KABARBURSA.COM – Harga minyak mentah dunia kembali naik lebih dari satu persen pada Rabu, 29 Mei 2025, setelah OPEC+ memutuskan untuk mempertahankan kebijakan produksinya dan pemerintah Amerika Serikat melarang Chevron mengekspor minyak dari Venezuela.
Dua faktor ini memperkuat kekhawatiran pasar soal potensi penyempitan pasokan global di tengah permintaan yang diperkirakan meningkat menjelang musim panas.
Minyak mentah Brent, yang menjadi acuan harga global, ditutup menguat 81 sen atau 1,26 persen ke USD$64,90 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) naik 95 sen atau 1,56 persen ke USD61,84 per barel.
Keputusan OPEC+ untuk tidak mengubah kebijakan produksinya cukup mengejutkan pasar. Sebelumnya, investor memperkirakan kelompok negara produsen minyak tersebut akan sepakat untuk menambah produksi dalam pertemuan akhir pekan ini.
Namun kenyataannya, OPEC+ hanya menetapkan mekanisme baru untuk menghitung baseline produksi hingga 2027.
Direktur Energi di Mizuho Bob Yawger, menjelaskan bahwa sebagian besar negara anggota OPEC+ memang tidak memiliki ruang yang cukup untuk secara fleksibel menyesuaikan produksi mereka.
“Mereka berharap bisa memperlambat penambahan pasokan dan menghentikan penurunan harga. Tapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan,” ujar Yawger.
Negara OPEC+ Berencana Naikkan Produksi
Meski begitu, masih ada peluang perubahan. Delapan negara anggota OPEC+ dijadwalkan kembali bertemu pada Sabtu untuk membahas kemungkinan menaikkan produksi mulai Juli. Namun, analis dari Goldman Sachs memperkirakan kelompok ini akan memilih untuk mempertahankan level produksi usai kenaikan bulan depan.
Mereka juga mencatat bahwa risiko ke depan lebih condong ke sisi pasokan berlebih, terutama jika tingkat kepatuhan negara-negara anggota tidak membaik atau permintaan global justru melonjak di luar perkiraan.
Permintaan minyak memang diprediksi akan meningkat signifikan, terutama menjelang musim berkendara musim panas di AS dan Eropa. Selain itu, gangguan pasokan akibat potensi kebakaran hutan di Kanada turut menambah tekanan di sisi suplai.
Ditambah dengan minimnya peningkatan produksi dari negara-negara non-OPEC+, kombinasi faktor ini memperkuat proyeksi bahwa pasar akan tetap ketat dalam waktu dekat.
AS Cabut Izin Ekspor Minyak Chevron
Dari sisi geopolitik, langkah pemerintah AS yang mencabut izin ekspor minyak Chevron dari Venezuela menjadi katalis tersendiri bagi pasar.
Meski Chevron tetap mempertahankan staf operasionalnya di sana, perusahaan telah menghentikan seluruh kontrak produksi dan pengadaan. Langkah ini menambah tekanan pasokan global, mengingat Venezuela menyimpan salah satu cadangan minyak terbesar di dunia.
Selain itu, ketegangan antara AS dan Iran juga masuk dalam radar investor.
Pernyataan Kepala Badan Energi Atom Iran Mohammad Eslami, yang membuka kemungkinan bagi inspektur asal AS untuk mengakses fasilitas nuklir di Teheran jika pembicaraan dengan Washington berhasil, menambah dimensi baru pada isu geopolitik yang ikut memengaruhi harga minyak.
Dari sisi data fundamental, laporan American Petroleum Institute menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS turun 4,24 juta barel pekan lalu. Data resmi dari pemerintah AS dijadwalkan rilis Kamis ini, dan akan menjadi indikator penting untuk mengukur seberapa ketat pasar minyak saat ini.
Dengan kombinasi antara risiko pasokan, permintaan yang menguat, dan ketidakpastian geopolitik, pasar minyak memasuki periode yang sangat sensitif.
Keputusan-keputusan penting dari OPEC+ serta data makroekonomi dalam beberapa hari ke depan akan sangat menentukan arah harga dalam waktu dekat.(*)