Logo
>

Kenaikan PPN 12 Persen: Ancaman Efek Domino

Ditulis oleh Dian Finka
Kenaikan PPN 12 Persen: Ancaman Efek Domino

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM -  Ekonom dan pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyoroti kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Khususnya untuk barang-barang mewah mulai Januari 2025 memiliki efek domino yang dapat merambat ke seluruh lapisan masyarakat.

    "Peningkatan tarif PPN untuk barang mewah, meskipun secara langsung menyasar kelompok ekonomi atas, juga akan memberikan dampak yang merambat ke kelompok masyarakat menengah dan kecil," jelas Achmad kepada awak media di Jakarta, Minggu, 8 Desember 2024.

    Menurut Achmad, salah satu masalah utama yang muncul adalah ketidakjelasan definisi barang mewah. Ia menyoroti bahwa istilah ini sering kali digunakan secara umum tanpa penjelasan yang rinci, sehingga berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat.

    "Barang mewah seperti kendaraan premium, perhiasan, atau elektronik mahal memang masuk akal untuk dikenakan PPN lebih tinggi. Namun, dalam praktiknya, ada banyak barang yang sebenarnya bukan barang mewah tetapi dapat terkena imbas kebijakan ini, terutama dalam situasi inflasi atau kenaikan harga,” ungkapnya.

    Achmad mencontohkan barang elektronik seperti ponsel kelas menengah atas atau laptop, yang kini menjadi kebutuhan penting untuk pendidikan atau pekerjaan. Jika barang-barang ini dikategorikan sebagai barang mewah, masyarakat menengah yang bergantung pada barang tersebut akan terdampak.

    "Definisi barang mewah cenderung kabur. Misalnya, barang seperti AC atau kulkas tertentu yang sebelumnya dianggap kebutuhan sekunder dapat masuk kategori barang mewah jika harganya meningkat akibat inflasi. Hal ini tentu akan menyulitkan masyarakat menengah ke bawah," tambah Achmad.

    Efek Domino pada Sektor Pendukung

    Selain dampak langsung, Achmad juga menyoroti adanya efek domino dari kenaikan tarif PPN terhadap sektor-sektor pendukung. Ia menjelaskan bahwa barang mewah sering kali memiliki ekosistem ekonomi yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari produsen hingga penyedia jasa.

    "Misalnya, kenaikan tarif PPN untuk kendaraan bermotor premium tidak hanya memengaruhi pembeli mobil mewah. Industri pendukung seperti jasa perbaikan, suku cadang, hingga asuransi kendaraan juga akan terkena imbasnya. Jika pelaku usaha di sektor ini menaikkan harga untuk menyesuaikan dengan kenaikan tarif pajak, maka masyarakat menengah yang menggunakan layanan mereka juga akan terdampak,” jelas Achmad.

    Sektor properti juga menjadi salah satu area yang rawan terdampak. Properti dengan harga tertentu yang dikategorikan barang mewah akan dikenakan tarif pajak lebih tinggi. Achmad memperingatkan bahwa hal ini dapat memengaruhi biaya sewa, perawatan properti, hingga bahan bangunan.

    “Pada akhirnya, biaya tambahan ini akan diteruskan kepada konsumen akhir, termasuk kelompok masyarakat menengah dan kecil. Misalnya, kenaikan harga bahan bangunan bisa berdampak pada biaya renovasi rumah atau pembangunan properti sederhana,” kata Achmad.

    Risiko Ketimpangan dan Kompleksitas Administrasi

    Achmad juga menyoroti risiko ketimpangan yang mungkin muncul akibat kebijakan ini. Menurutnya, kelompok ekonomi atas mungkin tidak terlalu terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN, tetapi masyarakat kelas menengah ke bawah yang menggunakan produk atau layanan terkait barang mewah akan merasakan dampaknya lebih signifikan.

    “Selain itu, penerapan tarif PPN yang berbeda untuk jenis barang yang sama bisa menciptakan kompleksitas administrasi, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah yang menjual barang kena PPN dan non-PPN sekaligus,” ujar Achmad.

    Ia menilai bahwa kebijakan fiskal ini harus dirancang dengan matang agar tidak menciptakan ketidakadilan bagi pelaku usaha dan masyarakat.

    Lanjutnya untuk meminimalkan dampak negatif, Achmad menyarankan pemerintah untuk memberikan definisi yang lebih rinci terkait barang yang dikenakan PPN 12 persen dalam aturan teknis, seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Selain itu, ia menilai pentingnya sosialisasi yang intensif kepada masyarakat dan pelaku usaha agar kebijakan ini tidak menimbulkan kebingungan.

    "Transparansi adalah kunci. Pemerintah harus menjelaskan secara gamblang barang-barang apa saja yang termasuk dalam kategori barang mewah dan bagaimana penerapan tarif ini dilakukan. Sosialisasi yang efektif akan membantu masyarakat memahami bahwa kebijakan ini tidak menyasar kebutuhan mendasar mereka," tutupnya.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.