunga Tinggi Hambat Permintaan Kredit

Salah satu faktor lainnya menurut Manap yang menahan pertumbuhan kredit adalah suku bunga acuan yang masih tinggi. Dia menilai Bank Indonesia belum cukup agresif dalam memberikan stimulus melalui pelonggaran moneter.

“Kalau tidak ada stimulus dari moneter dalam bentuk penurunan suku bunga maka ini akan terus terjadi pelemahan dari permintaan kredit,” jelasnya.

Ia juga menyoroti kebijakan penyerapan likuiditas oleh BI melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yang menyebabkan dana perbankan lebih tertarik masuk ke surat berharga ketimbang disalurkan ke kredit produktif.

“Jadi dengan SRBI ini perbankan lebih memilih untuk menempatkan dana ke SRBI maupun SBN karena dia ada penyebaran ke kredit. Inilah yang menyebabkan penyebaran kredit itu akan susah tumbuh di atas level 10-15 persen dan sebagai syarat untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” ungkap Manap. (*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.