KABARBURSA.COM — Pemerintah terus memperkuat pengawasan ekspor timah nasional. Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, mengatakan ekspor timah kini tak lagi bisa dilakukan sembarangan.
Seluruh proses perizinan dan pelaporan wajib memenuhi sejumlah ketentuan yang telah dipertegas dalam sistem regulasi baru yang semakin ketat dan terintegrasi.
“Untuk melakukan ekspor timah, pelaku usaha wajib memiliki dua jenis perizinan utama, yakni sebagai eksportir terdaftar serta mendapatkan persetujuan ekspor atau biasa disebut sebagai BE, dilengkapi dengan laporan surveior sebagai dokumen pelengkap,” tegas Isy dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di Kompeks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 19 Mei 2025.
Isy menjelaskan untuk bisa menjadi eksportir timah, pelaku usaha harus memiliki status resmi dalam sistem Minerba. Ia menyebut ekspor hanya diperbolehkan bagi pihak yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), pemilik smelter, atau pengelola konsentrat timah yang telah terdaftar dalam sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) milik Kementerian ESDM.
Tak hanya itu, eksportir juga harus mengantongi surat keterangan status penyelesaian kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Surat ini dikeluarkan oleh Kementerian ESDM sebagai bukti bahwa eksportir tidak memiliki tunggakan PNBP.
“Ini penting untuk memastikan bahwa setiap eksportir tidak menunggak kewajiban pembayaran kepada negara. Hanya yang bersih dan patuh yang boleh mengekspor,” kata Isy.
Selain itu, volume ekspor yang diajukan juga harus sesuai dengan alokasi yang tercantum dalam Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang juga diterbitkan oleh Kementerian ESDM.
Perketat Hilir, Perkuat Pengawasan
Isy mengatakan Kementerian Perdagangan juga melakukan pengawasan ketat di sisi hilir perdagangan timah. Salah satunya melalui kewajiban verifikasi teknis terhadap timah yang akan diekspor.
“Kami memastikan bahwa timah yang akan diekspor sesuai spesifikasi teknis berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan. Ini dilakukan melalui kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor (VPTE) oleh surveior independen yang telah ditunjuk,” terang Isy.
Laporan hasil verifikasi oleh surveior ini menjadi dokumen wajib sebelum barang keluar pelabuhan. Hal ini untuk mencegah ekspor barang yang tidak sesuai standar atau dokumen.
Selain itu, pelaku usaha juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasi ekspor setiap bulan. “Ini menjadi bagian dari pengawasan terhadap kesesuaian volume dengan alokasi ekspor yang telah diberikan,” katanya.
Guna memperkuat pengawasan dan menutup celah manipulasi, Kemendag kini telah mengintegrasikan sistem perizinan Inatrade dengan Sistem Nasional Neraca Komoditas (SINSW) dan sistem kepabeanan milik Bea Cukai.
“Dengan sistem yang terintegrasi ini, pengawasan dapat dilakukan secara real time. Potensi manipulasi data bisa ditekan, dan efisiensi administrasi juga meningkat,” jelas Isy.
Kemendag juga melakukan monitoring dan evaluasi berkala kepada seluruh eksportir timah maupun lembaga surveior. Evaluasi ini mencakup kelengkapan dokumen dan konsistensi proses verifikasi teknis di lapangan.
“Kalau ditemukan pelanggaran, baik itu dalam proses perizinan maupun hasil evaluasi surveior, maka izin ekspor bisa dibekukan bahkan dicabut,” tegasnya.
Regulasi Diperbarui, Hilirisasi Didorong
Tidak berhenti di situ, Kemendag juga sedang melakukan pembenahan besar-besaran terhadap regulasi ekspor timah. Menurut Isy, langkah ini bertujuan memberikan kejelasan prosedur, syarat teknis, dan legalitas bagi para eksportir.
“Kami ingin ekspor timah benar-benar sehat, terstruktur, dan menguntungkan bagi negara. Karena itu, peraturan sedang kami sempurnakan agar tidak ada lagi celah abu-abu,” ungkapnya.
Isy juga mengungkapkan Kemendag tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian dalam merevisi aturan ekspor timah industri. Tujuannya adalah untuk mendorong hilirisasi produk timah, bukan hanya ekspor dalam bentuk timah murni batangan.
“Ke depan, kami ingin ekspor tidak hanya dari timah batangan, tapi juga dari produk hilir seperti solder, logam paduan, komponen elektronik, dan lainnya,” jelasnya.
Langkah ini sejalan dengan semangat pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Dengan mendorong hilirisasi, Indonesia tidak hanya akan menjadi eksportir bahan mentah, tapi juga produsen produk industri berbasis timah.
“Kami yakin dengan pengawasan ketat dan penguatan regulasi, ekspor timah ke depan akan lebih sehat, memberikan pemasukan maksimal bagi negara, dan mendorong industri hilir dalam negeri berkembang,” kata Isy Karim.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.