KABARBURSA.COM - Lion Group diduga disebut tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pelaporan perubahan kebijakan tarif tiket pesawat
Hal itu terungkapkan dari hasil pengawasan terhadap jasa angkutan niaga udara yang dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Bahkan, Ketua KPPU M. Fanshurullah menegaskan bahwa Lion Group merupakan satu-satunya maskapai penerbangan yang tidak patuh pada putusan MA.
"Lion Group sebagai satu-satunya maskapai penerbangan yang tidak patuh pada Putusan Mahkamah Agung dalam melaporkan setiap perubahan kebijakan tarifnya kepada KPPU," kata Ketua Fanshurullah Asa dalam siaran pers, Kamis, 19 September 2024.
KPPU pun menduga terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat dilakukan Lion Group. "Menindaklanjuti temuan itu, kami akan melakukan penyelidikan terhadap perusahaan (Lion Group) tersebut," ungkapnya.
Dia menjelaskan, KPPU memputuskan melakukan penyelidikan terhadap Lion Group dalam Rapat Komisi, Rabu, 18 September 2024.
Fanshurullah mengatakan, sebelumnya KPPU telah memutus Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 terkait adanya pelanggaran pasal 5 dan pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan tujuh terlapor berkaitan dengan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang ekonomi dalam negeri. Putusan dilakukan pada 22 Juni 2020 lalu.
Perkara tersebut melibatkan PT Garuda Indonesia (Persero), PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.
Dalam putusannya, KPPU menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada para terlapor untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap sejumlah hal.
Antara lain kebijakan peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen dan masyarakat selama dua tahun sebelum kebijakan tersebut diambil.
Putusan tersebut mendapat banding hingga kasasi di MA.
Dalam putusannya, MA memenangkan KPPU melalui Putusan Kasasi Nomor 1811 K/Pdt.SusKPPU/2022.
"Untuk melaksanakan Putusan MA tersebut, KPPU telah mulai melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Putusan sejak September 2023," jelas Fanshurullah.
Selanjutnya, pada Maret 2024 lalu KPPU telah beberapa kali memanggil ketujuh maskapai yang menjadi terlapor dalam putusan dan meminta dokumen-dokumen yang diperlukan dalam rangka pengawasan putusan tersebut.
KPPU juga telah memanggil dan meminta data yang relevan dari stakeholder terkait, serta pihak lain yang terkait dengan jasa angkutan udara.
"Namun, dari ketujuh terlapor yang ada, tiga terlapor yang merupakan bagian dari PT Lion Group, yakni PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi tidak hadir memenuhi panggilan KPPU," tutur Fanshurullah.
"Serta tidak kooperatif dalam memberikan keterangan dan dokumen yang diminta. Sehingga dinilai bahwa maskapai di bawah bendera PT Lion Group tersebut, tidak mematuhi Putusan MA," tegasnya.
Merujuk perkembangan situasi yang ada, KPPU menduga adanya praktik persaingan usaha yang dilakukan PT Lion Group. Sehingga KPPU akan memanggil kembali para terlapor untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
"KPPU mencurigai adanya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan PT Lion Group dibalik pengabaian atas Putusan MA tersebut," ucap Fanshurullah.
"Untuk itu, hari ini KPPU memutuskan untuk memulai penyelidikan awal atas PT Lion Group. KPPU juga akan melakukan pemanggilan kembali kepada para terlapor, serta PT Air Asia Indonesia untuk memperoleh informasi lebih lanjut dan mendalam, serta melacak potensi pelanggaran pada industri penerbangan domestik," terangnya.
Sebagai informasi, PT Air Asia Indonesia akan dipanggil Senin pekan depan dalam kapasitasnya sebagai maskapai yang berada di pasar yang sama dengan ketujuh terlapor.
Harga Tiket Pesawat Turun 10 Persen
Pemerintah berencana menurunkan harga tiket pesawat sekitar 10 persen untuk menyambut musim liburan mendatang. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari penugasan Satgas Harga Tiket yang dibentuk pada Mei lalu.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan keringanan bagi konsumen, terutama menjelang liburan akhir tahun dan untuk penerbangan bisnis.
Menanggapi itu, Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin berpendapat bahwa dampak kebijakan ini mungkin tidak signifikan dalam jangka panjang.
"Saya kira kebijakan ini tidak akan berdampak signifikan secara nyata untuk jangka panjang," kata Ziva kepada Kabar Bursa di Jakarta, Sabtu, 14 September 2024.
Menurut Ziva, tingginya harga tiket pesawat di Indonesia disebabkan beberapa faktor, di antaranya harga bahan bakar avtur yang terbilang tinggi dan merupakan salah satu yang termahal di kawasan Asia Pasifik.
Jika dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, harga bahan bakar di Indonesia masih lebih mahal, mencapai sekitar 3.000 rupiah per liter.
"Karena kenyataannya adalah komponen-komponen biaya yang dibebankan atau ditanggung oleh pihak maskapai itu masih cukup tinggi, kita tidak bisa hanya berfokus pada satu komponen seperti harga bahan bakar atau avtur saja yang memang saat ini bisa dibilang termasuk yang paling tinggi di kawasan Asia Pasifik," ucapnya.
Selain itu, biaya operasional maskapai juga meliputi leasing pesawat, suku cadang, biaya perawatan, pelatihan kru, serta biaya pihak ketiga seperti ground handling dan fee bandara untuk landing dan parkir.
Ziva menyarankan agar Satgas Harga Tiket tidak hanya fokus pada satu komponen biaya, tetapi juga mempertimbangkan keseluruhan beban biaya eksternal.
"Saya kira perlu ditelah oleh Satgas harga tiket ini termasuk beban biaya operasional lainnya seperti leasing pesawat," tuturnya.
Evaluasi menyeluruh terhadap efisiensi internal maskapai dan proses pembelanjaan, termasuk penggunaan jasa agen atau broker, juga dianggap penting untuk memastikan hasil yang optimal.
Pemerintah dan pemangku kepentingan diharapkan dapat menilai dan mengelola biaya secara lebih komprehensif untuk memberikan manfaat yang lebih besar bagi konsumen dan keberlanjutan industri penerbangan.
"Khususnya pihak yang melibatkan pihak ketiga atau supplier, juga proses pembelanjaan atau cash flow-nya masing-masing maskapai secara internal juga bisa dilihat, apakah sudah cukup optimal atau efisien karena tidak sedikit airlines itu banyak menggunakan jasa-jasa agen atau perantara atau broker untuk berbagai keperluan mulai dari belanja spare parts," pungkas Ziva. (*)