Logo
>

Pelaku Industri Batu Bara Minta Regulasi DMO Dikaji Ulang

API-IMA mengingatkan perlunya evaluasi terhadap regulasi harga jual DMO yang dinilai semakin membebani perusahaan batu bara nasional.

Ditulis oleh Dian Finka
Pelaku Industri Batu Bara Minta Regulasi DMO Dikaji Ulang
Sebuah alat berat merek tengah memuat batu bara ke truk angkut di area industri dengan latar belakang fasilitas pengolahan yang beroperasi. Foto: Dok. Kementerian ESDM.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (API-IMA), Hendra Sinadia, mengatakan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) tetap relevan dalam memastikan pasokan energi nasional. Namun, ia mengingatkan perlunya evaluasi terhadap regulasi harga jual DMO yang dinilai semakin membebani perusahaan batu bara nasional.

    “DMO itu wajib, kita semua sepakat itu. Kebutuhan energi dalam negeri harus didukung. Namun, yang menjadi permasalahan adalah harga jual yang tetap di angka USD70 per metrik ton, bahkan saat harga batu bara global mencapai USD400 per metrik ton,” ujar Hendra kepada KabarBursa.com di Jakarta, Jumat, 7 Maret 2025.

    Menurut Hendra, dengan harga yang terkunci di USD70, pemerintah memang mendapatkan keuntungan dari stabilitas harga domestik. Namun, di sisi lain, biaya produksi yang meningkat menjadi tantangan besar bagi pelaku industri.

    "Sudah delapan tahun harga ini diterapkan. Harusnya dari dulu sudah ditinjau ulang karena beban biaya produksi terus naik,” kata Hendra.

    Hendra pun menyoroti regulasi lain yang semakin membebani perusahaan batu bara, salah satunya adalah kewajiban pencampuran biodiesel B40 yang kini mengikuti mekanisme pasar.

    Sejak awal 2025, pemerintah menerapkan mekanisme harga pasar untuk Fatty Acid Methyl Ester (Fame), yaitu komponen utama dalam campuran biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit mentah (CPO). Sebelumnya, harga Fame ditetapkan pemerintah, tetapi kini mengikuti harga pasar, yang artinya biaya produksi biodiesel bisa naik jika harga CPO meningkat.

    Kebijakan ini langsung berdampak pada industri yang bergantung pada solar, seperti pertambangan batu bara. Sebab, mayoritas alat berat dan kendaraan operasional di sektor tambang masih menggunakan bahan bakar diesel yang telah dicampur dengan biodiesel. 

    Menurut Hendra, pencabutan harga Fame yang sebelumnya ditetapkan dan beralih ke harga pasar secara otomatis meningkatkan biaya operasional perusahaan. Kondisi ini, menurut dia, semakin menekan margin keuntungan serta membebani arus kas sehingga menyulitkan perusahaan batu bara untuk melakukan ekspansi dan investasi.

    Jika kondisi ini terus berlanjut, kata Hendra, industri batu bara bisa mengalami penurunan produksi akibat tingginya biaya operasional dan pajak. 

    “Kalau cash flow dan margin terbebani, perusahaan akan mengurangi stripping ratio. Dampaknya, ketahanan cadangan batu bara juga akan terganggu,” katanya.

    Dengan peran strategis batu bara sebagai salah satu penopang utama ekspor dan perekonomian nasional, Hendra mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dianggap membebani industri ini.

    “Regulasi harus lebih fleksibel dan realistis dengan kondisi pasar saat ini. Jika industri batu bara terus terpuruk, yang dirugikan juga negara,” kata Hendra.

    Pemerintah Siapkan Skema Baru DMO

    Di tengah desakan pelaku industri tersebut, pemerintah terus mematangkan skema pungut-salur dana kompensasi DMO batu bara melalui mekanisme Mitra Instansi Pemerintah (MIP). Langkah ini diambil untuk menyeimbangkan kepentingan pengusaha batu bara yang menginginkan kenaikan harga DMO dengan kebutuhan energi dalam negeri.

    Saat ini, perusahaan tambang wajib memasok minimal 25 persen dari total produksi ke pasar domestik, dengan harga DMO sebesar USD70 per metrik ton untuk sektor kelistrikan dan USD90 per metrik ton untuk industri. Namun, permintaan pengusaha agar harga DMO dinaikkan masih dalam pembahasan.

    “DMO itu akan ada aturan terkait bagaimana DMO yang pas,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, di Jakarta, Rabu, 5 Februari 2025, lalu, dikutip dari laman Indonesian Mining Association.

    Menurut Tri, format MIP akan menjadi solusi bagi produsen batu bara yang merasa terbebani dengan harga DMO yang lebih rendah dari harga pasar. Meski demikian, skema ini belum diterapkan dan pemerintah masih melakukan kajian lebih lanjut sebelum menetapkannya.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan perusahaan batu bara sebenarnya tetap bersedia memasok ke PLN, tetapi rendahnya harga DMO menjadi tantangan tersendiri bagi produsen. Untuk itu, pemerintah menyiapkan skema kompensasi guna menyeimbangkan selisih harga antara ekspor dan DMO.

    “Makanya dibutuhkan satu lembaga mediasi untuk menghimpun dana ekspor dan menyamakan harganya dengan DMO agar harganya seimbang,” kata Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, Senin, 3 Februari 2025, lalu.

    Bahlil juga menegaskan pemerintah belum berencana menaikkan harga DMO demi menjaga keberlanjutan PLN. Ia mengklaim pemerintah masih harus melindungi kepentingan PLN meski para pengusaha meminta harga DMO ini dinaikkan. "Kalau tidak, PLN lewat itu,” ujarnya.

    Dalam menjalankan skema pungut-salur dana kompensasi DMO batu bara, Kementerian ESDM telah menunjuk tiga bank BUMN sebagai pengelola Dana Kompensasi Batu Bara (DKB), yaitu Bank Mandiri (BMRI), Bank Negara Indonesia (BBNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI).

    Melalui skema ini, seluruh pemegang izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) akan diwajibkan membayar dana kompensasi ke bank pengelola DKB. Dana tersebut kemudian akan disalurkan kepada perusahaan yang memenuhi kewajiban DMO, setelah dikurangi PPN, biaya operasional, imbal jasa (fee), dan dana cadangan.

    Dengan skema ini, pemerintah berharap dapat menjaga keseimbangan harga batu bara antara kebutuhan energi nasional dan daya saing industri tambang, sekaligus memastikan pasokan energi tetap stabil bagi sektor kelistrikan dan industri domestik.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.