Logo
>

Hemat Rp306 Triliun, Pemerintah tak Boleh Asal: Tutup Gagal Target Pajak!

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Hemat Rp306 Triliun, Pemerintah tak Boleh Asal: Tutup Gagal Target Pajak!

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah resmi memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) pada tahun 2025. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025.

    Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai bahwa efisiensi ini tidak serta-merta menambah ruang fiskal bagi program-program prioritas, terutama karena adanya risiko penerimaan pajak yang tidak mencapai target.

    “Jika pemerintah berhasil menghemat Rp306 triliun sekalipun, maka bukan berarti pemerintah punya 306 triliun tambahan untuk program-program yang ingin direncanakan, namun besar di antaranya digunakan untuk memenuhi kekurangan dari pendapatan perpajakan yang berpotensi tidak mencapai target APBN 2025, sebagaimana target kenaikan penerimaan perpajakan tidak tercapai di 2024,” ujar Andri kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.

    Dari jumlah penghematan tersebut, sekitar setengahnya atau Rp150 triliun berpotensi menjadi dana segar yang bisa dialokasikan untuk program prioritas Presiden terpilih Prabowo Subianto, seperti makan bergizi gratis (MBG). Namun, Andri meragukan kelayakan anggaran tambahan Rp100 triliun yang diajukan untuk mempercepat target 82,9 juta penerima MBG hingga akhir 2025.

    “Saya berani mengatakan angka Rp100 triliun tersebut mengada-ngada. Untuk memenuhi target 17 juta penerima secara bertahap dari Januari hingga September saja, anggaran yang diperlukan mencapai Rp71 triliun, dan itupun diperkirakan hanya akan cukup sampai bulan Juni. Untuk memenuhi target 82,9 juta penerima, dengan implementasi seperti sekarang ini, anggaran yang dibutuhkan tidak akan kurang dari Rp400 triliun,” tegasnya.

    Untuk diketahui, pemangkasan ini tertera dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Adapun beberapa pos belanja yang selama ini dianggap membebani anggaran dipangkas secara drastis. Berikut beberapa pos belanja yang terkena pemangkasan signifikan, antara lain:

    • ATK (Alat Tulis Kantor): Dipangkas 90 persen
    • Kegiatan Seremonial: Dikurangi 56,9 persen
    • Perjalanan Dinas: Berkurang 53,9 persen
    • Jasa Konsultan: Dipangkas 45,7 persen
    • Kajian dan Analisis: Berkurang 51,5 persen
    • Sewa Gedung, Kendaraan, dan Peralatan: Dipotong 73,3 persen
    • Percetakan dan Souvenir: Dipangkas 75,9 persen

    Siapa yang Paling Kena Dampak?

    Beberapa kementerian dan lembaga mengalami pemotongan anggaran yang cukup ekstrem. Yang paling besar terkena dampaknya adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang harus merelakan Rp81,38 triliun dari anggaran awalnya sebesar Rp110,95 triliun. Dengan pemangkasan mencapai 73,34 persen, program pembangunan infrastruktur berpotensi mengalami perlambatan atau bahkan pembatalan.

    Lembaga lain yang terkena dampak besar adalah Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dipangkas 75,2 persen atau sekitar Rp4,81 triliun.

    Berikut daftar 10 kementerian/lembaga dengan pemangkasan anggaran tertinggi:

    1. Kementerian PUPR – Rp81,38 triliun (73,34 persen)
    2. Otorita IKN – Rp4,81 triliun (75,2 persen)
    3. Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman – Rp3,66 triliun (69,4 persen)
    4. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) – Rp1,46 triliun (62,9 persen)
    5. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) – Rp433,19 miliar (69,1 persen)
    6. Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan – Rp6 miliar (66,4 persen)
    7. Kementerian Koordinator Bidang Pangan – Rp27,6 miliar (62,6 persen)
    8. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) – Rp144,5 miliar (62,8 persen)
    9. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang – Rp33,6 miliar (62,8 persen)
    10. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam – Rp1,23 triliun (62,18 persen)

    Defisit APBN Tahun Lalu

    Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 tercatat mencapai Rp507,8 triliun, atau setara 2,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, angka ini lebih tinggi dibanding defisit pada 2023 yang hanya sebesar Rp347,6 triliun atau 1,65 persen terhadap PDB.

    “Betapa kita melihat tadi, 2,29 persen desain awal, memburuk ke 2,7 persen, dan kita mengembalikan lagi pada kondisi yang baik, yaitu APBN 2024 dijaga defisitnya di 2,29 persen,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, di Jakarta, Senin 6 Januari 2025.

    Menurutnya, defisit APBN 2024 memang dirancang berada di level 2,29 persen dari PDB. Hal ini menunjukkan pemerintah telah memperkirakan defisit akan lebih besar dibanding tahun sebelumnya.

    Sempat ada kekhawatiran defisit akan melebar hingga 2,7 persen karena tekanan makro ekonomi sepanjang semester I 2024 cukup berat.

    Sejumlah faktor eksternal disebut-sebut menjadi pemicu, mulai dari kenaikan harga pangan akibat El Niño, lonjakan harga minyak, hingga perlambatan ekonomi China yang berdampak langsung pada prospek ekonomi Indonesia dan APBN.

    Sri Mulyani juga menyoroti fluktuasi harga komoditas yang memengaruhi pendapatan negara. “Harga minyak sempat melonjak karena krisis di Timur Tengah, sementara harga batu bara yang biasanya menyumbang penerimaan signifikan bagi APBN masih rendah dan belum menunjukkan kenaikan,” tambahnya.

    Situasi Geopolitik Perburuk Situasi

    Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa situasi geopolitik global sepanjang semester I turut memperburuk ketidakpastian ekonomi, terutama karena perlambatan ekonomi China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.

    “El Niño menyebabkan pergerakan harga pangan, geopolitik menimbulkan uncertainty (ketidakpastian) ekonomi, dan perekonomian Tiongkok mengalami pelemahan,” kata Sri Mulyani.

    Namun, tekanan tersebut mulai mereda seiring dengan naiknya harga komoditas seperti batu bara dan CPO, serta adanya stimulus fiskal dan moneter dari China. Hal ini mendorong perbaikan ekonomi sehingga defisit APBN bisa kembali sesuai target awal.

    “Stimulus dari perekonomian di Tiongkok juga diumumkan yang menimbulkan harapan ekonomi Tiongkok akan mengalami paling tidak pemulihan atau peredaan terhadap kondisi yang terus menurun,” ungkap dia.

    Hal itu bisa dilihat dari asumsi makro menunjukkan inflasi 2024 berada di level 1,57 persen (year on year/yoy), jauh lebih rendah dari asumsi awal. Sementara nilai tukar rupiah rata-rata tercatat di Rp15.847 per dolar AS.

    Sementara itu, yield Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 7 persen per Desember 2024 mengalami penurunan dari level tertinggi 7,2 persen pada April dan Juni. Meski demikian, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan akhir 2023 yang tercatat di 6,4 persen.

    “Yield kita yang sempat mengalami kenaikan yang sangat besar juga mulai mereda meskipun posisi di desember 2024 di 7,0 persen relatif lebih rendah dibanding posisi april atau juni yang waktu itu tekanannya sungguh luar biasa,” terangnya.

    Adapun kini Pemerintah tengah menunggu data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk merilis angka pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2024. Perkiraan sementara sementara menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2024 masih tetap berada di kisaran 5 persen.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.