Ahmad Zabadi menyebutkan bahwa berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, tingkat literasi dan akses pembiayaan di Indonesia menunjukkan dua entitas tertinggi, yaitu perbankan sebesar 4,9 persen dan koperasi sebesar 4,3 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa koperasi memainkan peran dominan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga di Indonesia, hampir mendekati perbankan, meskipun total aset perbankan jauh lebih besar dibandingkan koperasi.
"Saya melihat peran koperasi sangat signifikan dalam perekonomian," kata Zabadi. Ia menambahkan bahwa saat ini terdapat sekitar 130 ribu koperasi aktif dengan hampir 30 juta anggota di Indonesia, yang menunjukkan pentingnya peran koperasi dalam perekonomian.
Namun, Zabadi juga mengakui bahwa koperasi masih menghadapi tantangan ke depan, yaitu bagaimana lebih mengenalkan koperasi sebagai pilihan usaha bagi generasi muda, khususnya milenial dan gen-Z.
Menurutnya, kebijakan pengembangan koperasi tidak diarahkan pada penambahan entitas, melainkan pada penambahan keanggotaan koperasi, termasuk melalui merger atau amalgamasi.
"Koperasi itu kekuatannya di anggota. Jadi, bukan soal jumlah entitas bisnis koperasi, tetapi penambahan jumlah anggota. Koperasi boleh berkurang, tetapi anggotanya bertambah," jelasnya.
Kemenkop UKM saat ini mendorong koperasi-koperasi kecil untuk bergabung atau merger agar memenuhi skala ekonomi sehingga lebih kompetitif dan produktif.
Zabadi juga menyatakan bahwa pembubaran koperasi kecil di suatu daerah tidak perlu dipandang negatif, karena hal ini merupakan upaya mendorong koperasi kecil untuk merger atau amalgamasi agar lebih berskala ekonomi.
"Perusahaan yang besar-besar aja merger kok, masa koperasi yang kecil dibiarkan? Kalau tidak berskala ekonomi, mereka tidak akan kompetitif, tidak produktif," kata Zabadi.
Kejar Melantai
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki, berencana membentuk holding UKM dengan harapan akan lebih banyak lagi UKM yang dapat melantai di bursa saham.
Pada tahun 2024 ini, Menteri Teten menargetkan sedikitnya 10 UKM dapat melantai di bursa saham.
Menurut Teten, pelaku UKM yang berhasil melantai di bursa akan mendapatkan berbagai manfaat, termasuk kemampuan untuk mengembangkan kapasitas usaha mereka menjadi usaha besar melalui pendanaan.
“UKM dapat mencari pembiayaan yang lebih murah dan besar di Pasar Modal agar dapat berakselerasi. Jadi, ayo semangat untuk naik kelas, dan salah satu caranya adalah dengan IPO. Kami menargetkan 10 UKM bisa berhasil IPO (Initial Public Offering) tahun ini,” ujar Menteri Teten dalam siaran persnya yang dikutip, Sabtu, 20 Juli 2024.
Untuk mencapai target tersebut, Kemenkop UKM bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) berkomitmen untuk meningkatkan langkah sosialisasi guna mendorong pelaku UKM melantai di Bursa.
Jangan Takut Masuk Bursa
“Kami sepakat jemput bola. Salah satunya melalui acara ini untuk mengajak UKM. Ayo, jangan takut masuk bursa,” kata Menteri Teten.
Selain itu, lanjut Menteri Teten, pihaknya sedang menawarkan berbagai solusi bagi pelaku UKM untuk melaksanakan IPO, salah satunya dengan membentuk holding usaha.
“Saya mengajak usaha sejenis untuk membuat holding. Jadi, usaha sejenis digabungkan supaya IPO sehingga ada akselerasi. Di Bursa ada Papan Akselerasi. Supaya cepat jangan sendiri-sendiri. Kami ingin UKM itu berdampingan, bergabung, dan melakukan IPO. Ini juga salah satu alternatif selain menggandeng investor,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah ada 44 perusahaan aset skala kecil dan menengah yang melantai di bursa melalui Papan Akselerasi.
“Sejak 2019, BEI sudah membuat suatu papan perdagangan khusus bagi perusahaan aset kecil dan menengah. Ada Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Ekonomi Baru. Untuk perusahaan kecil dan menengah, kami buat Papan Akselerasi yang saat ini jumlahnya 44 perusahaan. Bahkan, sudah ada satu perusahaan yang promosi ke Papan Pengembangan pada November 2023,” kata Iman.
Menurutnya, perusahaan di Papan Akselerasi memiliki aset rata-rata di atas Rp10 miliar dan yang terbesar mencapai sekitar Rp250 miliar. Aset di bawah angka tersebut dapat memanfaatkan fasilitas Securities Crowdfunding untuk pembiayaan.