Logo
>

Harga Minyak Naik Tipis, Ketegangan AS-Iran Jadi Pemicu

Harga minyak dunia menguat tipis usai pernyataan Iran soal nuklir menurunkan ekspektasi kesepakatan, di tengah sentimen negatif dari Moody’s dan data China.

Ditulis oleh Syahrianto
Harga Minyak Naik Tipis, Ketegangan AS-Iran Jadi Pemicu
Ilustrasi: Alat pengangkat minyak dari dalam tanah. (Foto: AI untuk KabarBursa)

KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia ditutup sedikit menguat pada perdagangan Senin, 19 Mei 2025, didorong oleh memudarnya harapan kesepakatan nuklir antara Amerika Serikat dan Iran. Ketegangan geopolitik ini cukup untuk mengimbangi sentimen negatif akibat penurunan peringkat kredit pemerintah AS oleh Moody’s.

Minyak mentah Brent naik tipis 13 sen menjadi USD65,54 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 20 sen ke level USD62,69 per barel. Kedua acuan minyak itu sempat menguat lebih dari 1 persen pada pekan lalu.

Kenaikan harga ini terjadi usai pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takht-Ravanchi, yang dikutip media pemerintah, menyebut bahwa perundingan nuklir tidak akan menghasilkan apa pun jika AS tetap menuntut Iran menghentikan kegiatan pengayaan uranium. Pernyataan ini memudarkan harapan tercapainya kesepakatan yang bisa membuka jalan pencabutan sanksi ekonomi AS terhadap Iran, yang selama ini menahan ekspor minyak negara tersebut.

“Peningkatan ekspor minyak Iran sekitar 300 ribu hingga 400 ribu barel per hari tampaknya semakin sulit terwujud,” ujar analis StoneX, Alex Hodes.

Di sisi lain, penurunan peringkat utang AS oleh Moody’s menimbulkan keraguan terhadap kesehatan ekonomi negara konsumen minyak terbesar di dunia itu. Tekanan tambahan datang dari rilis data ekonomi Tiongkok yang mengecewakan. Pertumbuhan produksi industri dan penjualan ritel Negeri Tirai Bambu melambat, memperburuk kekhawatiran akan lemahnya permintaan global.

“Data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan memang tidak mendukung pergerakan harga minyak, meskipun pelemahannya masih tergolong moderat,” kata analis UBS, Giovanni Staunovo.

Sentimen pasar juga tertekan oleh komentar Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang menyatakan bahwa Presiden Donald Trump akan memberlakukan tarif sesuai ancamannya bulan lalu terhadap mitra dagang yang dinilai tidak bernegosiasi secara “itikad baik”.

Analis energi memperkirakan harga minyak akan tetap volatil dalam waktu dekat, seiring para investor mencermati perkembangan seputar negosiasi tarif, hubungan AS-Iran, serta proses diplomatik untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin, usai berbicara melalui sambungan telepon dengan Presiden Trump pada Senin, menyatakan Moskow siap bekerja sama dengan Ukraina menyusun memorandum perdamaian. Putin menilai bahwa upaya menuju akhir konflik berada di jalur yang benar.

Menurut Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, potensi berakhirnya perang Ukraina dapat membuka jalan bagi pencabutan sebagian sanksi Barat terhadap ekspor minyak Rusia. Hal ini berpotensi meningkatkan pasokan global dan menekan kembali harga minyak dunia.

Ketegangan AS-Iran Ancam Stabilitas Pasokan Minyak

Ketegangan antara AS dan Iran kembali memunculkan kekhawatiran terhadap stabilitas pasokan minyak global, khususnya melalui Selat Hormuz, jalur vital yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman. Sekitar 20 hingga 30 persen dari konsumsi minyak dunia melintasi selat ini setiap harinya, menjadikannya titik kritis dalam perdagangan energi global.

Peringatan terbaru datang dari Komandan Angkatan Laut Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), Laksamana Muda Alireza Tangsiri, yang menyatakan bahwa Iran memiliki kemampuan militer untuk menutup Selat Hormuz jika diperintahkan oleh pimpinan tertinggi negara. Namun, ia menambahkan bahwa saat ini Iran tidak berencana untuk mengambil langkah tersebut.

Ancaman ini muncul di tengah kebuntuan dalam negosiasi nuklir antara Iran dan AS. Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takht-Ravanchi, menegaskan bahwa pembicaraan nuklir akan gagal jika Washington terus menuntut penghentian total aktivitas pengayaan uranium oleh Teheran. Iran bersikeras bahwa program nuklirnya bertujuan damai dan pengayaan uranium adalah hak nasional yang tidak dapat dinegosiasikan.

Situasi ini diperparah oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyebut bahwa kesepakatan nuklir dengan Iran sudah dekat, namun menekankan bahwa Iran harus menghentikan seluruh aktivitas pengayaan uranium.

Ketegangan ini berdampak langsung pada pasar minyak global. Harga minyak mengalami fluktuasi, dengan Brent crude turun 35 sen menjadi USD65,06 per barel dan West Texas Intermediate (WTI) turun 26 sen menjadi USD62,23 per barel pada 19 Mei 2025. 

Penurunan ini dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap kesehatan ekonomi AS setelah Moody's menurunkan peringkat kredit negara tersebut, serta data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan.

Analis energi memperkirakan bahwa harga minyak akan tetap volatil dalam waktu dekat, seiring para investor mencermati perkembangan seputar negosiasi tarif, hubungan AS-Iran, serta proses diplomatik untuk mengakhiri perang di Ukraina. 

Potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran dapat menyebabkan lonjakan harga minyak secara drastis, dengan estimasi mencapai USD100 hingga USD150 per barel, tergantung pada durasi dan tingkat gangguan yang terjadi.

Dengan situasi yang semakin kompleks, komunitas internasional menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas pasokan energi global. Diplomasi dan upaya de-eskalasi ketegangan menjadi kunci untuk mencegah krisis energi yang lebih luas akibat konflik di kawasan Teluk. (*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Syahrianto

Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.