KABARBURSA.COM - Memiliki rumah sendiri memang menjadi impian banyak orang, terutama di kawasan Jakarta di mana harga properti tergolong tinggi. Selain harga yang mahal, calon pembeli juga perlu mempertimbangkan biaya tambahan seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
BPHTB adalah pungutan yang dikenakan pada saat seseorang atau perusahaan memperoleh hak atas tanah dan bangunan, baik melalui transaksi jual beli, hibah, warisan, atau program pemerintah lainnya terkait pendaftaran tanah. Pungutan ini diatur oleh pemerintah dan menjadi bagian penting dalam transaksi properti.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2023 memberikan kebijakan untuk meringankan beban masyarakat dalam memperoleh rumah pertama mereka melalui pembebasan BPHTB. Berikut adalah poin penting dari kebijakan tersebut:
- Pembebasan BPHTB bagi Wajib Pajak Individu
Kebijakan ini berlaku khusus untuk pemohon yang merupakan wajib pajak perorangan, bertujuan untuk mendukung masyarakat dalam mendapatkan hak atas tanah dan bangunan mereka.
- Pembebasan BPHTB Seratus Persen untuk Perolehan Hak Pertama Kali
Pemohon yang memenuhi syarat tidak perlu membayar BPHTB untuk transaksi pertama kali dalam memiliki properti. Ini berlaku untuk berbagai bentuk perolehan hak, termasuk jual beli, hibah, atau warisan.
- Pembebasan BPHTB untuk Rumah Tapak dengan NPOP hingga Rp2 Miliar
Pembebasan BPHTB berlaku untuk objek berupa rumah tapak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sampai dengan Rp2 miliar. Ini berarti jika nilai properti tidak melebihi angka tersebut, pemohon bisa mendapatkan pembebasan BPHTB.
Kebijakan ini juga mengatur bahwa jika ada lebih dari satu penerima hak secara bersamaan, pembebasan BPHTB tetap dapat diberikan asalkan salah satu penerima memenuhi syarat sebagai pemohon pertama kali. Namun, setelah menerima pembebasan BPHTB, penerima tidak bisa lagi mendapatkan pembebasan untuk transaksi berikutnya.
Dengan adanya kebijakan ini, masyarakat Jakarta diharapkan lebih terbantu dalam memiliki rumah pertama mereka tanpa terbebani biaya tambahan dari BPHTB, yang sering kali menjadi salah satu hambatan utama dalam transaksi properti.
Mengajukan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di DKI Jakarta dapat dilakukan dengan beberapa langkah sederhana. Berikut adalah prosedur yang harus diikuti:
- Pengajuan Permohonan
Pembebasan BPHTB dapat diajukan oleh wajib pajak atau kuasanya. Permohonan ini menjadi dasar untuk mendapatkan pembebasan dari pungutan BPHTB.
- Pengajuan Secara Elektronik
Permohonan pembebasan BPHTB diajukan bersamaan dengan pelaporan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB. Pelaporan ini dilakukan secara elektronik melalui situs ebphtb.jakarta.go.id.
- Penyertaan Dokumen Surat Pernyataan
Saat mengisi SSPD BPHTB, pemohon harus melampirkan hasil pindai surat pernyataan. Surat pernyataan ini harus sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2023.
- Persyaratan Tambahan untuk Program Nasional
Untuk perolehan hak pertama kali yang dilakukan melalui program nasional pemerintah di bidang pendaftaran tanah, diperlukan persyaratan tambahan. Pemohon harus menyertakan hasil pindai sertifikat hak atas tanah yang diperoleh melalui program nasional tersebut dalam permohonan pembebasan BPHTB.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, Anda dapat mengajukan permohonan pembebasan BPHTB dengan mudah dan memastikan bahwa semua dokumen yang diperlukan sudah disertakan.
Pentingnya BPHTB pada PBB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memainkan peran krusial dalam regulasi transaksi properti. Sebagai instrumen penting, BPHTB tidak hanya membantu memastikan pemerataan pembangunan tetapi juga berfungsi sebagai alat kontrol pasar properti serta menjadi sumber pendapatan signifikan bagi pemerintah daerah, termasuk di provinsi DKI Jakarta.
Kebijakan pembebasan BPHTB, terutama untuk perolehan hak pertama kali, merupakan langkah strategis yang berdampak positif bagi sektor properti. Ini memberikan dorongan bagi pertumbuhan pasar properti yang berkelanjutan dan memperluas akses kepemilikan properti bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang baru pertama kali memiliki properti.
Dengan pembebasan BPHTB pada transaksi properti pertama kali untuk nilai perolehan objek pajak hingga batas tertentu, pemerintah daerah turut berperan aktif dalam memfasilitasi inklusi properti dan mendorong aktivitas ekonomi yang lebih luas. Kebijakan ini juga selaras dengan komitmen pemerintah untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat, memperkuat sektor properti, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pada akhirnya, BPHTB bukan hanya sekadar pajak, tetapi juga alat kebijakan yang bisa mendorong pengelolaan properti yang lebih baik dan inklusif, serta memastikan bahwa pembangunan properti memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat dan ekonomi daerah.(*)