Logo
>

Jokowi Sebut Potensi Ekonomi Hijau Indonesia sangat Besar

Ditulis oleh KabarBursa.com
Jokowi Sebut Potensi Ekonomi Hijau Indonesia sangat Besar

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dunia saat ini sedang bertransformasi ke ekonomi hijau. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa Indonesia tidak ingin kehilangan momentum.

    Kata Jokowi, Indonesia memiliki potensi besar di sektor energi hijau, yaitu sekitar lebih 3.600 GW, baik dari energi air, matahari, panas bumi, gelombang laut dan bio energi.

    “Kita terus konsisten mengambil bagian dalam langkah dunia melakukan transisi energi secara hati-hati dan bertahap,” kata Jokowi dalam Pidato Kenegaraan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.

    Jokowi memaparkan, transisi energi yang ingin diwujudkan adalah transisi Nusantara Baru Indonesia Maju Energi yang berkeadilan, yang terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat.

    Sebelumnya, Jokowi pernah menyampaikan Indonesia punya kekuatan besar untuk mengembangkan ekonomi hijau. Indonesia memiliki sumber daya energi yang diyakini berdaya saing tinggi.

    “Kita punya hampir semua jenis energi hijau, mulai dari energi panas bumi, energi surya, energi air, energi angin, dan energi ombak. Kita juga punya hasil kebun yang bisa diolah menjadi biodiesel, bioetanol, dan bioavtur,” ujarnya.

    Dengan potensi kekayaan alam yang melimpah dan beragam di Indonesia, Jokowi menyatakan keyakinannya bahwa negara ini memiliki peluang besar untuk menarik investasi di sektor industri hijau.

    Menurutnya, pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan ramah lingkungan akan menjadi daya tarik utama bagi para investor global yang semakin peduli terhadap isu-isu lingkungan. Oleh karena itu, Jokowi menegaskan pentingnya melanjutkan upaya transisi energi yang sudah mulai berjalan.

    Dia menekankan bahwa transformasi ini harus terus didorong agar Indonesia bisa memainkan peran kunci dalam perekonomian global yang berfokus pada energi bersih dan berkelanjutan, sekaligus mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang selama ini mendominasi.

    Jokowi juga menegaskan bahwa keberlanjutan proses transisi energi ini akan menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional, dengan harapan dapat menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan industri hijau yang berdaya saing tinggi di pasar internasional.

    “Kekuatan energi hijau ini akan mengundang industri hijau akan mengundang pembiayaan ekonomi hijau, menghasilkan green food pangan hijau dan membuka peluang-peluang bagi green jobs, menyejahterakan dan sekaligus berkelanjutan. Maka dari itu transisi energi harus dilanjutkan," ujarnya.

    Butuh Investasi Besar

    Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, untuk melakukan transisi energi membutuhkan investasi yang besar dan tidak cukup diselesaikan dalam waktu lima tahun.

    “Transisi energi ini merupakan pekerjaan besar, yang membutuhkan investasi sangat besar, dan tidak akan tuntas hanya dalam waktu tiga sampai lima tahun,” kata Bamsoet di dalam Sidang Tahunan MPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.

    Selain itu, lanjut Bamsoet, dalam rangka transisi energi, Indonesia juga berkomitmen secara bertahap menekan emisi gas rumah kaca, dengan mengurangi porsi penggunaan energi fosil.

    “Kita mulai beralih pada energi baru dan terbarukan,” tuturnya.

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya mendorong investasi di sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Salah satunya melalui aturan baru terkait relaksasi ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

    Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menjelaskan relaksasi ketentuan TKDN ditujukan untuk mempercepat pengembangan EBT di Indonesia. Pasalnya, pendanaan hingga hibah dari luar negeri untuk proyek EBT selama ini terhambat pada aturan TKDN.

    Sementara, apabila mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, kebutuhan investasi yang dibutuhkan untuk proyek EBT hingga 2030 mencapai USD55,18 miliar atau Rp876 triliun.

    “Kalau dihitung berdasarkan RUPTL hingga tahun 2030 pun, kita masih kekurangan investasi sebesar USD55,18 miliar. Nah, ini tentu saja pencapaiannya tidak mudah,” kata Eniya, Selasa, 13 Agustus 2024.

    Oleh sebab itu, ia berharap dengan adanya aturan ketentuan TKDN, dapat mengakselerasi percepatan investasi berbagai proyek EBT di Indonesia. Mengingat, masih terdapat gap penambahan pembangkit berbasis EBT hingga 7,4 Gigawatt (GW) pada 2025.

    “Tahun depan saja, kita masih kurang 7,4 gigawatt. Jadi ini yang menjadi salah satu hambatan belum tercapai energi baru terbarukan di tanah air kita. Jadi sampai the next satu tahun saja kita perlu 7,4 gigawatt,” ujarnya.

    Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, hingga Juni 2024, realisasi investasi di sektor EBT telah mencapai USD565 juta atau sekitar 45,9 persen dari target tahunan sebesar USD1,232 miliar. Sektor panas bumi dan aneka EBT menjadi penyumbang terbesar dalam investasi ini.

    “Nah, kita melihat untuk tahun ini saja capaian investasi dari energi baru terbarukan itu masih mencapai hanya 46 persen dari target satu tahun. Jadi ini pun masih banyak hal yang harus kita lakukan, terobosan,” ujarnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi