Logo
>

Euro Tekan Dolar AS, Pasar Tunggu Sinyal The Fed Pangkas Suku Bunga

Dolar AS melemah terhadap euro seiring fokus investor bergeser ke rilis data ekonomi pascapembukaan pemerintahan, sementara yen jatuh ke level terendah sembilan bulan.

Ditulis oleh Yunila Wati
Euro Tekan Dolar AS, Pasar Tunggu Sinyal The Fed Pangkas Suku Bunga
Ilustrasi: Lembaran mata uang dolar AS (USD) tengah dihitung oleh kasir money changer. (Foto: Dok. KabarBursa)

KABARBURSA.COM - Nilai tukar dolar AS melemah terhadap euro pada perdagangan Rabu waktu New York. Pelemahan dolar ini menandakan adanya pergeseran fokus investor dari isu politik ke data ekonomi yang tertunda selama masa government shutdown terpanjang dalam sejarah negara tersebut. 

Meski dolar sempat menguat tipis secara nominal, di mana Indeks Dolar (DXY) naik 0,05 persen ke 99,50, pergerakannya tetap mencerminkan nada hati-hati. Sementara Euro, yang sedikit menguat 0,04 persen ke USD1,1585, lebih didorong ekspektasi bahwa pemulihan data ekonomi Eropa akan berjalan lebih stabil dibandingkan Amerika, dalam jangka pendek. 

Analis Scotiabank Eric Theoret, menilai situasi ini seperti waktu tenang sebelum datangnya badai. Pasar sedang menunggu lonjakan volatilitas setelah data ekonomi kembali mengalir. 

“Dengan jeda yang cukup panjang tanpa data resmi seperti kemarin, potensi pergerakan pasar menjadi besar begitu laporan-laporan utama dipublikasikan,” kata Theoret.

Sayangnya, Gedung Putih sudah memperingatkan bahwa beberapa data seperti laporan pekerjaan dan inflasi Oktober, tidak akan dirilis sama sekali. Alasannya, karena keterlambatan pengumpulan selama masa penutupan pemerintahan. 

Di sinilah spekulasi bermunculan, terutama di pasar valuta asing. Pelaku pasar harus mengandalkan ekspektasi dan indikator sekunder, bukan data aktual, untuk menilai arah ekonomi AS.

Sinyal The Fed ‘Permainkan’ Pasar Valuta

Dari sisi kebijakan moneter, pandangan The Fed masih terbelah. Chairman Jerome Powell bulan lalu menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga pada pertemuan Desember belum bisa dianggap pasti, karena tekanan inflasi belum turun secara konsisten. 

Namun, pasar keuangan tampak lebih agresif dalam menilai prospek pelonggaran moneter. FedWatch Tool milik CME Group menunjukkan probabilitas 64 persen bahwa suku bunga akan dipangkas 25 basis poin pada pertemuan tersebut. 

Dalam konteks ini, dolar menjadi sensitif terhadap setiap sinyal dari pejabat Fed, termasuk pernyataan Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic yang menyebut akan pensiun pada Februari 2026. Hal ini juga menegaskan preferensi agar suku bunga tetap dipertahankan sampai inflasi benar-benar mengarah ke target 2 persen.

Janji Menkeu AS Scott Turunkan Harga

Di tengah perkembangan tersebut, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menambah warna dengan menyebut akan ada serangkaian pengumuman penting untuk menurunkan harga sejumlah barang impor seperti kopi dan pisang. 

Pernyataan itu disambut positif oleh pasar komoditas, namun belum memberikan dampak signifikan terhadap arah dolar karena investor masih menunggu realisasi kebijakan konkret. 

Sementara itu, Mahkamah Agung AS menjadwalkan sidang pada 21 Januari terkait upaya Presiden Donald Trump untuk memberhentikan Gubernur The Fed, Lisa Cook. Ini menjadi isu politik yang kembali menimbulkan kekhawatiran soal independensi bank sentral.

Yen Jepang Melemah, Pasar Masih Tunggi Takaichi Action

Dari Asia, pergerakan yen menjadi sorotan. Mata uang Jepang melemah ke posisi terendah dalam sembilan bulan terhadap dolar, dengan USD/JPY menguat 0,33 persen ke 154,66 dan sempat menyentuh 155,04, dan menjadi level tertinggi sejak Februari. 

Melemahnya yen dipicu oleh kekhawatiran bahwa pemerintahan baru Jepang di bawah Perdana Menteri Sanae Takaichi akan menekan Bank of Japan (BOJ) untuk menunda kenaikan suku bunga yang telah lama dinantikan pasar. 

Pernyataan Takaichi bahwa suku bunga sebaiknya tetap rendah dan permintaan agar Gubernur BOJ Kazuo Ueda melaporkan kondisi ekonomi secara rutin kepada dewan pemerintah, dianggap sebagai bentuk pengaruh politik halus terhadap independensi kebijakan moneter.

Menteri Keuangan Jepang Satsuki Katayama, menanggapi situasi ini dengan peringatan keras. Namun analis menilai langkah verbal saja tidak cukup. Menurut Mohamad Al-Saraf dari Danske Bank, intervensi verbal sudah kehilangan efektivitasnya. Jika otoritas Jepang benar-benar ingin memperkuat yen, harus ada intervensi pasar secara nyata. 

Analis UniCredit Roberto Mialich, bahkan menilai area 155 kini menjadi batas psikologis baru untuk USD/JPY dan tidak menutup kemungkinan pasar akan menguji batas tersebut dalam waktu dekat.

Sementara itu, mata uang lainnya bergerak variatif. Poundsterling melemah 0,15 persen ke USD1,313, sementara dolar Australia justru menguat 0,25 persen ke USD0,6541. Pergerakan ini didorong oleh komentar pejabat bank sentral yang menandakan meningkatnya perdebatan soal apakah suku bunga acuan 3,6 persen sudah cukup ketat untuk menekan inflasi.

Secara kritikal, kondisi pasar valuta asing saat ini menggambarkan fase transisi yang rapuh. Di satu sisi, dolar AS kehilangan daya tarik jangka pendek karena ekspektasi pemangkasan suku bunga dan ketidakpastian politik domestik. 

Namun di sisi lain, pelemahan yen dan ketidaktegasan bank sentral Asia justru memberi ruang bagi dolar untuk mempertahankan kekuatannya relatif terhadap mata uang kawasan. 

Dengan fokus pasar yang kini beralih ke data ekonomi pascapembukaan pemerintahan, arah dolar dalam jangka pendek akan sangat ditentukan oleh seberapa kuat pemulihan ekonomi AS dibandingkan dengan Eropa dan Asia. Serta seberapa jauh The Fed berani melawan tekanan pasar untuk segera menurunkan suku bunga.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79