KABARBURSA.COM - Nama Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung, menjadi perhatian setelah terjerat dalam skandal suap perihal pengurusan kasasi Ronald Tannur, anak mantan Anggota DPR RI Edward Tannur. Ronald adalah terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti, di Surabaya beberapa waktu lalu. Meski didakwa melanggar pasal pembunuhan dan penganiayaan, Ronald divonis bebas dalam putusan yang menuai kritik publik. Kasus ini menyeret Zarof, di mana penyidik menemukan uang tunai berbagai mata uang dan 51 kilogram emas di rumahnya dengan total nilai sekitar Rp996 miliar.
Tak hanya itu, Ronald juga memiliki harta kekayaan yang menggunung. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan Zarof, terungkap m kekayaannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Data menunjukkan bahwa pada akhir masa jabatannya pada 2021, total harta kekayaan Zarof mencapai Rp51,42 miliar. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, angkanya tidak sebesar itu.
Rincian Kekayaan Zarof Berdasarkan LHKPN:
- Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana - Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (2007): Rp6.352.252.924
- Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (2016): Rp36.451.622.150
- Menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (2018): Rp43.281.907.696
- Menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (2018): Rp43.304.011.633
- Menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (2019): Rp50.866.930.729
- Menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (2021): Rp51.419.972.176
- Menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (2022): Rp51.175.404.981
Dari data tersebut, terlihat peningkatan signifikan dari tahun 2007 ke 2017. Lompatan terbesar terjadi antara 2007 ke 2018, di mana kekayaannya melonjak dari Rp6,35 miliar menjadi lebih dari Rp43 miliar. Sementara itu, dari tahun 2018 hingga 2021, kekayaannya tetap bertambah meskipun tidak secepat sebelumnya, mencapai angka lebih dari Rp51 miliar.
Kronologi Kasus Suap dan Penangkapan
Penangkapan Zarof Ricar terkait dugaan permufakatan jahat dalam kasus suap pengurusan kasasi Ronald Tannur menambah panjang daftar kasus korupsi di lembaga peradilan Indonesia. Pada 24 Oktober 2024, Zarof ditangkap oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Hotel Le Meridien Bali. Penangkapan tersebut dilakukan setelah penyidik menemukan bukti bahwa Zarof diduga menerima suap untuk memastikan putusan kasasi Ronald tetap memihak klien tersebut.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, dalam konferensi persnya menyatakan bahwa penangkapan dilakukan di Bali karena saat itu Zarof berada di sana. Dalam operasi tersebut, penyidik menggeledah rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta. Dari rumahnya, ditemukan uang tunai dalam berbagai pecahan mata uang serta emas batangan dengan berat total 51 kilogram, yang jika dikonversikan bernilai sekitar Rp996 miliar.
Peran dalam Skandal Suap
Berdasarkan keterangan yang disampaikan, Zarof bersekongkol dengan Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur, untuk memastikan bahwa hakim agung tetap memberikan putusan yang menguntungkan bagi kliennya dalam kasasi. Sebagai imbalannya, Lisa menjanjikan fee sebesar Rp5 miliar untuk hakim dan Rp1 miliar untuk Zarof. Namun, Zarof meminta agar uang tersebut diberikan dalam bentuk mata uang asing. Setelah ditukar, uang itu kemudian disimpan di brankas di rumahnya.
Dari catatan yang ditemukan, ternyata praktik ini bukan pertama kali dilakukan Zarof. Penyidik menemukan bahwa Zarof telah mengumpulkan gratifikasi sejak tahun 2012 hingga 2022, dengan modus yang hampir serupa dalam pengurusan berbagai kasus di Mahkamah Agung.
Tambahan Aset yang Terungkap
Selain uang tunai yang disita di rumah Zarof, penyidik juga menemukan sejumlah aset properti dan kendaraan mewah yang telah dilaporkan dalam LHKPN. Namun, peningkatan nilai kekayaan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir menjadi perhatian khusus. Dengan nilai properti, kendaraan, serta aset bergerak lainnya yang tercatat dalam laporan terakhirnya, banyak pihak bertanya-tanya apakah semua itu murni dari hasil kerja atau ada sumber lain yang tidak dilaporkan.
Pertanyaan yang Masih Menggantung
Penangkapan Zarof dan Lisa Rahmat membawa perhatian publik ke praktik-praktik kotor di lembaga peradilan. Apakah benar Zarof hanya bertindak sebagai perantara dalam kasus Ronald Tannur? Apakah ada pejabat lain yang juga terlibat dalam praktik serupa? Pertanyaan-pertanyaan ini masih terus didalami oleh Kejaksaan Agung, dan pihak berwenang berjanji akan melakukan penegakan hukum yang transparan dan tegas.
Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, melalui Harli Siregar, menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar upaya mencari panggung. Ini adalah bagian dari penegakan hukum dan keterbukaan informasi kepada publik. Harli berharap kasus ini menjadi pembelajaran bahwa tidak ada ruang untuk praktik korupsi di lembaga negara, terlebih di lembaga hukum tertinggi seperti Mahkamah Agung.(*)