KABARBURSA.COM — Harga emas dunia kembali menguat pada Jumat, 13 Juni 2025, dan menandai reli dua hari berturut-turut.
Kenaikan ini tak lepas dari meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta data ekonomi Amerika Serikat yang memicu spekulasi pasar bahwa The Federal Reserve berpotensi menurunkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Emas spot tercatat naik 0,9 persen ke level USD3.383,22 per ons, menjadi level tertinggi sejak 5 Juni lalu. Sementara itu, emas berjangka Amerika Serikat ditutup menguat lebih tajam, naik 1,8 persen ke USD3.402,4 per ons, menurut laporan Reuters dari Bengaluru.
“Pasar sedang merespons meningkatnya risiko geopolitik secara nyata,” ujar Wakil Presiden Zanier Metals Peter Grant.
Ia menyebutkan, bila harga emas mampu bertahan di atas USD3.400, maka peluang untuk menembus resistensi teknikal berikutnya di kisaran USD3.417 hingga USD3.431 terbuka lebar. Bahkan, menurutnya, rekor tertinggi baru bukan lagi hal yang mustahil.
Kekhawatiran geopolitik kembali mencuat setelah Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa negaranya telah memindahkan sejumlah personel dari kawasan Timur Tengah. Ia menyebut wilayah tersebut kini menjadi “tempat yang berbahaya”.
Di saat yang sama, Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh, menyatakan bahwa Teheran akan membalas jika negaranya diserang, termasuk dengan menyasar pangkalan-pangkalan militer AS di kawasan tersebut.
Laporan PPI Perkuat Ekspektasi Pasar
Di luar ketegangan politik, data ekonomi AS juga menjadi perhatian pasar. Laporan indeks harga produsen (PPI) menunjukkan bahwa kenaikan harga di tingkat produsen pada Mei lalu lebih rendah dari ekspektasi.
Sementara itu, angka klaim tunjangan pengangguran mingguan tidak menunjukkan perbaikan berarti, tetap berada di level yang tinggi, meskipun pasar tenaga kerja dinilai relatif membaik.
Kombinasi kedua data itu memperkuat ekspektasi pelaku pasar bahwa bank sentral AS akan menurunkan suku bunga lebih cepat dari jadwal sebelumnya.
Berdasarkan FedWatch Tool dari CME Group, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan September kini mencapai 80 persen.
Bahkan, sebagian analis menilai pemangkasan kedua bisa dilakukan secepatnya pada Oktober, jauh lebih awal dari proyeksi Desember yang selama ini mendominasi.
Kondisi ini turut diperkuat oleh laporan inflasi konsumen (CPI) yang dirilis sehari sebelumnya, di mana laju inflasi tercatat lebih jinak dari perkiraan. Artinya, tekanan terhadap The Fed untuk segera bertindak semakin kuat, terutama jika ketidakpastian global terus meningkat.
Dari sisi perdagangan internasional, Presiden Trump juga membuka sinyal negosiasi dengan menyatakan kemungkinan untuk memperpanjang batas waktu 8 Juli dalam pembicaraan dagang dengan sejumlah negara mitra.
Meski demikian, ia tetap menilai bahwa perpanjangan waktu itu mungkin tidak diperlukan, jika negosiasi berjalan lancar dalam waktu dekat.
Tak hanya emas yang naik, logam mulia lainnya turut bergerak positif meski dalam rentang yang lebih terbatas. Harga perak spot naik tipis 0,1 persen ke USD36,25 per ons, namun tetap bertahan dekat posisi tertingginya sejak 2012.
Grant menambahkan, jika perak berhasil menembus level USD38, maka peluang untuk menyentuh angka psikologis USD40 akan semakin terbuka, didukung oleh defisit pasokan dan sentimen teknikal yang kuat.
Platinum mencatatkan lonjakan signifikan, naik hampir 3 persen ke USD1.291,09 dan juga menjadi level tertinggi dalam empat tahun terakhir. Namun tidak semua logam mulia mengikuti arah yang sama. Paladium justru melemah 2 persen ke USD1.058,08 per ons.
Dengan ketegangan geopolitik yang belum mereda dan tekanan terhadap The Fed untuk bertindak semakin besar, logam mulia kembali menjadi pilihan pelaku pasar yang mencari perlindungan. Dalam suasana yang penuh ketidakpastian ini, emas tetap memantapkan diri sebagai aset lindung nilai utama.(*)