Logo
>

Inflasi AS dan Tantangan bagi Indonesia: Strategi di Tengah Persaingan Ketat

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Inflasi AS dan Tantangan bagi Indonesia: Strategi di Tengah Persaingan Ketat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Mengendalikan inflasi di Amerika Serikat masih menjadi tantangan besar, terutama dengan Donald Trump yang akan resmi kembali ke Gedung Putih pada 20 Januari mendatang. Sejumlah kebijakan baru diperkirakan akan segera diluncurkan, mempertegas posisi AS dalam mempertahankan daya tarik ekonominya. Dalam konteks ini, yield US Treasury dan Dollar Index diprediksi tidak akan melemah secara signifikan dalam waktu dekat.

    Kemungkinan The Federal Reserve menurunkan suku bunga bulan ini juga masih diragukan. Bahkan, beberapa analis meyakini langkah tersebut baru akan terjadi pada semester kedua tahun ini. Sementara itu, pemerintah AS dipastikan tetap agresif mencari pembiayaan baru melalui penerbitan obligasi dengan yield atraktif, menjaga posisi mereka di pasar global.

    Head of Research NH Korindo Liza Camelia menyoroti dampak kebijakan AS terhadap Indonesia, terutama terkait persaingan dalam menarik investasi asing. “Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan besar tahun ini. Utang luar negeri yang jatuh tempo, di satu sisi, dan kebutuhan untuk terus mendorong investasi masuk, di sisi lain, menjadi dua hal yang harus diimbangi secara bersamaan,” ujarnya. Seperti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 16 Januari 2025.

    Menurut Liza, langkah AS yang terus menawarkan obligasi dengan yield tinggi menambah beratnya persaingan di pasar modal global. "Investor akan cenderung memilih instrumen dengan risiko rendah tetapi return yang kompetitif, dan itu menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk tetap kompetitif," tambahnya.

    Pemerintah Indonesia juga dihadapkan pada keharusan menjaga stabilitas ekonomi domestik, sambil memastikan program-program strategis tetap berjalan. “Daya saing kita harus diperkuat. Kebijakan fiskal dan moneter perlu selaras untuk menciptakan kepercayaan pasar, termasuk melalui reformasi yang mendorong kemudahan investasi,” jelas Liza.

    Di tengah dinamika global yang tidak menentu, Indonesia perlu bergerak cepat dan strategis agar tidak kehilangan momentum. Stabilitas ekonomi yang kuat dan daya saing tinggi menjadi kunci agar Indonesia tetap bertahan dan bersaing di pasar internasional.

    Mayoritas Mata Uang Dunia

    Dolar Amerika Serikat melemah terhadap mayoritas mata uang utama dunia pada perdagangan Rabu waktu setempat, 15 Januari 2025, didorong oleh data inflasi yang lebih lemah dari perkiraan. Angka tersebut mengurangi kekhawatiran pasar tentang percepatan inflasi dan membuka peluang bagi Federal Reserve untuk memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini.

    Data yang dirilis oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan inflasi tahunan berdasarkan indeks harga konsumen (CPI) naik 2,9 persen hingga Desember 2024. Kenaikan ini sesuai ekspektasi pasar. Namun, inflasi inti yang tidak memperhitungkan harga makanan dan energi menunjukkan pelemahan dari bulan sebelumnya.

    Hal ini, bersamaan dengan laporan indeks harga produsen (PPI) yang diterbitkan sehari sebelumnya. Itu lah mengapa keduanya langsung memberikan tekanan pada nilai dolar.

    Indeks Dolar AS (Indeks DXY), yang membandingkan nilai greenback dengan sekeranjang enam mata uang utama lainnya, turun 0,2 persen menjadi 109,02. Angka ini semakin menjauh dari level tertinggi 26 bulan sebesar 110,17 yang sempat dicapai pada awal pekan. Penurunan ini juga dipengaruhi ekspektasi pasar bahwa The Fed mungkin melonggarkan kebijakan moneternya di tengah data ekonomi terbaru.

    Menurut Uto Shinohara, analis di Mesirow Currency Management, pasar menunjukkan sensitivitas yang meningkat terhadap data ekonomi AS dan wacana tarif baru yang dibawa Presiden terpilih Donald Trump. Presiden terpilih itu dijadwalkan kembali menjabat di Gedung Putih pekan depan, Senin, 20 Januari 2025, dan analis memperkirakan kebijakan tarifnya akan membawa dampak besar terhadap pertumbuhan dan inflasi domestik.

    Pada saat yang sama, nilai tukar dolar terhadap yen Jepang turun tajam sebesar 1 persen ke level 156,41 yen. Mata uang Jepang ini mengalami penguatan signifikan setelah komentar Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda, yang menyatakan kesiapan bank sentral untuk menaikkan suku bunga jika kondisi ekonomi dan harga terus menunjukkan perbaikan.

    Tidak hanya yen, mata uang poundsterling Inggris juga berhasil menguat terhadap dolar setelah laporan inflasi yang melambat secara tak terduga. Inflasi inti di Inggris mencatat penurunan tajam, memberikan angin segar bagi pemerintah dan Bank of England. Poundsterling naik 0,3 persen ke level USD1,2247, didukung oleh data ini.

    Helen Given, Direktur Monex USA, menjelaskan bahwa pergerakan besar pada pound dan yen sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan dan data domestik masing-masing negara. Ia juga menambahkan bahwa pasar tengah menunggu kejelasan mengenai dampak kebijakan perdagangan dan ekonomi pemerintahan Trump terhadap inflasi AS.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.