KABARBURSA.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti capaian inflasi Indonesia yang hanya berada di angka 1,55 persen pada November 2024. Menurutnya, tingkat inflasi ini termasuk yang terendah secara global, bahkan lebih rendah dari rata-rata target inflasi negara maju sebesar 2 persen.
"Indonesia berada di posisi yang baik dengan inflasi 1,55 persen, jauh di bawah target banyak negara. Ini menunjukkan daya beli masyarakat terjaga tanpa terkikis oleh lonjakan harga," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024.
Sri Mulyani membandingkan situasi inflasi global, di mana negara seperti India mencatat inflasi sebesar 6,2 persen, Rusia di angka 8,5 persen, dan negara-negara dengan kondisi ekonomi tidak stabil seperti Turki mencapai 47 persen serta Argentina yang melonjak hingga 193 persen.
“Inflasi kita yang terjaga ini mencerminkan optimisme dari sisi produksi dan konsumsi masyarakat. Ini penting untuk mendukung stabilitas ekonomi di tengah risiko global," tambahnya.
Sri Mulyani juga mencatat bahwa core inflation Indonesia berada di level 2,3 persen, tetap dalam rentang yang sehat. Optimisme ini turut tercermin dalam Indeks Keyakinan Konsumen pada November, yang menunjukkan masyarakat masih percaya terhadap prospek ekonomi ke depan.
Ia menegaskan, keberhasilan menjaga inflasi ini merupakan langkah strategis dalam memastikan stabilitas harga, terutama di tengah gejolak global yang sering kali memicu lonjakan harga secara tiba-tiba.
"Inflasi yang terkendali adalah fondasi penting untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tutupnya.
Catatan Bulan April
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa Indonesia berhasil mencatatkan inflasi rendah di angka 3 persen pada April 2024, menempatkannya sebagai negara dengan inflasi terendah ketiga di dunia. Posisi ini hanya kalah dari Korea Selatan yang mencatatkan inflasi 2,9 persen dan Jerman dengan 2,2 persen.
“Dibandingkan dengan negara seperti Afrika Selatan, India, Meksiko, dan Vietnam, inflasi kita jauh lebih rendah,” ujar Airlangga dalam Rapat Kerja Nasional Percepatan dan Pra-Evaluasi Proyek Strategis Nasional di Hotel Park Hyatt, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Mei 2024.
Tidak hanya itu, Indonesia juga menunjukkan ketahanan ekonomi yang luar biasa di tengah ketidakpastian global. Berdasarkan berbagai survei, probabilitas resesi Indonesia hanya 1,5 persen, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain seperti Jerman (60 persen), Thailand (30 persen), Korea Selatan (15 persen), dan China (12,5 persen).
“Dari segi probabilitas resesi, kita termasuk yang terendah di dunia. Ini menunjukkan ketahanan ekonomi kita yang kuat,” lanjut Airlangga.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami kenaikan signifikan di wilayah Timur. Tiga kelompok provinsi dengan pertumbuhan tertinggi adalah Maluku & Papua (12,15 persen), Sulawesi (6,35 persen), dan Kalimantan (6,17 persen). Pertumbuhan ini didorong oleh aktivitas pertambangan, industri logam, dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
“Ekonomi di wilayah Timur tumbuh pesat, terutama karena kegiatan pertambangan, industri logam, dan pembangunan IKN,” jelasnya.
Adapun Airlangga menyampaikan kondisi tersebut menunjukan bawah ekonomi Indonesia tetap stabil di tengah tekanan ekonomi global, seperti tingginya suku bunga dan risiko tensi geopolitik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11 persen pada kuartal pertama 2024, salah satu yang tertinggi di ASEAN.
“Artinya dengan pertumbuhan ekonomi 5,11 persen salah satu tertinggi di ASEAN dan inflasi kita salah satu terendah,” pungkas Airlangga.
Inflasi Bulan Agustus
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan pada Agustus 2024 Indonesia mengalami inflasi sebesar 2,12 persen secara tahunan atau year on year (yoy), bergerak stabil didorong oleh penurunan sebagian besar harga pangan.
Febrio berharap, dengan terkendalinya harga pangan menjadi sinyal positif sehingga semakin terjangkau masyarakat.
Meskipun demikian, pemerintah tetap mewaspadai potensi risiko musim kemarau yang dapat berdampak pada produksi beras dan hortikultura.
Febrio menyebut, koordinasi TPIP-TPID terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas harga pangan, serta mengantisipasi potensi kebencanaan dan cuaca ekstrem.
“Selain itu, komunikasi efektif terus dilakukan untuk mendukung terjaganya ekspektasi inflasi,” kata Febrio, Selasa 3 September 2024.
Berdasarkan komponen, inflasi inti mengalami kenaikan menjadi sebesar 2,02 persen secara yoy. Peningkatan ini didukung kenaikan inflasi pada kelompok pakaian dan alas kaki, perumahan, rekreasi, dan perawatan pribadi (termasuk emas).
Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) tercatat mengalami kenaikan, yaitu menjadi sebesar 1,68 persen secara yoy didorong oleh kenaikan harga BBM nonsubsidi dan rokok. Sementara itu, inflasi harga bergejolak (volatile food) melanjutkan tren penurunan, tercatat 3,04 persen secara yoy.
Penurunan harga pangan terutama didorong oleh pasokan yang melimpah seiring dengan masa panen serta turunnya biaya produksi seperti pakan jagung.
Beberapa komoditas yang tercatat mengalami penurunan harga, di antaranya bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras.
Purchasing Managers Index
Sementara itu, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 tercatat pada level 48,9. Hal ini tidak terlepas dari menurunnya kinerja sektor manufaktur global di tengah tekanan permintaan.
Pelemahan pertumbuhan ekonomi China, kawasan Eropa, dan Amerika Serikat (AS) harus semakin diantisipasi ke depannya.
Aktivitas manufaktur negara mitra dagang dan kawasan ASEAN juga mengalami tantangan yang sama, antara lain Amerika Serikat (48,0) dan Jepang (49,8).
Sedangkan negara tetangga seperti Malaysia dan Australia juga kembali mencatatkan PMI manufaktur yang terkontraksi masing-masing pada level 49,7 dan 48,5.
Dengan demikian, di tengah perlambatan PMI, Febrio optimis pergerakan manufkatur Indonesia masih terjaga dengan kinerja sejumlah leading industri di Tanah Air.
Industri makanan dan minuman serta kimia farmasi hingga triwulan II lalu konsisten tumbuh di atas 5 persen secara yoy.
“Bahkan, industri logam dasar tumbuh hingga 18,1 persen seiring proses hilirisasi yang semakin menunjukkan hasil,” kata dia
Kendati demikian, perhatian tetap diberikan kepada lagging industry yang mana menghadapi tantangan berat. Dalam hal ini industri padat karya seperti Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan Alas Kaki yang saat ini tengah menghadapi tantangan berat. Tidak hanya dari sisi kinerja ekspor, namun juga daya saing di pasar domestik yang tergerus produk impor.
“Pemerintah terus berupaya mendorong daya saing industri seperti ini dengan berbagai bauran kebijakan.” ujar Febrio.
Dia mengungkapkan, sebagai langkah menjaga daya saing produk TPT, pemerintah telah menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), di antaranya untuk pakaian dan aksesoris pakaian sampai dengan November 2024.
Sedangkan, tirai, kelambu tempat tidur, serta benang dari serat staple sintetik dan artifisial sampai dengan Mei 2026. Serta, kain dan Karpet sampai dengan Agustus 2027.
Sedangkan penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dikenakan untuk produk poliester staple fiber (benang) dari India, China, dan Taiwan sampai dengan Desember 2027.
“Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi dan meningkatkan daya saing industri TPT dalam negeri yang memiliki serapan tenaga kerja besar,” pungkasnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.