Logo
>

Ekonomi Terpuruk, DPR Soroti Penurunan Daya Beli

Ditulis oleh Dian Finka
Ekonomi Terpuruk, DPR Soroti Penurunan Daya Beli

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Anggota DPR RI Jalal Abdul Nasir, memberikan perhatian khusus terhadap semakin melemahnya daya beli masyarakat serta tantangan yang dihadapi para pengusaha dalam menjaga kelangsungan bisnis di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil.

    Menurut Jalal, situasi ini membutuhkan perhatian lebih serius dari pemerintah, termasuk langkah-langkah konkret yang lebih menyeluruh untuk memberikan dukungan bagi masyarakat dan pelaku usaha.

    “Di Jawa Barat, banyak masyarakat yang merasakan langsung dampak dari kenaikan biaya hidup yang semakin tinggi, sementara lapangan pekerjaan tetap terbatas,” kata Jalal di Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2024.

    Ia juga menambahkan, kenaikan harga bahan pokok membuat kemampuan daya beli masyarakat semakin tergerus. Selain itu, Jalal menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam mendukung pengusaha kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi salah satu sektor kunci dalam perekonomian Indonesia.

     “UMKM perlu diberikan dukungan penuh agar bisa bertahan di tengah persaingan dan tantangan ekonomi global yang kian berat,” jelasnya.

    Jalal menegaskan, akses permodalan yang lebih mudah serta penguatan program bantuan sosial sangat penting untuk mendongkrak keberlanjutan UMKM dan membantu masyarakat yang paling terdampak.

    “Kebijakan yang mempermudah akses ke modal, insentif pajak, dan bantuan langsung kepada masyarakat harus segera direalisasikan,” katanya.

    Jalal berharap pemerintah pusat dan daerah dapat bersinergi untuk merumuskan solusi jangka panjang yang efektif, demi memulihkan daya beli masyarakat serta memastikan para pengusaha tetap bisa tumbuh dan berkembang.

    “Kolaborasi yang solid diperlukan untuk menghadapi tantangan ini, dengan kebijakan yang terintegrasi agar ekonomi kita bisa pulih secara berkelanjutan,” pungkasnya.

    Daya Beli Masyarakat Menurun

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa deflasi yang telah terjadi selama dua bulan berturut-turut yaitu pada Mei dan Juni 2024 menandakan melemahnya daya beli masyarakat atau domestik.

    Pada Mei 2024, deflasi terjadi sebesar 0,03 persen. Sedangkan Juni 2024 mencapai 0,08 persen.

    Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan deflasi selama dua bulan terakhir ini mengindikasikan lemahnya daya beli domestik atau masyarakat.

    “Ini menandakan bahwa ada indikasi terjadinya penurunan daya beli domestik,” kata Nafan.

    Nafan menuturkan kondisi ini bisa berdampak pada emiten ritel. Sebab, kata dia, emiten di sektor ini mengandalkan penjualan pada produknya.

    “Kalau misalkan terjadi pelemahan daya beli artinya ini akan berimplikasi terhadap penurunan tingkat penjualan dari emiten tersebut,” tuturnya.

    Karenanya, Nafan menyarankan kepada emiten ritel untuk melakukan efisiensi bisnis. Hal ini bertujuan untuk menekan cost atau biaya.

    “Agar sustainable ke depannya karena ini akan berimplikasi kepada kinerja bottom line dari emiten ritel,” ungkap Nafan.

    Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengatakan bahwa selama lima bulan berturut-turut deflasi bisa terjadi karena dua hal, pertama penurunan harga yang terjadi karena pasokan dan distribusi bahan pokok yang baik. Kedua, deflasi juga bisa terjadi karena adanya daya beli yang berkurang.

    Dia menekankan harus dicari tahu di antara dua hal tersebut mana yang jadi penyebab deflasi untuk melihat apakah peristiwa ini menjadi alarm bahaya atau justru keuntungan buat masyarakat.

    “Coba dicek betul deflasi itu karena penurunan harga-harga barang, karena pasokannya baik, karena distribusinya baik, karena transportasi enggak ada hambatan atau karena memang ada daya beli yang berkurang,” kata Jokowi.

    Namun dia menekankan, pengendalian harga, baik deflasi maupun inflasi harus bisa dikendalikan dengan baik. Hal ini dilakukan agar semua pihak tetap mendapatkan keuntungan. Di sisi produsen dan distributor tetap bisa mendapatkan untung usaha, di sisi konsumen bisa mendapatkan suatu barang dengan harga terjangkau.

    “Apapun yang namanya deflasi maupun inflasi itu memang dua-duanya harus dikendalikan, sehingga harga stabil tidak merugikan produsen, petani, nelayan, UMKM, dan pabrikan. Tapi harganya terjangkau oleh konsumen, tidak naik,” ujar Jokowi.

    Kata Jokowi, secara tahunan Indonesia masih mengalami inflasi 1,8 persen, artinya harga di pasar tetap terjaga dengan seimbang. Menurutnya, pengendalian keseimbangan harga memang menjadi pekerjaan rumah pemerintah saat ini, dan hal itu tidak mudah untuk dilakukan.

    “Menjaga keseimbangan itu yang tidak mudah dan kita akan berusaha terus,” ucapnya.

    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Anis Byarwati, menyebut perekonomian Indonesia tengah berada dalam situasi yang tidak biasa.

    Menurutnya, deflasi yang terjadi secara beruntun menunjukkan adanya tekanan serius pada perekonomian nasional. “Situasi ini tidak lazim, sekaligus menandakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia mengalami tekanan yang tidak biasa,” kata Anis dalam keterangannya yang dikutip Jumat, 11 Oktober 2024.

    Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga menggambarkan, deflasi berturut-turut pertama kali terjadi pada Mei 2024 lalu, sebesar 0,03 persen (mtm), Juni menyentuh 0,08 persen dan tak lebih baik pada Juli dengan 0,18 persen.

    “Deflasi kemudian mulai membaik pada Agustus yakni kembali ke level 0,03 persen. Deflasi kembali memburuk pada bulan September 2024 terlihat lebih dalam 0,12 persen, merupakan deflasi kelima pada tahun 2024 secara bulanan,” ungkapnya.

    Menurut Anis, jika diamati lebih dalam, di lima bulan terakhir deflasi terjadi diikuti dengan perlambatan indikator-indikator makro ekonomi yang terjadi. Adapun deflasi yang terjadi juga menandakan turunnya daya beli masyarakat.

    “Penurunan daya beli ini terjadi karena adanya fenomena penurunan jumlah middle class income, selain itu penutupan pabrik di sektor industri manufaktur membuat gelombang PHK. Sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang kemudian menahan konsumsinya,” katanya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.