KABARBURSA.COM - Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dilaksanakan Rabu, 18 September 2024, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa nilai kredit perbankan pada Agustus 2024 mengalami pertumbuhan sebesar 11,4 persen (year-on-year/yoy). Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dari pertumbuhan kredit bank pada Juli 2024 yang tercatat sebesar 12,4 persen (yoy), pertumbuhan kredit tetap menunjukkan dinamika positif yang penting bagi ekonomi Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa penurunan tingkat pertumbuhan kredit pada Agustus 2024 dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Perry, perkembangan ini didorong oleh sisi penawaran yang tetap kuat. Hal ini mencakup minat penyaluran kredit yang terjaga, ketersediaan pendanaan yang memadai, realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, serta dukungan kebijakan likuiditas makroprudensial yang diterapkan oleh BI.
Di sisi permintaan, Perry menambahkan bahwa permintaan kredit dari korporasi tetap baik, terutama dari sektor-sektor padat modal. Meskipun demikian, permintaan kredit dari sektor padat karya masih perlu ditingkatkan. Permintaan kredit rumah tangga juga terjaga, terutama di sektor properti. Secara sektoral, pertumbuhan kredit menunjukkan kekuatan yang solid di mayoritas sektor ekonomi, termasuk sektor industri, sektor listrik, gas, dan air (LGA), serta sektor pengangkutan.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit didorong oleh beberapa jenis kredit, yaitu:
- Kredit Modal Kerja: Tumbuh sebesar 10,75 persen (yoy)
- Kredit Investasi: Tumbuh sebesar 13,08 persen (yoy)
- Kredit Konsumsi: Tumbuh sebesar 10,83 persen (yoy)
Selain itu, pembiayaan syariah dan kredit UMKM juga menunjukkan pertumbuhan yang positif, masing-masing sebesar 11,61 persen (yoy) dan 4,42 persen (yoy). Meskipun pertumbuhan kredit UMKM sedikit lebih rendah, ini masih merupakan indikator penting dari dinamika kredit di sektor-sektor yang lebih kecil dan berkembang.
Proyeksi Pertumbuhan Kredit 2024
Berdasarkan perkembangan terkini, Perry memproyeksikan bahwa pertumbuhan kredit untuk tahun 2024 akan berada pada batas atas kisaran 10-12 persen. Ini mencerminkan ekspektasi BI terhadap kinerja sektor perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Ke depan, BI berencana untuk terus memperkuat implementasi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial. Fokus utama akan diberikan kepada sektor-sektor yang mendukung penciptaan lapangan kerja, sektor-sektor baru yang menjadi sumber pertumbuhan, dan sektor-sektor yang dapat meningkatkan inklusivitas, termasuk kelas menengah bawah. Semua kebijakan ini akan dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian untuk memastikan stabilitas dan keberlanjutan sistem keuangan.
Emiten Bertumbuh
Pertumbuhan kredit perbankan yang dilaporkan oleh Bank Indonesia (BI) memiliki beberapa pengaruh signifikan terhadap emiten, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan pertumbuhan kredit yang positif, emiten, terutama perusahaan yang membutuhkan modal untuk ekspansi, investasi, atau operasional, akan memiliki akses yang lebih baik untuk mendapatkan pembiayaan. Ini dapat mempercepat rencana ekspansi mereka, membeli aset baru, atau meningkatkan kapasitas produksi.
Kredit konsumsi yang tumbuh juga dapat meningkatkan daya beli konsumen. Untuk emiten di sektor barang dan jasa, ini bisa berarti peningkatan penjualan dan pendapatan, karena konsumen memiliki lebih banyak akses ke pembiayaan untuk membeli produk dan layanan.
Sektor-sektor yang bergantung pada investasi besar, seperti konstruksi dan infrastruktur, dapat memperoleh manfaat dari ketersediaan kredit investasi. Pertumbuhan kredit investasi yang kuat mendukung proyek-proyek besar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan bagi emiten yang terlibat dalam sektor ini.
Berikut ini emiten yang terkait:
- Emiten Sektor Perbankan: BBCA, BMRI, BNII, BBRI
- Emiten sektor konstruksi dan infrastruktur: WIKA, JSMR, ADHI, IPC
- Emiten sektor barang dan jasa konsumen: UNVR, INDF, KLBF, MYOR
- Emiten sektor properti dan real estate: CTRA, SMRA, APLN, BEST
- Emiten sektor industri dan manufaktur: ASII, SMGR, INTP, TPIA
- Emiten sektor UMKM dan Perbankan Syariah: BSI, BNI Syariah, BCA Syariah
Risiko dan Tantangan
Jika tingkat bunga kredit meningkat sebagai respons terhadap pertumbuhan kredit yang pesat, emiten yang bergantung pada pinjaman dapat menghadapi biaya utang yang lebih tinggi. Ini dapat mempengaruhi margin keuntungan dan profitabilitas, terutama jika biaya bunga meningkat lebih cepat daripada pendapatan.
Pertumbuhan kredit yang cepat dapat meningkatkan risiko kredit macet jika pinjaman diberikan kepada peminjam yang kurang kredibel. Emiten yang terlibat dalam sektor perbankan dan pembiayaan mungkin menghadapi tantangan dalam pengelolaan kualitas kredit dan risiko kredit yang meningkat.
Dengan lebih banyak kredit yang tersedia, kompetisi antara perusahaan untuk memperoleh dana dan menarik pelanggan juga dapat meningkat. Emiten mungkin perlu menawarkan kondisi yang lebih menarik atau meningkatkan efisiensi operasional mereka untuk tetap kompetitif di pasar.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.