Logo
>

Impor Solar Dihentikan 2025, Pemerintah Andalkan B50

Jika Indonesia tetap bertahan pada penggunaan campuran B40, maka impor solar masih diperlukan meski dalam jumlah terbatas

Ditulis oleh Dian Finka
Impor Solar Dihentikan 2025, Pemerintah Andalkan B50
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, meluruskan isu terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Papua Barat Daya. 

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pemerintah optimistis menghentikan impor solar mulai 2025 melalui strategi konversi ke campuran biodiesel 50 persen (B50). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa langkah ini dapat dicapai jika produksi dalam negeri tidak mengalami penurunan.

    “Kalau di 2025 kita konversi ke B50, insyaallah kita tidak akan impor lagi. Tapi catatannya, produksi kita tidak boleh turun,” ujar Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 3 Juli 2025.

    Namun ia menegaskan, jika Indonesia tetap bertahan pada penggunaan campuran B40, maka impor solar masih diperlukan meski dalam jumlah terbatas.

    Adapun untuk tahun anggaran 2026, pemerintah mengusulkan volume LPG mencapai 8,31 juta metrik ton. Bahlil mengungkapkan bahwa subsidi energi, khususnya LPG tabung 3 kilogram, masih menyerap anggaran besar negara hingga mencapai Rp 87 triliun per tahun.

    “Kebijakan volume BBM bersubsidi dan LPG 3 kilogram pada tahun 2026 yaitu melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk minyak solar dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah dan LPG tabung 3 kilogram,” jelasnya.

    Namun demikian, pemerintah tengah membahas perubahan pendekatan subsidi LPG agar lebih tepat sasaran dan mengurangi potensi kebocoran. Salah satunya adalah skema satu harga untuk distribusi ke daerah.

    “Perpres-nya sedang kami bahas. Kita akan ubah metode agar kebocoran tidak terjadi. Termasuk kemungkinan menetapkan satu harga. Supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” ungkapnya.

    Bahlil menekankan pentingnya reformasi mekanisme subsidi LPG mengingat besarnya dana negara yang dikeluarkan setiap tahun.

    “Kalau harganya terus naik tanpa pengawasan yang baik, maka harapan negara dan realitas di lapangan jadi tidak sinkron,” ujarnya.

    Dalam rapat tersebut, Bahlil juga memaparkan struktur subsidi untuk minyak solar. Saat ini, harga keekonomian solar berada di kisaran Rp 10.343 per liter. Namun harga jual eceran di masyarakat hanya Rp 6.800 per liter.

    “Subsidi untuk solar kami usulkan tetap di angka Rp 1.000 per liter, seperti tahun sebelumnya,” ujarnya.

    Solar masih menjadi bahan bakar utama bagi sektor transportasi darat dan laut, kereta api, hingga usaha perikanan dan pertanian. Oleh karena itu, penyesuaian harga dan skema subsidi harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu produktivitas sektor-sektor strategis tersebut.

    Bahlil menegaskan bahwa konversi energi, pengurangan impor, serta penyesuaian subsidi adalah bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga ketahanan energi nasional tanpa mengorbankan anggaran negara secara berlebihan.

    “Kita harus menjaga kesinambungan fiskal, tetapi juga memastikan energi tetap terjangkau bagi rakyat. Itu kunci keseimbangan kebijakan energi ke depan,” pungkasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.