KABARBURSA.COM - Singapura digadang-gadang sedang membangun pelabuhan peti kemas terbesar di dunia. Pelabuhan itu diberi nama Pelabuhan Tuas.
Dengan luas daratan negaranya yang kecil, Singapura berusaha membangun pelabuhan ini di atas perairan dengan melakukan reklamasi skala besar.
Mengutip dari laman resmi Maritime and Port Authority (MPA) of Singapore, karena ukurannya yang teramat besar dan modern, Pelabuhan Tuas dibangun dalam empat fase.
Fase pertama telah selesai dan sudah dioperasikan sejak 1 September 2022.
Sementara, penyelesaian pembangunan pelabuhan secara keseluruhan ditargetkan akan rampung pada tahun 2040-an.
Jika keempat fase tersebut berhasil diselesaikan dan beroperasi secara penuh, Pelabuhan Tuas akan memiliki kapasitas penampungan 65 juta twenty-foot equivalent unit (TEUs), atau hampir dua kali lipat dari volume 37,5 juta TEUs Pelabuhan Tuas fase pertama yang sudah beroperasi saat ini.
Selain itu, Singapura juga mengoperasikan pelabuhan lainnya, yaitu Terminal Pasir Panjang yang kapasitasnya 34 juta TEUs setiap tahunnya.
Sebagai perbandingan, Tanjung Priok yang menjadi pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia, saat ini kapasitasnya sekitar 12 juta TEUs per tahun.
Kembali lagi Pelabuhan Tuas, ketika semua fase pembangunan selesai, akan ada 66 lokasi bongkar muat peti kemas yang membentang sepanjang 26 kilometer. Total luasnya bahkan mencapai 1.337 hektare.
Sebagai informasi, MPA Singapore memulai pekerjaan reklamasi untuk Pelabuhan Tuas Tahap 1 pada bulan Februari 2015 dan menyelesaikannya pada bulan November 2021. Pekerjaan reklamasi membutuhkan total 34 juta jam kerja, dengan melibatkan lebih dari 450 perusahaan. Pekerjaan perbaikan tanah untuk lahan seluas 414 hektare, termasuk 294 hektar lahan yang baru direklamasi.
Pengerjaan lainnya yakni pembuatan dan pemasangan 221 caisson (struktur yang digunakan untuk melapisi dinding dermaga) setinggi 10 lantai yang masing-masing berbobot 15.000 ton untuk membentuk tanggul sepanjang 8,6 km. Lalu pengerjaan Pendalaman dasar laut untuk menampung kapal-kapal besar di masa mendatang.
Pekerjaan reklamasi Pelabuhan Tuas Tahap 2 dimulai pada Maret 2018. MPA telah menyelesaikan semua pembuatan caisson pada April 2022.
Dari yang sudah berjalan saat ini, operasi pelabuhan di Pelabuhan Tuas Tahap 1 memiliki 21 tempat berlabuh air dalam yang dapat menangani 20 juta TEUs setiap tahunnya saat beroperasi penuh pada tahun 2027.
Dua tempat berlabuh pertama di Pelabuhan Tuas Tahap 1 mulai beroperasi pada Desember 2021 sesuai jadwal, dan tiga tempat berlabuh lagi mulai beroperasi pada Desember 2022.
Operator pelabuhan peti kemas Singapora, PSA, ditargetkan untuk memindahkan semua operasi mereka di Terminal Tanjong Pagar, Keppel, dan Brani ke Pelabuhan Tuas pada tahun 2027.
Penjelasan Jokowi soal Ekspor Pasir Laut
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan agar tidak ada kesalahpahaman perihal kebijakan pembukaan ekspor sedimen laut yang sebelumnya telah dilarang selama 20 tahun.
Menurut Jokowi, yang diperbolehkan untuk diekspor adalah hasil sedimentasi laut, bukan pasir laut yang dipahami publik.
"Itu bukan pasir laut, yang dibuka adalah sedimen. Sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal," kata Jokowi di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa, 17 September 2024.
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan belum lama ini mengeluarkan peraturan perihal ekspor pasir alam hasil sedimentasi di laut. Aturan ini tercantum dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Nomor 21 Nomor 2024, yang menjadi perubahan atas aturan sebelumnya tentang barang yang dilarang untuk diekspor.
Peraturan ini mulai berlaku sejak 29 Agustus 2024 dan efektif setelah 30 hari kerja.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menjelaskan ekspor hasil sedimentasi laut hanya bisa dilakukan jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.
Adapun jenis pasir laut yang boleh diekspor adalah pasir alam dari hasil pembersihan sedimentasi laut dengan kriteria tertentu seperti ukuran butiran dan kadar logam.
Selain itu, Isy Karim menjelaskan, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dan eksportir untuk bisa mengekspor sedimen laut.
Katanya, pelaku usaha harus ditetapkan sebagai Eksportir Terdaftar (ET), memiliki Persetujuan Ekspor (PE), dan Laporan Surveyor (LS).
"Selain itu, mereka juga diwajibkan memiliki Izin Pemanfaatan Pasir Laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Izin Usaha Pertambangan dari Kementerian ESDM.
Ketentuan lainnya, eksportir harus membuat surat pernyataan bermaterai yang menyatakan pasir hasil sedimentasi yang diekspor berasal dari lokasi pengambilan sesuai titik koordinat yang telah diizinkan.
Mereka juga perlu mendapatkan Rekomendasi Ekspor Pasir Hasil Sedimentasi dari KKP dan memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui mekanisme domestic market obligation (DMO).
Isy berharap pelaku usaha dan eksportir dapat menjalankan kegiatan ekspor sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. (*)