KABARBURSA.COM - Ekspor nonmigas menjadi penyumbang terbesar surplus neraca perdagangan Indonesia per Agustus 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia berhasil membukukan surplus perdagangan sebesar USD2,9 miliar. Meski angka surplus ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, sebesar USD3,12 miliar, capaian ini tetap memberikan sinyal positif bagi perekonomian Indonesia.
Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa komoditas bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72) adalah pendorong terkuat surplus ini.
Ekspor nonmigas pada Agustus 2024 tercatat mencapai USD22,36 miliar, meningkat 7,43 persen dibandingkan Juli 2024. Peningkatan ini terutama didorong oleh ekspor produk lemak dan minyak nabati, biji logam, serta terak dan abu. Sementara itu, total ekspor Indonesia pada Agustus mencapai USD23,56 miliar, naik 5,79 persen dari bulan sebelumnya.
Berbeda dengan sektor nonmigas yang menunjukkan kinerja positif, sektor migas justru mengalami penurunan. Kondisi ini dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa komoditas energi di pasar global. Meski demikian, harga logam mulia seperti emas mencatatkan kenaikan signifikan, turut memberikan dorongan bagi ekspor sektor ini.
Tantangan dari Pasar Global
Capaian positif ini terjadi di tengah tantangan yang dihadapi di pasar global, seperti Jepang dan Amerika Serikat yang mengalami kontraksi dalam indeks manufaktur mereka. Selain itu, harga komoditas energi, pertanian, dan logam mineral juga mengalami penurunan. Meski demikian, permintaan yang kuat dari mitra dagang utama Indonesia seperti Uni Eropa, ASEAN, Korea Selatan, dan China, menjadi penopang utama bagi ekspor Indonesia.
Menurut Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro, surplus perdagangan ini lebih besar dari surplus bulan sebelumnya yang hanya sebesar USD0,47 miliar.
"Penurunan impor yang lebih besar dibandingkan ekspor menjadi faktor utama yang mendorong kenaikan surplus ini," kata Andry, seperti dikutip Selasa, 17 September 2024.
Lebih lanjut, Andry memperkirakan ekspor tahunan (year-on-year/YoY) masih tumbuh 0,55 persen, meskipun secara bulanan (month-to-month/MtM) ekspor mengalami sedikit kontraksi sebesar 0,4 persen. Sementara itu, penurunan ekspor paling signifikan terjadi dalam perdagangan Indonesia dengan India, meski permintaan dari negara-negara mitra dagang lain seperti Uni Eropa dan ASEAN masih kuat.
Surplus di Atas Prediksi Konsensus
Realisasi surplus perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 melampaui ekspektasi konsensus ekonom yang memperkirakan surplus di angka tengah USD1,9 miliar, dengan prediksi tertinggi mencapai USD3,6 miliar dari JP Morgan Chase Bank. Sementara itu, perkiraan terendah masih menunjukkan surplus positif di angka USD222 juta dari KB Valbury Sekuritas.
Josua Pardede, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI), juga mengungkapkan bahwa peningkatan surplus perdagangan ini dipengaruhi oleh kenaikan ekspor dan melemahnya impor pada bulan Agustus. Ia memprediksi bahwa surplus Agustus 2024 akan mencapai USD2,29 miliar, meningkat dari surplus pada Juli.
Dengan surplus yang terus berlanjut, meskipun terdapat tantangan di pasar global, Indonesia menunjukkan ketahanan ekonominya di tengah dinamika perdagangan internasional. Meskipun surplus Agustus 2024 lebih rendah dari tahun sebelumnya, kinerja ekspor nonmigas yang kuat memberikan harapan bahwa Indonesia akan terus memperkuat posisinya dalam perdagangan global.
Ke depan, diversifikasi ekspor serta upaya mengembangkan industri nonmigas menjadi kunci penting dalam menjaga stabilitas neraca perdagangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah tantangan eksternal.
Dengan surplus neraca perdagangan yang konsisten, banyak emiten di Indonesia terutama yang bergerak di sektor pertambangan, perkebunan, manufaktur, dan logistik diperkirakan akan mendapatkan keuntungan dari meningkatnya ekspor. Emiten-emiten tersebut diuntungkan oleh permintaan global yang terus berlanjut, meski harus diakui bahwa beberapa pasar utama Indonesia mengalami penurunan permintaan.
Apa saja?
Di sektor pertambangan, peningkatan ekspor komoditas seperti batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), logam, dan mineral berkontribusi signifikan terhadap surplus perdagangan. Emiten yang bergerak di sektor pertambangan, khususnya yang berorientasi ekspor, akan mendapat manfaat. Emiten yang terkait di antaranya:
- PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO): Salah satu eksportir batu bara terbesar yang diuntungkan oleh permintaan batu bara dari luar negeri.
- PT Bayan Resources Tbk (BYAN): Perusahaan pertambangan batu bara dengan ekspor signifikan ke pasar luar negeri.
- PT Vale Indonesia Tbk (INCO): Produsen nikel yang sebagian besar produknya diekspor.
- PT Aneka Tambang Tbk (ANTM): Terlibat dalam ekspor komoditas mineral seperti emas dan nikel.
- PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA): Produsen emas dan tembaga yang sangat bergantung pada harga dan permintaan global.
Naiknya surplus neraca perdagangan Indonesia dapat memberikan dampak positif pada beberapa sektor emiten yang terkait dengan aktivitas ekspor maupun perusahaan yang bergantung pada perdagangan internasional.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.