Logo
>

Harga Batu Bara Turun, China Fokus pada Energi Terbarukan

Negara dengan konsumsi energi terbesar ini secara aktif mendekarbonisasi sistem kelistrikannya.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Batu Bara Turun, China Fokus pada Energi Terbarukan
Ilustrasi turunnya harga batu bara. (Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga batu bara global kembali mencatatkan penurunan signifikan seiring dengan perubahan strategi energi jangka panjang yang dilakukan oleh China. Pada 22 April 2025, harga batu bara dunia tercatat sebesar USD94,1 per ton, mengalami depresiasi sebesar 3,04 persen dibandingkan dengan penutupan sebelumnya pada 21 April 2025, yang berada di level USD97,05 per ton, menurut data dari Refinitiv.

    Tekanan terhadap harga batu bara ini tidak hanya berasal dari fluktuasi pasar komoditas global, namun juga dari pergeseran struktural di negara pengguna utama seperti China. Negara dengan konsumsi energi terbesar ini secara aktif mendekarbonisasi sistem kelistrikannya. 

    Langkah ini dilakukan tidak hanya dengan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, tetapi juga dengan mengelola secara ketat emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga batu bara yang masih beroperasi.

    Salah satu contoh implementasi kebijakan tersebut dapat diamati di Provinsi Shanxi, sebuah wilayah yang selama ini dikenal sebagai pusat produksi batu bara di China. Pembangkit listrik Tashan di kota Datong menjadi contoh konkret transformasi yang sedang berlangsung. 

    Meskipun memiliki dua unit pembangkit batu bara dengan kapasitas masing-masing 600 megawatt (MW), operasional pada pagi hari dijalankan dengan kapasitas yang sangat terbatas, memberikan ruang bagi listrik dari sumber energi terbarukan untuk mengalir ke jaringan.

    Pada pukul 11 pagi, hanya satu unit dari pembangkit yang aktif menghasilkan sekitar 180 MW. Operasi pembangkit ini dipantau ketat melalui sistem digital yang memperbarui harga listrik setiap 15 menit. 

    Ketika suplai dari energi terbarukan melimpah, harga listrik dapat jatuh hampir ke titik nol yuan per kilowatt-jam (kWh). Dalam kondisi tersebut, operator seperti Fan Jiangbo dari ruang pemantauan pembangkit menjelaskan bahwa parameter operasi pembangkit batu bara harus disesuaikan agar output tetap serendah mungkin.

    Namun, perubahan kondisi siang ke malam mempengaruhi pasokan listrik dari sumber surya. Saat senja tiba dan jam sibuk konsumsi listrik dimulai, harga listrik kembali naik, mendorong pembangkit batu bara untuk meningkatkan produksinya guna menjaga kestabilan pasokan listrik dan memanfaatkan harga pasar yang lebih tinggi. Fleksibilitas ini menunjukkan peran baru batu bara sebagai penyedia cadangan energi, bukan sebagai sumber utama listrik nasional.

    Langkah-langkah ini mencerminkan strategi nasional China untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan konsumsi energi dan pengurangan emisi karbon. 

    Seorang pejabat dari Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) China menyatakan bahwa meskipun batu bara tidak lagi menjadi pilihan utama dalam pembangkitan listrik, perannya masih diperlukan dalam menjaga stabilitas energi nasional, terutama dalam mendukung kapasitas fleksibel sistem kelistrikan.

    Mendekarbonisasi pembangkit listrik tenaga batu bara juga menjadi prioritas utama. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan menerapkan sistem Combined Heat and Power (CHP), di mana energi termal yang dihasilkan tidak hanya digunakan untuk listrik, tetapi juga untuk memasok uap ke fasilitas industri dan pemanas bagi rumah tinggal, seperti yang diterapkan di kota Huairen, Shanxi.

    China juga telah merancang peta jalan untuk peningkatan rendah karbon pembangkit tenaga batu bara. Tahun lalu, NDRC dan Administrasi Energi Nasional (NEA) mengeluarkan rencana aksi untuk periode 2024 hingga 2027, yang mencakup modernisasi teknologi dan efisiensi emisi pembangkit. Rencana ini juga telah dimasukkan dalam laporan kerja pemerintah sebagai komitmen resmi terhadap transisi energi rendah karbon.

    Langkah-langkah strategis ini memperlihatkan arah kebijakan energi nasional China, yang berdampak langsung pada pasar batu bara global. Dengan negara pengguna terbesar mulai menurunkan ketergantungan terhadap batu bara dan memperluas pemanfaatan energi bersih, tekanan terhadap harga batu bara diperkirakan akan terus terjadi seiring berjalannya transformasi energi global.

    Penyesuaian Produksi Batu Bara Indonesia di Tengah Penurunan Ekspor dan Tekanan Biaya

    Kinerja ekspor batu bara Indonesia mengalami tekanan pada Maret 2025, mendorong para pelaku industri melakukan penyesuaian strategis. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI/ICMA) menyampaikan bahwa perusahaan-perusahaan tambang tengah menyesuaikan tingkat produksi secara bertahap guna merespons penurunan ekspor serta kondisi pasar global yang semakin menantang.

    Menurut Direktur Eksekutif APBI/ICMA Gita Mahyarani, langkah efisiensi menjadi strategi utama yang diambil industri. Hal ini mencakup penundaan belanja modal atau capital expenditure (capex), evaluasi rantai pasok, serta pengelolaan produksi yang lebih fleksibel agar mampu beradaptasi terhadap fluktuasi pasar saat ini. 

    Ia menekankan bahwa tantangan yang dihadapi sektor batu bara tidak hanya berasal dari lemahnya permintaan internasional, tetapi juga dari peningkatan beban biaya operasional, salah satunya terkait implementasi program biodiesel B40 yang mulai diberlakukan pada 2025.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai ekspor batu bara Indonesia pada Maret 2025 mencapai USD1,97 miliar. Angka ini turun 5,54 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan turun 23,14 persen secara tahunan. 

    Komoditas batu bara yang tercatat dengan kode HS 2701 memberikan kontribusi sebesar 9,03 persen terhadap total ekspor nonmigas Indonesia, yang pada bulan tersebut mencapai USD30,01 miliar.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa China, Amerika Serikat, dan India masih menjadi tiga negara tujuan utama ekspor Indonesia. Ekspor nonmigas ke China tercatat sebesar USD5,20 miliar, meningkat 21,50 persen dibandingkan Februari 2025. Sebaliknya, ekspor ke India justru turun 14,54 persen menjadi USD1,41 miliar. Sementara itu, ekspor ke Amerika Serikat naik 12,08 persen menjadi USD2,63 miliar.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno, menilai bahwa penurunan nilai ekspor batu bara belum mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Ia menyebutkan bahwa koreksi tersebut tidak bisa dianggap sebagai penurunan drastis, dan Kementerian ESDM akan menelusuri lebih lanjut penyebabnya.

    Di sisi lain, perkembangan di pasar China turut mempengaruhi permintaan batu bara global. China Shenhua Energy Co, produsen batu bara terbesar di negara tersebut, melaporkan penurunan laba dan menghentikan pembelian batu bara asing karena persediaan domestik yang tinggi. 

    Proyeksi dari China Coal Transportation and Distribution (CCTD) menyebutkan bahwa produksi batu bara China akan meningkat 1,5 persen secara tahunan menjadi 4,82 miliar ton pada 2025. Pada 2024, produksi batu bara mereka tumbuh 0,8 persen menjadi 4,75 miliar ton.

    CCTD juga memperkirakan bahwa impor batu bara China akan turun 1,9 persen menjadi 525 juta ton pada tahun ini, setelah mengalami peningkatan sebesar 13 persen pada 2024. Penurunan permintaan ini turut berkontribusi terhadap pelemahan harga acuan batu bara termal domestik China, yang diperkirakan akan berada pada kisaran 630—730 yuan per ton pada kuartal kedua 2025.

    Meski permintaan dari sektor kelistrikan dan kimia diprediksi tetap tumbuh, sektor konstruksi dan logam diperkirakan akan mengalami penurunan konsumsi. Kombinasi antara persediaan tinggi, proyeksi penurunan impor, serta perubahan strategi energi nasional menjadikan pasar China kurang menyerap batu bara asing seperti sebelumnya.

    Situasi ini menjadi tantangan serius bagi Indonesia sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia. Dengan berkurangnya permintaan dari pasar utama dan meningkatnya tekanan biaya, pelaku industri di dalam negeri dituntut untuk mengoptimalkan efisiensi dan berinovasi dalam pengelolaan produksi agar tetap kompetitif dan menjaga kesinambungan usaha di tengah perubahan lanskap energi global.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79