Logo
>

Eramet–INA Bentuk Poros Baru Hilirisasi Nikel Nasional

Bermitra dengan Danantara dan Eramet, INA membuka jalan baru hilirisasi nikel untuk mendongkrak rantai pasok baterai EV nasional.

Ditulis oleh Dian Finka
Eramet–INA Bentuk Poros Baru Hilirisasi Nikel Nasional
INA, Danantara, dan Eramet teken MoU bentuk platform hilirisasi nikel demi bangun ekosistem baterai EV dari hulu hingga hilir. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

KABARBURSA.COM – Di tengah derasnya dorongan global menuju energi bersih, Indonesia tak ingin sekadar jadi pemasok bahan mentah. Kali ini, tiga nama besar—Indonesia Investment Authority (INA), Danantara Indonesia, dan raksasa tambang asal Prancis, Eramet—sepakat saling genggam tangan untuk membentuk poros baru hilirisasi nikel nasional. Melalui nota kesepahaman (MoU), mereka berencana merakit platform investasi yang menyasar langsung jantung industri baterai kendaraan listrik.

Langkah ini bukan cuma basa-basi diplomatik. Kerja sama antara INA, Danantara, dan Eramet membuka jalan baru menuju ekosistem baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dari tambang hingga teknologi. Di tahap awal, ketiga pihak sepakat memulai kajian bersama untuk menyisir proyek-proyek strategis yang bisa mempercepat terbentuknya rantai pasok baterai EV dalam negeri.

Chief Investment Officer Danantara Indonesia, Pandu Sjahrir, menyambut aliansi ini dengan penuh keyakinan. Menurutnya, rekam jejak Eramet di industri tambang nikel kelas dunia bisa jadi katalis penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam peta besar industri kendaraan listrik global

“Kemitraan ini merupakan sinergi antara kekuatan pendanaan jangka panjang dan keunggulan teknis di bidang tambang berkelanjutan. Ini langkah nyata menuju hilirisasi nikel yang berstandar internasional,” kata Pandu dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 Mei 2025.

Danantara dan INA diproyeksikan akan berperan di sisi pembiayaan, sementara Eramet membawa keunggulan teknis dan pengalaman panjang dalam pengembangan tambang berskala besar—termasuk penerapan prinsip keberlanjutan yang ketat di setiap proyeknya.

Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah, menilai aliansi strategis ini sejalan dengan arah kebijakan nasional, khususnya dalam memperkuat rantai pasok mineral strategis seperti nikel. Ia menekankan sinergi antara pendanaan jangka panjang dan keunggulan teknologi menjadi kunci untuk menarik investasi berkualitas di sektor bernilai tambah dalam negeri.

Sementara itu, dari pihak mitra global, CEO Eramet Group, Paulo Castellari, menjelaskan perusahaan asal Prancis ini sudah aktif di Indonesia sejak 2006 melalui tambang nikel di Weda Bay, Maluku Utara. Pada 2024 lalu, Eramet juga menggandeng Badan Geologi untuk mengeksplorasi cadangan mineral kritis seperti lithium sebagai bagian dari dukungan terhadap agenda transisi energi nasional.

“Kami melihat Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai nilai baterai EV global. Prioritas Danantara dan INA sangat sejalan dengan ambisi strategis Eramet di kawasan ini,” kata Paulo.

Ia menambahkan, Eramet terbuka terhadap berbagai peluang untuk masuk lebih dalam ke dalam ekosistem baterai berbasis nikel, khususnya dalam mendorong pengolahan hilir dan penguatan ketahanan energi berbasis mineral kritis.

Langkah kolaboratif antara INA, Danantara, dan Eramet ini dipandang sebagai cerminan keseriusan Indonesia untuk tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah, tetapi juga pusat manufaktur dan pengolahan mineral strategis dunia.

Tantangan Tidak Kecil

Founder Mikirduit, Surya Rianto, mengatakan meski sektor ESDM punya potensi besar, tantangan yang ada saat ini tidak bisa dianggap remeh.

“Kalau mau dilakukan impor minyak dan liquified petroleum gas (LPG) dari Amerika Serikat (AS) memang bisa nutup sih. Ini jadi solusi. Untuk respons pasar, terserah bagaimana cara negosiasinya, yang penting timbal baliknya oke seperti tarif 0 persen. Kalau ada yang nyata seperti itu, baru bisa direspons pasar,” ujar Surya kepada KabarBursa.com di Jakarta, Kamis, 17 April 2025.

Pernyataan Bahlil mengenai potensi devisa sektor ESDM tentu menggugah banyak pihak, namun bagi investor, fokus utama adalah bagaimana kebijakan tersebut dapat mempengaruhi valuasi saham-saham yang terlibat dalam hilirisasi.

Saham-saham seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) selama ini menjadi indikator penting dalam mengukur sentimen pasar terhadap sektor hilirisasi ini.

Namun, Surya mengingatkan ada sejumlah faktor yang perlu diperhatikan. "Terkait hilirisasi ini terkait program di mineral logam ya. Pemerintah baru saja nyesuain royalti terbaru, yang menurut kami dalam jangka pendek efeknya malah enggak terlalu oke untuk bisnis hilirisasi," katanya.

"Karena harga nikel lagi di bawah ditambah kenaikan royalti. Ini bisa jadi seleksi alam untuk menurunkan produksi nikel di Indonesia," tambah Surya.

Meski demikian, Surya tetap melihat prospek positif dalam jangka panjang. “Tapi sektor ini tetap menarik sih menurut saya karena mereka butuh penyesuaian keseimbangan antara supply dan demand. Kebijakan royalti ini bisa membantu menyesuaikan dari supply sambil tunggu demand-nya pulih.” lanjutnya.

Ketegangan tarif global yang terus berlanjut memicu kekhawatiran di kalangan investor. Dengan volatilitas pasar yang meningkat, banyak yang bertanya-tanya sektor mana yang lebih resilient dan layak dilirik untuk memperkuat portofolio defensif di tengah ketidakpastian ini.

Surya menilai, dalam kondisi pasar yang masih diliputi ketegangan, langkah paling masuk akal saat ini adalah menjaga likuiditas. Ia menyarankan agar investor tetap bertahan di instrumen likuid seperti reksa dana pasar uang atau obligasi negara. “Nanti, kalau sudah mulai kelihatan ketegangan mereda, baru kita bisa cicil ke saham-saham yang murah, baik itu saham siklikal maupun defensif," kata Surya.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.