KABARBURSA.COM - Minat investor terhadap Surat Utang Negara (SUN) melonjak drastis, didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan dari Federal Reserve AS. Namun, para ekonom mengingatkan agar pemerintah tetap menjaga kestabilan ekonomi dan politik sebagai fondasi utama.
Pada lelang SUN awal pekan ini, nilai penawaran yang masuk mencetak rekor baru sepanjang tahun, mencapai Rp104,07 triliun. Ini menjadi pertama kalinya sejak 2023, nilai permintaan SUN menembus angka ratusan triliun.
Hosianna Evalita Situmorang, ekonom Bank Danamon, menjelaskan bahwa investor global melihat instrumen keuangan Indonesia menawarkan imbal hasil yang sangat menarik.
Diperkirakan, The Fed akan memangkas suku bunga acuannya hingga ke kisaran 4 persen-4,25 persen menjelang akhir tahun ini, sementara Bank Indonesia (BI) diprediksi menurunkan suku bunga acuannya hingga ke level 5,5 persen.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid juga menjadi katalis positif bagi stabilitas nilai tukar rupiah. Ini yang menjaga optimisme investor asing untuk tetap menanamkan modal di instrumen keuangan domestik," ungkap Hosianna, dikutip Kamis 22 Agustus 2024.
Ia menegaskan bahwa tingkat suku bunga acuan baik dari The Fed maupun BI akan menjadi batas terendah hingga akhir tahun ini. Kondisi ini membuat imbal hasil pasar keuangan Indonesia jauh lebih menarik dibandingkan dengan pasar keuangan AS.
"Para pelaku pasar sudah memperhitungkan penurunan suku bunga The Fed pada September nanti," tambahnya.
Namun demikian, Hosianna menekankan pentingnya stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia sebagai syarat utama untuk menjaga kepercayaan investor.
"Pemerintah perlu tetap fokus mendukung stabilitas ekonomi dan politik di masa depan," pungkasnya.
Lelang Surat Utang Negara pada Senin20 Agustus 2024 benar-benar memecahkan rekor. Penawaran yang masuk mencapai Rp104,07 triliun, melampaui nilai indikatif yang ditargetkan. Permintaan yang sangat besar ini bahkan belum pernah terjadi sejak 2023.
Salah satu seri yang paling diincar adalah FR0104, yang jatuh tempo pada tahun 2030. Untuk seri ini saja, investor mengajukan permintaan hingga Rp50,58 triliun dengan yield yang diminta berkisar antara 6,54 persen-6,70 persen.
Tidak hanya itu, seri FR0103 yang jatuh tempo pada tahun 2035 juga diserbu oleh pemodal, dengan total permintaan mencapai Rp30,61 triliun. Imbal hasil yang diminta untuk seri ini berada di rentang 6,63 persen-6,78 persen.
Tingginya minat investor membuat pemerintah akhirnya menaikkan nilai penjualan SUN lebih besar dari target indikatif, yaitu sebesar Rp27 triliun dari target awal Rp22 triliun.
Penurunan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), tampaknya semakin dekat. Setelah mayoritas pejabatnya memberikan sinyal kuat pada rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang berlangsung pada 30-31 Juli 2024, kemungkinan besar langkah ini akan diambil pada pertemuan bulan September mendatang.
Sinyal Positif The Fed
Dalam risalah pertemuan yang dipublikasikan pada Kamis 22 Agustus 2024, terungkap bahwa beberapa pejabat The Fed telah siap untuk menurunkan suku bunga pada bulan Juli lalu.
Namun, FOMC akhirnya memilih untuk mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25 persen-5,50 persen. Meskipun demikian, peluang untuk melonggarkan kebijakan moneter semakin terbuka, dengan prediksi bahwa pertemuan pada 17-18 September 2024 akan menjadi momentum awal pelonggaran.
Pasar keuangan memproyeksikan penurunan suku bunga hingga satu persen menjelang akhir tahun. Risalah menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat The Fed menilai jika data ekonomi terus sesuai dengan ekspektasi, pelonggaran mungkin merupakan langkah yang tepat. Pejabat The Fed juga mengakui bahwa suku bunga yang terlalu tinggi dapat memperlambat aktivitas ekonomi, terutama dengan inflasi yang mulai mereda.
Beberapa pejabat bahkan menyatakan bahwa penurunan sebesar 25 basis poin pada pertemuan Juli akan masuk akal, terutama di tengah kenaikan pengangguran. Jamie Cox, Managing Partner di Harris Financial Group, mengatakan bahwa risalah ini telah menghilangkan keraguan tentang penurunan suku bunga pada September. Menurutnya, The Fed menjaga komunikasi agar tidak mengejutkan pasar, sementara tetap mematuhi dinamika yang ada.
Jerome Powell dan para pejabat The Fed diharapkan memberikan petunjuk lebih lanjut pada konferensi tahunan di Jackson Hole, Wyoming, yang diselenggarakan oleh The Fed Kansas City. Laporan ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja AS untuk bulan Agustus, yang akan dirilis awal September, juga akan menjadi penentu utama arah kebijakan moneter ke depan.
Semua pihak kini menanti bagaimana The Fed akan merespons data terbaru dalam pertemuan September nanti, dengan harapan bahwa keputusan tersebut akan membawa angin segar bagi ekonomi Amerika yang sedang berjuang menyeimbangkan pertumbuhan dengan stabilitas. (*)