Logo
>

Jakarta Terbanyak Kasus PHK, 14.501 Orang Kehilangan Pekerjaan

Ditulis oleh KabarBursa.com
Jakarta Terbanyak Kasus PHK, 14.501 Orang Kehilangan Pekerjaan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Provinsi DKI Jakarta mencatat jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), hingga 15 November 2024, tercatat 14.501 pekerja di Jakarta kehilangan pekerjaan.

    Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho mengungkapkan sektor padat karya menjadi penyumbang utama PHK terbesar. Sedangkan, sektor industri makanan, minuman, dan otomotif dilaporkan masih stabil.

    “Kebanyakan PHK terjadi di sektor padat karya. Sementara sektor makanan, minuman, dan otomotif masih cukup baik,” kata Hari saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Kamis, 21 November 2024.

    Untuk membantu para pekerja terdampak, Disnakertransgi menjalankan sejumlah inisiatif seperti pelatihan kerja dan pameran kesempatan kerja melalui Jaknaker Expo.

    Program ini bertujuan agar pekerja yang terdampak dapat mengembangkan keterampilan baru dan kembali bekerja di sektor lain.

    “Kami memberikan pelatihan, misalnya untuk mereka yang sebelumnya bekerja di sektor garmen. Mereka bisa beralih ke bidang lain, seperti otomotif atau pendingin. Setelah mendapatkan pelatihan dan sertifikat, mereka diharapkan dapat bekerja kembali,” jelas Hari.

    Selain itu, Disnakertransgi juga akan mengevaluasi kendala batas usia kerja yang kerap menjadi hambatan bagi para pencari kerja. Evaluasi ini akan dilakukan bersama Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah pusat.

    “Kami akan mengkaji masalah batas usia kerja ini melalui tim LKS Tripartit. Hasilnya akan kami laporkan kepada pemerintah pusat,” ujarnya.

    Sebagai informasi, Kemenaker mencatat total 64.288 pekerja terkena PHK sejak awal 2024 hingga November. Selain Jakarta, Jawa Tengah dan Banten menjadi wilayah dengan angka PHK tertinggi, masing-masing sebanyak 12.492 dan 10.702 pekerja.

    Tingkat Pengangguran di RI Masih Tinggi

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih berada pada angka yang cukup tinggi.

    Berdasarkan data terbaru, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,5 juta orang.

    “Secara nasional, kita dihadapkan pada tantangan tingkat pengangguran yang masih tinggi, yakni sekitar 7,5 juta orang di seluruh Indonesia,” kata Yassierli di Jakarta, Kamis, 22 November 2024.

    Menurut Yassierli, tingginya angka pengangguran ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah rendahnya keterampilan sumber daya manusia (SDM) serta ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan kemampuan yang dimiliki pencari kerja baru.

    “Menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan siap pakai adalah tantangan besar bagi kita semua. Namun, ini sekaligus menjadi motivasi bagi Kementerian Ketenagakerjaan. Tugas ini sangat mulia,” katanya.

    Ia juga menyoroti kondisi perekonomian nasional yang turut memperburuk situasi pengangguran. Deflasi yang berlangsung dari Mei hingga Oktober 2024, serta tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), disebutnya sebagai faktor signifikan yang berkontribusi pada tingginya tingkat pengangguran.

    “Kondisi ekonomi kita, jika meminjam istilah Ibu Sri Mulyani, memang sedang tidak baik-baik saja. Deflasi dari Mei hingga Oktober, ditambah dengan tingginya angka PHK, menjadi penyebab signifikan,” jelas Yassierli.

    Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa persoalan pengangguran tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), melainkan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk sektor industri dan kementerian lainnya.

    “Masalah pengangguran bukan hanya tanggung jawab Kementerian Ketenagakerjaan semata, tetapi perlu sinergi antar semua pihak,” pungkasnya.

    Tertinggi di ASEAN

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,2 juta orang per Februari 2024. Tertinggi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).

    Angka ini diklaim turun sebanyak 790.000 orang dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana jumlah pengangguran tercatat sebanyak 7,99 juta orang.

    “Dibandingkan Februari 2023, jumlah angkatan kerja bertambah 2,76 juta orang, jumlah penduduk yang bekerja meningkat 3,55 juta orang, dan jumlah pengangguran berkurang 790.000 orang,” demikian kutipan dari pemberitahuan resmi Statistik BPS Nomor 36/05/Th.XXVII yang dikutip Rabu, 25 September 2024.

    Penurunan jumlah pengangguran ini sejalan dengan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang juga melandai menjadi 4,82 persen pada Februari 2024, turun 0,63 persen dari 5,45 persen pada Februari 2023.

    Secara lebih rinci, TPT untuk laki-laki pada Februari 2024 tercatat sebesar 4,96 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan TPT perempuan yang sebesar 4,6 persen.

    Sedangkan, berdasarkan lokasi tempat tinggal, pengangguran di wilayah perkotaan tercatat jauh lebih tinggi, yaitu 5,89 persen, dibandingkan dengan wilayah pedesaan yang berada di angka 3,37 persen.

    Sementara dari segi usia, kelompok usia muda, yaitu antara 15-24 tahun, menjadi penyumbang terbesar dalam angka pengangguran dengan TPT mencapai 16,42 persen. Untuk kelompok usia lanjut, 60 tahun ke atas, mencatatkan angka terendah dengan TPT sebesar 1,14 persen.

    Namun, data Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia berada di posisi puncak di antara enam negara di kawasan ASEAN.

    Berdasarkan data IMF per April 2024, tingkat pengangguran Indonesia berada di angka 5,2 persen, sedikit lebih tinggi dari Filipina yang sebesar 5,1 persen, dan Brunei Darussalam sebesar 4,9 persen.

    Sedangkan jumlah pengangguran di Malaysia sebesar 3,52 persen, Vietnam sebesar 2,1 persen, Singapura sebesar 1,9 persen, dan Thailand sebesar 1,1 persen.

    Selain itu, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) masih membayangi berbagai sektor industri di Indonesia. Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan bahwa sebanyak 46.240 tenaga kerja mengalami PHK dalam periode Januari hingga Agustus 2024.

    Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan jumlah pengangguran di Tanah Air pada periode pertama pemerintahannya (2014-2019) menurun. Data yang dirilis BPS menunjukkan penurunan walau tidak signifikan.

    Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Jokowi bersama Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla (JK) memasang target angka pengangguran di akhir periode pertama turun ke level 4-5 persen.

    Dalam satu tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sempat naik dari 5,81 persen di Februari 2015 menjadi 6,18 persen di Agustus 2015 atau sekitar 7,56 juta orang. Namun setelah itu, tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan tren pengangguran.

    Pada 2016 TPT tercatat sebesar penurunan menjadi 5,16 persen, 2017 turun menjadi 5,5 persen, 2018 turun ke 5,3 persen, dan 2019 turun ke angka 5,23 persen.

    Untuk diketahui, jumlah TPT pada pemerintahan Jokowi-JK juga merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya yang dipimpin oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu sebesar 5,94 persen pada Agustus 2014.

    Sebagai pengingat, Jokowi-JK dilantik periode sebagai Presiden/Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2014. Dapat dikatakan, tingkat pengangguran pada pemerintahan pertama Jokowi bisa dikatakan relatif konstan atau berada pada kisaran rata-rata 5 persen.

    Pada periode keduanya, 2019-2024, Jokowi yang berpasangan dengan Ma’ruf Amin berhasil menurunkan angka pengangguran ke angka 4,82 persen pada Februari 2024. Namun perlu dilihat juga dalam perjalanannya angka pengangguran di periode kedua ini terbilang tidak mudah karena mengalami terjadi pandemi COVID-19.

    Menurut data BPS, angka TPT terbesar dalam kurun waktu lima tahun terakhir tercatat pada Agustus 2020 atau awal masa pandemi COVID-19. Pada saat itu, jumlah TPT menyentuh angka 7,07 persen dari total angkatan kerja. Angka ini naik sekitar 1,79 persen poin dari tahun sebelumnya.

    Pada 2020, BPS juga mencatat bahwa terdapat 29,12 juta orang atau 14,28 persen penduduk usia kerja yang terdampak COVID-19. Dari total 29,12 juta orang tersebut, tercatat pengangguran karena COVID-19 sejumlah 2,56 juta orang, Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena COVID-19 sebanyak 0,76 juta orang, tidak bekerja karena COVID-19 sebanyak 1,77 juta orang, dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 sebanyak 24,03 juta orang.

    Meski lonjakan mencapai 7,07 persen di 2020, setahun berikutnya atau pada 2021 Jokowi-Ma’ruf Amin berhasil menekan angka pengangguran menjadi 6,49 persen.

    Penurunan secara konsisten terus berlangsung, dimulai pada tahun 2022 dengan penurunan sebesar 5,86 persen. Tren ini berlanjut pada tahun 2023, di mana angka tersebut turun lagi menjadi 5,32 persen. Hingga pada bulan Februari 2024, angka penurunan mencapai level 4,82 persen. Pola ini menggambarkan penurunan bertahap dari tahun ke tahun, mencerminkan tren yang bergerak ke arah penurunan berkelanjutan selama periode tersebut. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi