KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah berusaha meningkatkan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam industri pemurnian mineral (smelter). Selain itu, upaya tersebut juga merupakan bagian dalam membidik target ambisius mengurangi emisi untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa telah terjadi pergeseran pandangan industri global yang kini sudah bergeser ke arah yang lebih hijau.
"Dalam industri dan pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia sudah mulai insaf bertahap. Karena dulu kita berpikir tentang mencari uang dengan cepat tanpa memperhatikan proses lingkungan dengan baik," ujarnya, dalam keterangan resmi di laman Kementerian ESDM, Kamis, 26 September 2024.
Sejalan dengan paradigma global tersebut, tutur Bahlil, pemerintah akan membuat peraturan untuk memanfaatkan EBT di dalam industri-industri smelter secara bertahap dan perlahan, yang sebelumnya menggunakan batu bara sebagai sumber energi listriknya.
"Di Weda Bay itu membangun industri hilirisasi dari bahan baku nikel. Sekarang dia sudah punya lebih kurang lebih sekitar 8-10 gigawatt, artinya 8-10 ribu megawatt," tuturnya.
Bahlil menyebutkan bahwa sudah berdiskusi dengan pemilik smelter Weda Bay mulai tahun 2025 mendatang pengolahan nikel di sana akan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan bekas tambang, dengan target lima tahun selanjutnya pemanfaatan EBT sudah di atas 50 persen.
"Puncaknya nanti di tahun 2030 minimal 60-70 persen mereka sudah bisa melakukan konversi memakai energi baru terbarukan," tambahnya.
Selanjutnya, Bahlil mengatakan bahwa smelter-smelter yang produk turunannya hanya sampai dengan Nickel Iron Pig (NPI) akan diberikan persyaratan sudah harus memakai EBT, atau setidaknya menggunakan energi berbasis gas bumi, meski memiliki investasi yang lebih mahal.
"Tetapi, mahalnya Capex untuk melakukan investasi terhadap power plant yang berorientasi pada EBT itu ditutupi dengan harga produk yang memang harganya lebih mahal ketimbang produk yang dihasilkan dari energi batu bara atau fosil. Jadi kalau dihitung secara ekonomi, itu no issue," pungkasnya.
Gairahkan Investasi Hulu Migas
Direktur Pembinaan Program Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Ariana Soemanto mengungkapkan bahwa pemerintah sudah menyusun empat langkah menggairahkan kembali investasi di sektor hulu migas.
Langkah-langkah strategis ini diharapkan dapat meningkatkan produksi, cadangan, serta memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, di tengah tantangan penurunan produksi minyak dan gas bumi serta fluktuasi harga minyak dunia.
Ariana mengatakan, yang pertama dengan eksplorasi wilayah-wilayah potensi migas, penerapan teknologi untuk mengoptimalisasi produksi, reaktivasi lapangan idle, serta dengan membuat atau merevisi kebijakan-kebijakan baru.
“Dalam upaya eksplorasi potensi migas, saat ini pemerintah sedang berfokus pada upaya eksplorasi migas di wilayah Indonesia Bagian Timur, Seperti di Buton, Timor, Seram, Aru, dan Papua. Dari lima area tersebut sudah ada yang menjadi blok migas baru, dan bulan depan ada yang menjadi kandidat blok yang akan dilelang,” ujarnya seperti dilansir laman Kementerian ESDM, Kamis, 26 September 2024.
Ariana mengatakan pada tahun 2024, ada lima blok yang telah dilelang pada lelang tahap I dan enam blok akan dilelang pada lelang tahap II pada bulan Oktober mendatang. Upaya eksplorasi ini dilakukan melalui proses Joint Study Eksplorasi, dimana pada saat ini terdapat 17 area yang sedang berjalan, dan 11 area yang sedang dalam tahap pengajuan.
Langkah selanjutnya, sambung Ariana, yakni penerapan teknologi dalam optimalisasi produksi, seperti yang dilakukan di Blok Cepu dengan project Banyu Urip Infill Clastic ExxonMobil, dari rencana optimalisasi tujuh sumur, satu sumur telah memproduksi sebanyak 13.000 barrel oil per day (bopd), satu sumur lagi sudah on, dan direncanakan pada pekan depan ada tambahan satu sumur lain. Selain itu, teknologi lain yakni Enchanced Oil Recovery (EOR) di lapangan Minas Blok Rokan, di mana untuk tahap pertama di area A ditargekan injeksi chemical di tahun depan.
“Pemerintah juga memfasilitasi kerjasama teknologi optimasi produksi antara Pertamina dengan Petrochina di Blok Rokan. Sebagai tindak lanjut, saat ini Pertamina telah menyiapkan area-F dengan Skema Kerja Sama Operasi (KSO), untuk dapat dilakukan optimalisasi pada area yang produksinya sudah ada saat ini. Kemudian kerjasama antara SINOPEC di lima lapangan Pertamina seperti Rantau, Tanjung, Pamusian, Jirak, dan Zulu. Saat ini telah dilakukan evaluasi teknologi ke lapangan di China,” jelasnya.
Strategi berikutnya, yaitu dengan mereaktivasi lapangan-lapangan yang idle. Pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM No 110 Tahun 2024 tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial Yang Tidak Diusahakan Dalam Rangka Optimalisasi Produksi Minyak dan Gas Bumi, yang memuat empat hal pokok yang dilakukan pemerintah terhadap lapangan migas yang idle. Pertama, direaktivasi kembali oleh KKKS eksisting. Kedua, dikerjasamakan dengan Mitra KSO. Ketiga, diusulkan menjadi wilayah kerja baru untuk dikelola KKKS baru dengan mekanisme penunjukkan langsung tanpa lelang. Keempat, dikembalikan ke pemerintah untuk dilelang kembali sepanjang tanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan beban lainnya telah diselesaikan terlebih dahulu.
Ariana melanjutkan bahwa langkah keempat adalah dengan mengubah kebijakan untuk menarik investasi hulu migas, dengan memberikan adanya tambahan waktu eksplorasi, yang semula dibatasi 10 tahun kini terdapat relaksasi tambahan waktu. Menurutnya, tambahan waktu eksplorasi ini memberikan peluang lebih untuk temuan migas, ia mencontohkan temuan migas yang terjadi pada Geng North terjadi di tahun ke-12 atau 13. Di samping itu, relaksasi masa eksplorasi Pemerintah juga mendorong untuk kksplorasi diluar wilayah kerja Migas, lelang tanpa Joint Study, minimum signature bonus, Investment credit, FTP shareable, dan kebijakan insentif lainnya.
Kemudian dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang baru dan Keputusan Menteri ESDM terkait Kontrak Migas Skema New Gross Split. Peraturan tersebut terbit untuk memperbaiki sistem Gross Split yang lama, dengan fleksibilitas bagi investor untuk menggunakan kontrak migas skema cost recovery atau gross split sebagai peralihan dengan kondisi tertentu. Kedua, skema bagi hasil bagian KKKS diperbaiki pada kisaran 75-95 persen sebelum pajak.
Hal ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya dengan range yang sangat lebar mencapai 0-100 persen membuat ketidakpastian tinggi. Ketiga, Kontraktor Migas Non Konvensional langsung dapat bagi hasil 93-95 persen. Keempat, parameter yang menentukan besaran bagi hasil KKKS disederhanakan dari 13 parameter menjadi 5 parameter saja sehingga lebih sederhana dan dapat diterapkan di lapangan.
“Untuk blok baru ini kita bagi hasil untuk kontraktor itu bisa sampai 50 persen dalam 3 tahun terakhir, kalau dulu cuma 15 persen sampai 30 persen. Kemudian kita berikan fleksibilitas kontrak migas bisa pilih mau skema Cost Recovery atau skema Gross Split,” imbuh Ariana.
Lebih lanjut pihaknya juga menjelaskan bahwa saat ini Kementerian ESDM dibawah dukungan Kemenko Marves juga tengah berproses untuk melakukan revisi atas Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2017 yang mengatur perubahan pada PP No. 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi. Selain itu juga Peraturan Pemerintah No. 53 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
“Dampaknya dari perubahan policy ini dalam 3 tahun terakhir, kita punya 21 blok migas baru, di mana pada 3 tahun sebelumnya itu relatif lebih rendah daripada blok ini, dari jumlah tersebut terdapat 18 kontrak yang menggunakan skema bagi hasil bagian KKKS sebesar 40 persen hingga 50 persen. Ini artinya Pemerintah beradaptasi dengan apa yang dikehendaki oleh para investor, kita coba sesuaikan dengan tetap menjaga kepentingan negara yang seimbang,” pungkasnya. (*)