Logo
>

Harga Emas Tertekan, Support Kunci Jadi Penentu Arah

Harga emas dunia anjlok ke level USD3.245 per troy ounce. Tekanan dari The Fed dan meredanya geopolitik mendorong pelemahan lebih dalam.

Ditulis oleh Dian Finka
Harga Emas Tertekan, Support Kunci Jadi Penentu Arah
Harga emas dunia melemah tajam. Analis menyoroti level support USD3.150 sebagai titik penentu arah pasar logam mulia global. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Di tengah meredanya konflik global dan mulai lunaknya tensi dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, harga emas dunia justru goyah. Logam mulia yang kerap jadi buruan kala krisis ini kini menghadapi tekanan bertubi-tubi. Hari ini, emas anjlok hingga menyentuh level USD3.245 per troy ounce (sekitar Rp53,5 juta), dan sinyal teknikal menunjukkan peluang pelemahan lebih dalam.

Pengamat Pasar Modal Ibrahim Assuaibi menyebut kondisi teknikal emas sedang berada di zona rawan. “Level 3.245 US Dolar itu support pertama. Kalau ini jebol, kemungkinan besar turun ke USD3.185. Dan kalau support itu juga tembus, target berikutnya di 3.150 US dolar,” ujar Ibrahim kepada media di Jakarta, Minggu, 12 Mei 2025.

Menurutnya, level USD3.150 adalah titik teknikal terendah saat ini. Tekanan pada harga emas dunia, kata Ibrahim, dipicu oleh kombinasi faktor global: dari sikap The Fed yang masih hawkish, meredanya konflik Asia Selatan, hingga kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Sikap Bank Sentral AS (The Fed) menjadi pukulan pertama bagi harga emas. “Pernyataan terbaru dari para pejabat Bank Sentral AS pada Jumat lalu menegaskan bahwa penurunan suku bunga kemungkinan besar masih jauh. Ini pukulan bagi harga emas,” kata Ibrahim.

Menurutnya, tekanan inflasi yang dipicu ketegangan perdagangan membuat The Fed enggan melonggarkan kebijakan. “Padahal Trump sudah berkali-kali mengkritik The Fed yang terlalu ketat. Tapi bank sentral tetap kukuh mempertahankan suku bunga tinggi,”ujarnya.

Konflik Mereda, Emas Kehilangan Pamor


Redanya ketegangan militer di Asia Selatan juga ikut menekan minat terhadap aset safe haven. “Peperangan tiga hari di wilayah Kashmir kini sudah didamaikan lewat mediasi Amerika dan PBB. Ini juga mengurangi kebutuhan investor global terhadap aset safe haven seperti emas,” terang Ibrahim.

Di Swiss, AS dan Tiongkok akhirnya menyepakati pemangkasan tarif perdagangan. “AS memangkas tarif dari 145 persen jadi 30 persen, dan Tiongkok dari 125 persen jadi 10 persen. Ini sinyal positif bagi perdagangan global, tapi negatif buat harga emas karena menurunkan kebutuhan lindung nilai,” kata Ibrahim.

Akibatnya, manajer investasi global cenderung mengambil untung. “Mereka keluar dulu, tunggu gejolak geopolitik berikutnya,” ujarnya.

Meski harga melemah, Ibrahim melihat potensi rebound tetap ada, terutama jika ketegangan geopolitik kembali memuncak. “Rusia menolak genjatan senjata permanen di Ukraina, malah kembali menyerang pakai drone. Eropa dan AS bisa saja membalas dengan sanksi berat,” ucapnya.

Ketegangan baru juga mungkin datang dari konflik nuklir antara Iran dan AS. “Amerika ingin Iran stop pengayaan uranium. Tapi Iran menolak keras. Kalau ini deadlock, bukan tak mungkin ada serangan militer,” kata Ibrahim.

Ia menyebut Selasa pekan depan sebagai momen krusial. Jika eskalasi terjadi dan level USD3.150 bertahan, maka potensi teknikal untuk pemulihan terbuka lebar. “Target saya masih di USD3.400. Fund besar sekarang sedang menunggu momen untuk masuk di harga rendah,” tutup Ibrahim.

Tren Harga Emas Dunia 2020–2025: Titik Tertinggi, Terendah, dan Pemicu


Harga emas dunia bergerak dinamis sejak 2020, berfluktuasi tajam mengikuti gejolak global. Pada 2020, harga emas sempat anjlok ke level terendah sekitar USD1.472 per troy ons (17 Maret 2020) di tengah kepanikan pasar akibat pandemi COVID-19. Namun, stimulus besar-besaran dan kekhawatiran inflasi mendorong reli tajam. Pada awal Agustus 2020 emas memecahkan rekor tertinggi di sekitar USD2.072 per troy ons. Periode 2021 relatif stabil dengan harga bergerak di kisaran USD1.600–1.950 dan menutup tahun 2021 sekitar USD1.829.

Memasuki 2022, faktor global berubah. Awal tahun diwarnai kecemasan perang Ukraina dan inflasi tinggi, mendorong harga emas sempat menembus kisaran USD2.043 per troy ons (puncak 2022). Namun sejak Maret 2022, The Fed agresif menaikkan suku bunga acuan, menguatkan imbal hasil obligasi dan dolar AS.

Akibatnya harga emas terkoreksi hingga level terendah sekitar USD1.626,65/oz pada akhir 2022. Pada 2023, tren berbalik. Ekspektasi The Fed mengendur dan kekhawatiran ekonomi membuat harga emas pulih, menembus kembali kurang lebih USD2.115 per troy ons. pada musim semi 2023.

Tahun 2024 kian bullish karena  didorong spekulasi pemilu AS dan ketidakpastian geopolitik – emas melonjak kurang lebih 27 persen secara tahunan, melampaui rekor sebelumnya (puncak sekitar USD2.785 per troy ons). Siklus kenaikan lanjutan memasuki 2025 saat sentimen safe-haven memuncak. Pada April 2025 harga emas dunia sempat menyentuh rekor tertinggi baru sebesar USD3.500 per troy ons karena didorong melambatnya ekspansi ekonomi AS, tekanan perang dagang, serta pelemahan dolar.

Korelasi dengan Kebijakan Suku Bunga The Fed


Pergerakan harga emas erat kaitannya dengan kebijakan suku bunga The Fed. Emas cenderung tertekan saat suku bunga naik, karena imbal hasil aset keuangan lain menguat, sehingga biaya peluang memegang logam mulia meningkat. Sebaliknya, saat The Fed memberi sinyal pelonggaran (rate cut) atau menunda kenaikan, emas biasanya menguat. Misalnya, pada Maret 2022 ketika The Fed memulai siklus kenaikan suku bunga (dari 0–0,25 persen menjadi 0,25–0,50 persen), harga emas turun tajam hingga akhir tahun.

Namun dampak ini tidak selalu linear. Analisis jangka panjang menunjukkan tidak ada korelasi konsisten antara suku bunga dan emas, karena harga emas juga dipengaruhi faktor lain (inflasi, ketidakpastian politik, nilai tukar). Pada praktiknya selama periode 2022–2023, penelitian menemukan bahwa kebijakan moneter ketat cenderung menurunkan harga emas. Sebaliknya, ketika The Fed mulai berhenti menaikkan dan bahkan meramalkan penurunan suku bunga (seperti akhir 2024 hingga awal 2025), emas melesat. 

Contohnya, ketika The Fed pada Maret 2025 menahan suku bunga 4,25–4,50 persen dan sinyal kuartal berikutnya akan mulai cut, harga emas langsung menyentuh level rekor di atas USD3.050 per troy ons. Kajian pasar menyebut, di kala suku bunga rendah atau terjegal, emas menjadi lebih menarik sebagai aset safe-haven.

Aliran Dana ke ETF Emas dan Sentimen Pasar

Tren harga emas juga tercermin dari aliran dana ke ETF emas besar seperti SPDR Gold Shares (GLD). Sejak akhir 2024, investor global berbondong-bondong menambah posisi emas. World Gold Council mencatat kuartal I 2025 terjadi inflow emas terbesar tiga tahun, sekitar 226,5 ton (setara USD21,1 miliar) ke semua ETF emas. Amerika Serikat memimpin dengan penambahan 133,8 ton, diikuti Eropa 54,8 ton.

Pada periode yang sama, GLD sendirian mencatat aliran masuk sangat besar. Sekitar USD3,75 miliar pada Februari 2025 dan USD2,86 miliar pada Maret 2025 sehingga menjadikan kedua bulan tersebut termasuk lima yang terbesar dalam sejarah GLD. Bahkan pada pekan tertentu Februari 2025 tercatat inflow mingguan GLD ~52,4 ton (sekitar US$5 miliar), tertinggi sejak Maret 2022.

Aliran dana besar ini mengindikasikan kekhawatiran pasar. Banyak investor mencari emas sebagai lindung nilai (safe-haven) di tengah ketegangan geopolitik dan prospek ekonomi suram. Misalnya, April 2025 Asia (khususnya China) menyumbang 65 persen dari total aliran masuk ETF global (USD7,3 miliar). Sebaliknya, tahun 2024 sempat terjadi net outflows emas ETF terutama awal tahun saat suku bunga tinggi. Namun sejak pertengahan 2024 arus balik terjadi, terutama di pasar Amerika dan Asia. Secara singkat, masuknya dana ke ETF emas menjadi cerminan sentimen bullish terhadap emas. Investor mengisi posisi ketika pasar terlihat ketakutan, sebagaimana ratusan ton emas ditambah ke portofolio ETF baru-baru ini.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.