Logo
>

Honda-Nissan Siap Merger, Mampukah Hadapi Gempuran China?

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Honda-Nissan Siap Merger, Mampukah Hadapi Gempuran China?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Honda dan Nissan tengah bersiap menuju merger yang bisa menjadikan mereka grup otomotif terbesar ketiga di dunia. Langkah ambisius ini diumumkan Senin kemarin, dengan target finalisasi kesepakatan pada Agustus 2026. Tapi di balik rencana besar ini, muncul pertanyaan, bisakah mereka bergerak cukup cepat untuk menghadapi gempuran pesaing dari China?

    Honda dan Nissan memperkirakan sinergi senilai lebih dari 1 triliun yen (sekitar Rp96 triliun) dari merger ini. Sinergi itu berasal dari penggunaan platform kendaraan bersama, penelitian dan pengembangan (R&D) yang terintegrasi, serta pengadaan komponen secara kolektif.

    Selain itu, mereka menargetkan laba operasi lebih dari 3 triliun yen (sekitar Rp288 triliun), naik 54 persen dibandingkan gabungan hasil mereka tahun lalu. Namun, efek penuh dari sinergi ini baru diperkirakan terasa setelah 2030.

    CEO Honda, Toshihiro Mibe, mengatakan mereka harus membangun kemampuan untuk bersaing dengan produsen mobil China sebelum dekade ini berakhir. Jika tidak, maka risikonya akan kalah telak.

    Tantangan Besar soal EV dan Waktu

    Namun, jalan menuju merger ini penuh rintangan. Salah satu tantangan utama adalah memperkuat lini kendaraan listrik (EV). Meskipun Nissan adalah pionir dengan peluncuran Leaf, mereka belakangan tersandung dengan produksi Ariya, yang awalnya diharapkan menjadi pesaing Tesla Model Y tetapi justru menghadapi masalah produksi.

    Honda, di sisi lain, lebih fokus pada hybrid, terutama di pasar Amerika Serikat, di mana permintaan mobil jenis ini sedang melonjak. Tapi, secara keseluruhan, kedua perusahaan ini dinilai kurang memiliki lini EV yang menarik.

    “Baik Honda maupun Nissan tidak memiliki penawaran EV yang kuat, dan entitas gabungan ini tetap harus menghadapi tantangan dalam membangun pipeline model EV baru dan R&D teknologi,” kata Vincent Sun, analis senior di Morningstar, dikutip dari Reuters di Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.

    Selain itu, pengembangan platform kendaraan standar yang menjadi kunci sinergi juga akan memakan waktu. “Butuh waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk memperbaiki bisnis mereka,” kata Sun.

    Sementara itu, mitra junior Nissan, Mitsubishi Motors, akan memutuskan bulan depan apakah akan bergabung dalam merger ini. Jika Mitsubishi ikut, skala dan sinergi potensial dari aliansi ini bisa semakin besar.

    Merger ini jelas menjanjikan banyak hal, dari efisiensi biaya hingga peningkatan laba yang signifikan. Namun, dengan persaingan sengit dari produsen mobil China yang semakin mendominasi pasar global, pertanyaannya adalah: bisakah Honda dan Nissan bergerak cukup cepat untuk merealisasikan visi mereka sebelum pasar semakin meninggalkan mereka?

    Waktu akan menjadi musuh terbesar mereka. Sementara sinergi dan strategi jangka panjang membutuhkan waktu, pasar tidak akan menunggu.

    Merger di Tengah Tekanan Industri Otomotif

    Sebagai pasar otomotif terbesar dunia, China kini menjadi medan pertempuran sengit bagi produsen mobil. Peralihan ke kendaraan listrik (EV) yang terfokus pada fitur berbasis perangkat lunak dan pengalaman digital di dalam mobil telah menjadikan merek-merek China, seperti BYD, semakin unggul. Sementara itu, Honda dan Nissan justru kehilangan pijakan.

    Honda mencatat penurunan laba kuartalan sebesar 15 persen bulan lalu dan telah mulai mengurangi tenaga kerjanya di China. Nissan, yang menghadapi penurunan penjualan di China dan Amerika Serikat, telah mengumumkan rencana pemangkasan 9.000 pekerjaan secara global dan pengurangan kapasitas produksi sebesar 20 persen.

    “Memulihkan operasi mereka yang besar di China akan menghadapi risiko eksekusi yang signifikan,” tulis analis senior di Moody’s Ratings, Dean Enjo.

    Meski demikian, kedua produsen otomotif Jepang ini juga fokus pada pasar Amerika Serikat dan Jepang. Namun, tumpang tindih di kedua pasar tersebut membuat merger ini tidak banyak memberikan keuntungan dalam diversifikasi geografis.

    Namun, integrasi ini dapat membantu mereka menghadapi potensi dampak tarif impor yang mungkin diberlakukan Presiden AS terpilih, Donald Trump, tambahnya.

    Jika merger ini berhasil, Honda dan Nissan akan menjadi grup otomotif terbesar ketiga di dunia berdasarkan penjualan kendaraan, setelah Toyota dan Volkswagen. Selain itu, kesepakatan ini akan menjadi langkah restrukturisasi terbesar di industri otomotif global sejak Fiat Chrysler Automobiles bergabung dengan PSA pada 2021 untuk membentuk Stellantis, dalam kesepakatan senilai USD52 miliar (sekitar Rp832 triliun).

    Langkah besar ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman dari produsen otomotif China, terutama karena mereka telah berhasil memasuki pasar seperti Asia Tenggara, yang dulunya didominasi oleh produsen Jepang.

    Bagi Jepang, ancaman terhadap industri otomotif adalah ancaman langsung terhadap ekonomi nasionalnya. Dalam beberapa dekade terakhir, pengaruh Jepang di industri penting lainnya seperti elektronik konsumen dan semikonduktor telah menurun.

    Jika tidak menemukan mitra baru, perusahaan otomotif lama seperti Honda dan Nissan berisiko menjadi perusahaan kecil dengan biaya pengeluaran modal dan R&D per kendaraan yang jauh lebih tinggi, menurut analis Morgan Stanley.

    “Melihat dinamika industri ini, kemungkinan akan ada lebih banyak konsolidasi di masa depan,” tulis para analis Morgan Stanley.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).