KABARBURSA.COM – Pemerintah mulai menertibkan praktik pemasaran akomodasi ilegal yang menjamur di platform digital asing. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menilai aktivitas ini mengganggu ekosistem pariwisata dan mengancam pelaku usaha resmi di dalam negeri.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ni Luh Puspa, menyatakan kementeriannya kini memberi perhatian khusus pada aktivitas penjualan yang dilakukan oleh online travel agent (OTA) asing yang tidak mengantongi izin resmi.
“Banyak yang pasarkan akomodasi tanpa izin resmi. Ini bukan hanya soal ketertiban bisnis, tapi soal keadilan dan keberlanjutan sektor pariwisata nasional,” tegas Puspa dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin, 23 Juni 2025.
Bali menjadi wilayah yang paling terdampak oleh praktik tersebut. Untuk itu, Kemenparekraf menggencarkan program verifikasi usaha akomodasi, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan Satuan Tugas Tata Kelola Percepatan Pariwisata Bali.
“Seluruh usaha akomodasi harus terdata dan taat regulasi. Ini akan dimulai dari Bali dan akan diperluas ke daerah lain,” ujarnya.
Kebijakan ini tidak berdiri sendiri. Kemenparekraf menggandeng sejumlah kementerian untuk memastikan implementasi berjalan lintas sektor. Di antaranya BKPM dalam integrasi OSS untuk perizinan, Kementerian Perdagangan melalui pengaturan PMSE, serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk pengawasan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
“Yang kami jaga adalah level playing field-nya. Pelaku usaha asing tidak boleh bebas beroperasi tanpa tunduk pada regulasi yang berlaku di Indonesia,” tegas Puspa.
Tidak Langsung Blokir, tapi Tetap Tegas
Pemerintah memastikan pendekatan tidak serta-merta mengarah pada pemblokiran. Tahapan berupa dialog, peringatan, hingga evaluasi kepatuhan akan ditempuh terlebih dahulu. Namun, bila tetap melanggar, pemblokiran bukan hal yang mustahil.
“Prinsip kami tetap kolaboratif, tapi jangan salah, ada batas ketegasan yang tidak bisa ditawar,” tandasnya.
Salah satu langkah konkret yang tengah disiapkan adalah mendorong OTA asing membentuk Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Permendag No. 31/2023. Dengan begitu, entitas digital asing akan tunduk pada sistem hukum dan perpajakan nasional.
Tak hanya itu, OTA asing juga wajib mengantongi izin sebagai biro perjalanan wisata sesuai Permenparekraf No. 4/2021 dengan KBLI 79121. “Ini penting agar perlindungan konsumen dan pembinaan usaha lokal bisa berjalan maksimal,” kata Puspa.
Pemerintah menilai langkah ini sebagai bentuk keberpihakan pada pelaku usaha legal di Indonesia. Keberadaan akomodasi ilegal dan platform asing tak berizin dinilai telah mendistorsi persaingan dan menekan pelaku usaha lokal yang taat aturan.
Selain menertibkan pelanggar, Kemenparekraf juga membuka ruang dialog aktif dengan asosiasi pelaku industri, seperti PHRI, ASITA, dan GIPI, termasuk perwakilan platform digital global.
“Kami terbuka untuk berdiskusi. Tapi regulasi tetap nomor satu. Kita ingin industri digital tumbuh, tapi tidak mengorbankan kepentingan nasional,” ucapnya.
Langkah-langkah ini dipandang krusial untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan sektor pariwisata, khususnya dalam menghadapi tantangan ekonomi digital global yang semakin kompleks.
“Kami tidak ingin pertumbuhan ekonomi digital di sektor pariwisata menjadi liar. Harus ada kontrol, harus ada tanggung jawab, dan yang pasti harus tunduk pada hukum Indonesia,” kata Puspa.(*)