KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa terdapat 1,5 juta kontrak pembiayaan bermasalah dalam layanan buy now pay later (BNPL). Pengguna yang mengalami kredit macet ini mungkin menghadapi kesulitan saat mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR).
Menurut data OJK per Juli 2024, kredit macet pada layanan pay later menyumbang 1,8 persen dari total kontrak, mengalami kenaikan 2,82 persen secara bulanan dari Juni 2024 yang tercatat pada 3,07 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman, menyebutkan bahwa belum ada informasi mengenai apakah mereka yang termasuk dalam 1,5 juta kontrak ini mengajukan KPR.
"Namun, kami menghimbau pengguna pay later atau fintech lending untuk tetap bijak dalam menggunakan layanan pembiayaan dengan mempertimbangkan kemampuan membayar," ujar Agusman.
Dari sisi outstanding pembiayaan, produk BNPL yang disalurkan oleh perbankan mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan perusahaan pembiayaan. Penyaluran paylater di sektor multifinance meningkat sebesar 73,55 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp7,81 triliun. Data dari Pefindo Biro Kredit atau Idscore mencatat outstanding pinjaman paylater sebesar Rp30,14 triliun, dengan jumlah pengguna BNPL mencapai 14,37 juta per Juni 2024, naik 9,35 persen secara tahunan.
Dengan meningkatnya penggunaan BNPL, angka kredit macet atau non-performing loan (NPL) juga meningkat. Pada semester I-2024, pengguna dengan kolektabilitas (KOL) 5 pada paylater mencapai Rp1,42 triliun. Pengguna berusia kurang dari 30 tahun hingga 40 tahun menyumbang kredit macet terbesar sebesar 38,03 persen, diikuti oleh kelompok usia kurang dari 20 tahun hingga 30 tahun sebesar 31,7 persen.
OJK juga mencatat bahwa pinjaman produk paylater kini telah tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK - OJK Checking), yang berarti riwayat pembayaran cicilan paylater dapat mempengaruhi riwayat kredit konsumen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengingatkan bahwa setiap utang harus dilunasi secara tepat waktu dan sesuai jumlah yang ditetapkan.
"Keterlambatan pembayaran dapat menyebabkan kredit macet dan merusak riwayat kredit," tegas Friderica.
Gen Z Kuasai Kredit Macet
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan peringatan khusus setelah Generasi Z (Gen Z) dan Milenial diketahui menjadi penyebab utama sepertiga dari kredit macet pada platform pinjaman online (pinjol).
Pinjaman online atau peer to peer (P2P) lending mencatatkan kredit macet lebih dari 90 hari atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) sebesar 2,53 persen year on year (yoy) per Juli 2024, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL) OJK, Agusman.
“Mengenai porsi Gen Z dan Milenial dalam penyebab utama TWP90, dari data yang ada pada kami di Juli 2024, porsi TWP90 untuk Gen Z dan Milenial yang kami kategorikan di usia 19 tahun-34 tahun itu adalah 37,17 persen,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Agustus 2024 yang disiarkan melalui Youtube OJK, Sabtu, 7 September 2024.
Meskipun demikian, Agusman menyebutkan bahwa kredit macet pada pinjaman online sudah mulai menunjukkan penurunan.
Ia membandingkan data terbaru dengan data pada Juli 2023, di mana tingkat kredit macet mencapai 3,47 persen secara tahunan, sehingga ada penurunan sekitar 0,94 persen.
“Terlihat bahwa kualitas pendanaannya semakin membaik,” tegas Agusman.
Agusman kemudian menjelaskan langkah-langkah yang diambil OJK untuk terus memitigasi risiko kredit macet pada pinjaman online.
Salah satu tindakan yang dilakukan adalah dengan memberikan peringatan khusus kepada calon peminjam melalui website atau aplikasi resmi pinjaman online tersebut.
OJK meminta para penyelenggara P2P lending atau pinjaman online untuk membuat peringatan khusus ini, yang ditujukan langsung kepada konsumen yang berniat melakukan pinjaman, termasuk Gen Z dan Milenial.
Sebelumnya, OJK tengah memberikan perhatian khusus terhadap kredit macet dalam pinjaman online atau fintech lending terus menjadi perhatian serius Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga Juni 2024, OJK mencatat masih tingginya tingkat kredit macet di beberapa penyelenggara layanan pendanaan berbasis teknologi, yang menjadi indikasi bahwa industri ini masih menghadapi tantangan besar dalam menjaga kualitas pendanaan.
Fintech lending, atau yang lebih dikenal dengan istilah pinjaman online, merupakan layanan peminjaman uang yang bertujuan untuk meningkatkan modal melalui pendanaan dari pihak ketiga. Namun, meski menawarkan kemudahan akses, sektor ini juga tidak lepas dari risiko tinggi kredit macet.
Menurut data yang dirilis OJK, hingga Juni 2024, terdapat 19 Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang mencatatkan Tingkat Wan Prestasi dalam 90 hari (TWP90) di atas 5 persen.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.