Logo
>

Gross Split Malah Bikin Investor Ogah Produktif

Ditulis oleh KabarBursa.com
Gross Split Malah Bikin Investor Ogah Produktif

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) mengungkapkan bahwa skema gross split terbaru yang diterapkan di Indonesia masih belum mampu memberikan kepastian kontrak bagi hasil bagi para investor migas, terutama yang baru memasuki tahap eksplorasi.

    Moshe Rizal, Ketua Komite Investasi Aspermigas, menyatakan bahwa meskipun skema gross split yang baru mengatur bahwa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dapat memperoleh bagi hasil antara 75 persen hingga 95 persen, hal ini belum cukup memberikan kepastian kepada investor hulu migas. Ketidakpastian ini timbul akibat perubahan rezim kontrak bagi hasil yang sering terjadi di Indonesia, yang menyebabkan tidak ada jaminan bahwa besaran bagi hasil tersebut akan konsisten dalam jangka panjang.

    Menurut Moshe, kepastian hukum yang diperlukan harus ditangani di tingkat undang-undang, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 22/2021 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Ia mencatat bahwa peraturan menteri (permen) yang sering berubah tidak dapat memberikan kepastian yang dibutuhkan. “Perubahan permen ini tidak memberikan kepastian, karena undang-undangnya tetap sama. Bergantinya menteri sering kali menyebabkan perubahan kebijakan. Contohnya, dari [Menteri ESDM] Ignasius Jonan ke Arifin Tasrif, dan sekarang Bahlil Lahadalia yang hanya menandatangani yang sudah dibahas sebelumnya. Semua ini menunjukkan bahwa tidak ada kepastian,” katanya.

    Masalah utama skema gross split, menurut Moshe, adalah ketidakpastian dalam pembagian hasil bagi KKKS di sektor hulu migas, khususnya pada tahap eksplorasi. Besaran bagi hasil sering kali baru diketahui setelah kontraktor menyelesaikan rencana pengembangan (Plan of Development/POD) proyek.

    “Bayangkan jika eksplorasi bisa memakan waktu hingga 6-10 tahun tanpa kepastian mengenai bagi hasil. Kita hanya tahu split dasar, tetapi tidak tahu variabel split yang akan diterima. Ini sepenuhnya bergantung pada keputusan pemerintah yang baru akan diumumkan nanti. Ketidakpastian ini sangat merugikan,” jelas Moshe.

    Ketidakpastian ini menjadikan skema gross split lebih disukai oleh kontraktor yang sudah berada di fase produksi pada lapangan-lapangan migas yang lebih matang. Sebaliknya, investor yang baru memasuki tahap eksplorasi merasa dirugikan karena tidak adanya kepastian awal mengenai bagi hasil. “Lapangan yang sudah berproduksi menggunakan skema gross split karena bagi hasilnya sudah bisa diprediksi. Namun, pada tahap eksplorasi, hal ini tidak berlaku,” ujarnya.

    Indonesia saat ini memerlukan peningkatan eksplorasi untuk mengoptimalkan cadangan dan produksi migas dalam negeri, termasuk melalui enhanced oil recovery (EOR). Moshe menekankan bahwa yang dibutuhkan oleh KKKS adalah kepastian mengenai skema bagi hasil dari awal, bahkan sebelum POD selesai, khususnya pada tahap eksplorasi.

    “Di negara lain, skema gross split sudah jelas dari awal. Investor tahu berapa yang akan diterima meskipun masih dalam tahap eksplorasi. Misalnya, di Amerika, mayoritas menggunakan sistem royalti yang jelas dari awal. Hal ini meminimalkan risiko bagi pemerintah, karena apapun hasilnya, tidak ada dampak negatif pada negara,” terang Moshe.

    Aturan baru mengenai kontrak bagi hasil gross split (New GS) dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 13/2024 yang diundangkan pada 12 Agustus 2024. Dalam aturan ini, pemerintah menyederhanakan komponen variabel bagi hasil dari 13 menjadi hanya 5 komponen.

    Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Ariana Soemanto, menjelaskan bahwa dalam skema New GS, kontraktor atau investor hulu migas dapat memperoleh bagi hasil antara 75 persen hingga 95 persen. Berbeda dengan kontrak GS lama yang sering memerlukan pengajuan tambahan split ke pemerintah untuk mencapai keekonomian yang layak, skema baru ini diharapkan lebih kompetitif untuk menarik investasi di proyek migas nonkonvensional, seperti di Blok Rokan.

    Permen New GS berlaku untuk kontrak baru ke depan, tetapi kontrak eksisting yang belum mendapatkan persetujuan POD-1 dapat mengajukan perubahan ke skema New GS. Peraturan ini juga mengakomodasi perubahan kontrak gross split eksisting yang ingin beralih ke skema cost recovery dan sebaliknya.

    Pemerintah juga menyiapkan kebijakan untuk membuat investasi migas lebih menarik, dengan memberikan split bagi kontraktor hingga 45 persen-50 persen pada kontrak migas baru, dibandingkan sebelumnya yang hanya 15 persen-30 persen. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi investasi hulu migas mencapai USD 5,6 miliar pada semester I-2024, yang baru 75 persen dari target USD 7,43 miliar. Untuk keseluruhan 2024, SKK Migas menargetkan investasi mencapai USD 12,9 miliar. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi