Logo
>

INDEF: Utang Indonesia Bengkak, Bunga Obligasi Tertinggi di ASEAN

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
INDEF: Utang Indonesia Bengkak, Bunga Obligasi Tertinggi di ASEAN

Poin Penting :

    KABRBURSA.COM – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J. Rachbini, menyoroti persoalan fiskal yang semakin tertekan oleh utang Indonesia.

    Menurutnya, utang Indonesia terus membengkak dari tahun ke tahun. Pembengkakan itu mulai dari nominal dan presentasenya. Dalam kurun waktu 14 tahun, total utang pemerintah naik 38,55 persen atau mencapai Rp8.473,90 triliun per September 2024

    “Dari tahun 2010 hingga 2024, rasio utang Indonesia terhadap PDB naik dari 26 persen menjadi 38,55 persen. Total utang pemerintah mencapai Rp8.473,90 triliun per September 2024,” kata Didik dalam keterangan tertulis, Kamis, 26 Desember 2024.

    Didik menilai kebijakan pemerintah di bidang ekonomi sebagai politik utang yang tidak sehat. Menurutnya, di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk, pemerintah memaksimumkan anggaran tanpa kontrol yang memadai.

    “Politik anggaran hanya refleksi dari politik yang sakit, demokrasi yang dikebiri dan dilumpuhkan selama 10 tahun ini,” terang dia.

    Menurut Didik, reputasi Indonesia yang dikenal gemar berutang mendorong kenaikan suku bunga obligasi, yang akhirnya membebani anggaran negara.

    “Suku bunga obligasi utang kita paling tinggi di ASEAN, mencapai 7,2 persen. Bandingkan dengan Thailand yang hanya 2,7 persen, Vietnam 2,8 persen, Singapura 3,2 persen, dan Malaysia 3,9 persen,” ungkapnya.

    Kenaikan suku bunga ini memaksa pemerintah menguras pajak rakyat dalam jumlah besar untuk membayar bunga utang. “Setiap tahun, untuk bunganya saja (tidak termasuk pokok) kita harus menguras pajak rakyat sebesar Rp441 triliun,” tambahnya.

    Belanja Non-Produktif Meningkat

    Didik menyoroti belanja pemerintah yang semakin didominasi oleh pembayaran bunga utang dan belanja non-produktif. Porsi belanja bunga utang naik pesat dari 11,09 persen pada 2014 menjadi 20,10 persen pada 2024. Menurutnya, kondisi ini bakal berdampak besar pada pemerintahan Prabowo.

    Sementara itu, belanja pegawai dan barang juga terus meningkat, dari 34 persen pada 2014 menjadi 36 persen pada 2024.

    “Belanja non-produktif semakin mendominasi, sedangkan belanja produktif semakin mengecil,” ujarnya.

    Pengurangan Beban Utang

    Seperti diberitakan sebelumnya, International Monetary Fund (IMF) tengah mempertimbangkan serangkaian opsi untuk meringankan beban utang yang dikenakan kepada negara-negara yang mencari dukungan keuangan.

    Rencana ini muncul sebagai tanggapan terhadap keluhan bahwa sistem biaya saat ini terlalu memberatkan, terutama bagi negara-negara yang berada dalam situasi keuangan yang sulit.

    Dewan eksekutif IMF mengadakan pertemuan untuk membahas potensi perubahan terhadap sistem surcharge yang diterapkan pada negara-negara peminjam. Surcharge adalah biaya tambahan yang dikenakan kepada negara-negara yang menggunakan lebih dari alokasi sumber daya IMF atau yang memakan waktu lebih lama untuk membayar kembali pinjaman.

    Menurut sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, belum ada keputusan akhir yang dibuat, dan opsi perubahan dapat diterapkan secara bersamaan atau terpisah.

    Terkait bentuk keringanan yang dipertimbangkan meliputi menaikkan ambang batas surcharge, mengurangi besaran surcharge dan menurunkan suku bunga surcharge.

    Sekadar informasi, saat ini IMF mengenakan suku bunga sebesar 200 basis poin (2 persen) pada pinjaman yang melebihi 187,5 persen dari “kuota” pembiayaan IMF suatu negara. Jika pinjaman tetap melebihi ambang batas tersebut setelah tiga tahun, suku bunga dapat meningkat menjadi 300 basis poin.

    Beberapa usulan yang tengah dipertimbangkan mencakup menaikkan ambang batas suku bunga yang lebih tinggi menjadi 300 persen dari kuota dan menurunkan suku bunga untuk utang yang telah melebihi ambang batas lebih dari tiga tahun.

    Sebagai pemegang saham terbesar IMF, Amerika Serikat menunjukkan kesediaan untuk mempertimbangkan perubahan ini. IMF sebelumnya menyatakan bahwa “sejumlah” direktur terbuka untuk meninjau kebijakan surcharge ini. Setiap perubahan yang diusulkan memerlukan dukungan 70 persen suara dari anggota IMF.

    Diskusi mengenai pengurangan biaya ini berlangsung menjelang pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia yang dijadwalkan pada minggu ketiga bulan Oktober. Kenaikan suku bunga yang telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir, sekarang di atas 8 persen untuk beberapa pinjaman, semakin menjadi sorotan.

    Kritikus, termasuk progresif di AS dan pemimpin negara lain seperti Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, menilai bahwa kondisi ini menciptakan beban berat bagi negara-negara yang justru membutuhkan bantuan.

    Besaran Utang Indonesia

    Utang Indonesia kembali menjadi sorotan di media sosial setelah pemerintah mengumumkan bahwa total utangnya per 30 April 2024 mencapai Rp8.338,43 triliun.

    Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memulai periode keduanya, total utang negara mengalami peningkatan signifikan sekitar Rp3.551,85 triliun. Pada tahun 2019, total utang berada di angka Rp4.786,58 triliun.

    Setelah 2019, utang terus meningkat. Pada tahun 2020, total utang meloncat menjadi Rp6.079,17 triliun, mencatatkan kenaikan 27,01 persen. Di tahun berikutnya, jumlah utang meningkat lagi menjadi Rp6.913,98 triliun, dan pada tahun 2022 mencapai Rp7.776,74 triliun. Pada tahun 2023, total utang mencatat angka Rp8.163,07 triliun.

    Walaupun utang pemerintah Indonesia terus mengalami kenaikan, penting untuk dicatat bahwa Indonesia tidak lagi memiliki utang kepada International Monetary Fund (IMF), yang telah dilunaskan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.