Logo
>

Harga Minyak Dunia Melonjak: ini Penyebabnya!

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Harga Minyak Dunia Melonjak: ini Penyebabnya!

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sejumlah wilayah Amerika Serikat dan Eropa mendorong permintaan bahan bakar pemanas, menjadi pendorong utama kenaikan ini.

    Minyak mentah Brent naik 24 sen, setara 0,3 persen, menjadi USD77,16 per barel pada pukul 01.38 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 26 sen, atau 0,4 persen, menjadi USD74,18 per barel.

    Dalam tiga pekan terakhir hingga 10 Januari, Brent tercatat naik 5,9 persen, sementara WTI melesat 6,9 persen.

    Analis dari JPMorgan menyebut kenaikan harga ini dipicu oleh kombinasi beberapa faktor. Di antaranya, kekhawatiran gangguan pasokan akibat sanksi yang diperketat, rendahnya cadangan minyak global, suhu beku di AS dan Eropa, serta membaiknya sentimen pasar akibat langkah stimulus ekonomi China.

    Biro cuaca AS memprediksi suhu di wilayah tengah dan timur negara tersebut akan berada di bawah rata-rata. Di Eropa, cuaca dingin ekstrem juga melanda berbagai wilayah, dengan potensi awal tahun yang lebih dingin dari biasanya. Analis JPMorgan memperkirakan fenomena ini akan terus mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar pemanas.

    “Kami memproyeksikan lonjakan permintaan minyak global sebesar 1,6 juta barel per hari pada kuartal pertama 2025, didorong oleh permintaan minyak pemanas, minyak tanah, dan LPG,” tulis JPMorgan dalam catatannya pada Jumat. Seperti dilansir Reuters di Jakarta, Jumat 10 Januari 2024.

    Premi kontrak Brent untuk bulan depan dibandingkan kontrak enam bulan mencapai level tertinggi sejak Agustus pekan ini. Kondisi tersebut mencerminkan potensi pengetatan pasokan di tengah peningkatan permintaan.

    Kenaikan harga minyak terjadi meski dolar AS menguat selama enam pekan berturut-turut. Dolar yang lebih kuat biasanya menekan harga minyak, karena membuatnya lebih mahal bagi pembeli di luar Amerika Serikat.

    Pasokan minyak global juga berpotensi terganggu lebih lanjut. Presiden AS Joe Biden diperkirakan akan mengumumkan sanksi baru terhadap ekonomi Rusia pekan ini. Langkah ini diambil untuk mendukung Ukraina dalam perang melawan Moskow, sebelum Presiden terpilih Donald Trump resmi menjabat pada 20 Januari. Sanksi tersebut diperkirakan akan kembali menargetkan industri minyak Rusia, yang menjadi sektor strategis utama.

    Ekspektasi Peningkatan Permintaan

    Harga minyak dunia menguat pada Selasa waktu Amerika atau Rabu, 8 Januari 2025 dini hari WIB karena didorong kekhawatiran soal terbatasnya pasokan dari Rusia dan Iran akibat sanksi Barat. Pasar juga masih was-was soal ekspektasi peningkatan permintaan dari China.

    Dilansir dari Reuters di Jakarta, harga minyak Brent ditutup di level USD77,05 per barel, naik 75 sen atau 0,98 persen. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 69 sen atau 0,94 persen menjadi USD74,25 per barel.

    Menurut analis pasar Forex, Razan Hilal, pasar sedang berharap pada stimulus ekonomi dari China untuk memacu pertumbuhan. Apalagi, pasokan minyak global masih ketat setelah libur Natal dan Tahun Baru.

    “Meskipun pergerakan pasar masih dalam rentang tertentu, kenaikan harga ini didorong ekspektasi permintaan yang lebih baik berkat lonjakan aktivitas liburan dan janji-janji ekonomi dari China,” tulis Hilal dalam catatan paginya. “Namun, tren utamanya masih cenderung bearish.”

    Di sisi lain, menurut analis UBS Giovanni Staunovo, beberapa pelaku pasar mulai memperhitungkan potensi gangguan kecil pada ekspor minyak Iran ke China.

    Ketatnya pasokan akibat sanksi juga mendorong permintaan minyak Timur Tengah meningkat. Hal ini tercermin dari kenaikan harga minyak Saudi untuk Asia pada Februari, yang menjadi kenaikan pertama dalam tiga bulan terakhir.

    Sementara itu, di China, Shandong Port Group mengeluarkan larangan bagi kapal tanker yang dikenai sanksi AS untuk bersandar di jaringan pelabuhannya. Larangan ini dapat membatasi akses kapal-kapal tersebut ke terminal energi besar di pesisir timur China, termasuk Qingdao, Rizhao, dan Yantai.

    Di sisi Barat, cuaca dingin ekstrem di AS dan Eropa meningkatkan permintaan minyak pemanas. Namun, data ekonomi global membatasi kenaikan harga minyak secara signifikan. Inflasi zona euro naik pada Desember, meskipun kenaikan ini diperkirakan tidak akan menggagalkan rencana pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB).

    “Inflasi yang tinggi di Jerman memicu spekulasi bahwa ECB mungkin tidak bisa memangkas suku bunga secepat yang diharapkan,” ujar Analis Panmure Liberum, Ashley Kelty.

    Sinyal teknis menunjukkan harga minyak berpotensi berada di area overbought, sehingga banyak penjual yang siap masuk memanfaatkan kenaikan ini untuk menjual saham mereka dan meredam kenaikan lebih lanjut, kata Harry Tchilinguirian, kepala riset Onyx Capital Group.

    Pelaku pasar kini menunggu data ekonomi terbaru, termasuk laporan ketenagakerjaan AS pada Jumat mendatang.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.