KABARBURSA.COM - World Bank atau Bank Dunia, menyoroti nasib petani Indonesia yang dinilai memiliki penghasilan rendah. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Dunia juga menyebut harga eceran beras Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara Asean.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Dunia menilai pendapatan petani kecil tergolong rendah setiap tahunnya, yakni sekitar Rp5,18 juta. Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor, mengaku bahwa para petani menikmati hasil dari usaha bercocok tanam.
Pasalnya, kata Yadi, harga gabah kering panen (GKP) di lapangan dalam kondisi di atas harga pokok penjualan (HPP), yakni sebesar Rp7000 per kilogram. Kendati demikian, dia menilai tingginya harga beras menjadi tantangan bagi petani untuk mendorong produksi. Dengan begitu, petani bisa menikmati hasil keringatnya sendiri.
Yadi pun membantah anggapan Bank Dunia yang menyebut petani dalam negeri kurang sejahtera. Dia bahkan mempertanyakan peran Bank Dunia bagi beras dalam negeri.
"Justru saya bertanya apa kontribusi World Bank untuk beras Indonesia? Faktanya, tingginya harga beras menunjukkan daya beli petani dalam kondisi baik. Ini juga merupakan sinyal bagus untuk petani yang terus berproduksi," kata Yadi dalam keterangannya, Sabtu, 21 September 2024.
Yadi menegaskan, parameter naiknya kesejahteraan petani dapat dilihat dari berbagai rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS), baik mengenai Nilai Tukar Petani (NTP) maupun Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) yang cenderung mengalami tren kenaikan.
Bahkan tahun ini, kata Yadi, kenaikan NTP merupakan yang tertinggi selama 10 tahun terakhir, di mana NTP pada periode awal Presiden Joko Widodo menjabat hanya sebesar 102,87 atau kenaikannya hanya 0,50 persen.
Sedangkan NTP pada tahun ini rata-rata angkanya sangat tinggi, di mana NTP bulan April menjadi yang tertinggi yaitu sebesar 137,77 atau naik 0,40 persen. Begitu juga dengan bulan Agustus yang mencapai 138,91 atau naik 0,76 persen.
"Kalau kita bandingkan dengan periode awal Presiden Jokowi pada 2014 lalu, NTP tahun ini merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir," ungkapnya.
BPS merilis kenaikan NTP rata-rata dipengaruhi komoditas gabah. Kenaikan NTP merupakan bukti bahwa komoditas beras selama ini masih menjadi tumpuan sekaligus harapan petani yang sangat menjanjikan terutama dalam hal peningkatan daya saing komoditas, peluang pasar ekspor dan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"NTP merupakan indikator utama meningkatnya kesejahteraan petani di Indonesia. NTP juga merupakan bagian penting dalam menentukan sebuah kebijakan yang berfokus pada produksi," jelasnya.
Sementara itu, Badan Pangan Nasional Bapanas atau NFA juga menyatakan bahwa kenaikan harga beras menjadi masa-masa yang paling membahagiakan bagi para petani Indonesia.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas, Rachmi Widiriani mengatakan, tingginya harga beras merupakan imbas dari biaya produksi yang juga semakin tinggi. Karena itu, dia menyebut para petani memiliki hak mendapatkan keuntungan.
"Petani berhak mendapatkan keuntungan. Saat ini sebetulnya saat-saat yang membahagiakan petani, karena harga gabah mereka dibeli di atas HPP (Harga Pembelian Pemerintah)," jelasnya. Adapun harga beras di Indonesia berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis per Jumat, 20 September mencapai Rp15.350 per kg.
Strategi Capai Ekosistem Pangan Holistik
Sebelumnya, stakeholder pemerintah di sektor pangan, menggelar rapat koordinasi bersama. Adapun stakeholder yang hadir diantaranya Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Perum Bulog, ID FOOD, PTPN, dan Pupuk Indonesia, pada Jumat, 20 September 2024 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi menuturkan, eksplikasi tentang beberapa gagasan yang dibutuhkan dalam penguatan ekosistem pangan nasional. Menurutnya, kebijakan di pemerintahan mendatang perlu penerapan strategi yang kolaboratif dan holistik.
Pertama, tutur Arief, pemerintah di sektor pangan perlu benih yang berkualitas yang disediakan ID FOOD dan SHS. Dia mengaku, Bapanas sendiri telah menyiapkan benih terbaik dari SHS.
Selanjutnya, Arief menekankan, Bulog telah ditugaskan untuk tambahan penyerapan beras dalam negeri sampai 600 ribu ton sampai akhir tahun 2024. Dryer juga penting disiapkan, karena tahun depan saat produksi beras oleh Kementan berlimpah, kita perlu dryer.
"Jadi kita bicara secara end to end. Produksi di hulu ditingkatkan, hilirnya pun kita siapkan,” kata Arief dalam keterangannya, Jum'at, 20 September 2024.
Sementara realisasi penyerapan beras dalam negeri, sampai tengah September 2024 Bulog mencatat jumlah total sebesar 882 ribu ton. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, capaian ini mengalami peningkatan yang cukup impresif.
Adapun realisasi penyerapam beras selama Januari sampai Agustus 2023 tercatat di 803 ribu ton. Namun di periode yang sama tahun ini telah berada di angka 828 ribu ton.
Selain itu, Arief juga meminta PT Pupuk Indonesia juga memanfaatkan aplikasi teknologi pemupukan menggunakan drone seiring dengan mendistribusikan pupuk subsidi. Menurutnya, hal itu perlu eskalasi terus-menerus lantaran luas tanam yang semakin bertambah harus diiringi percepatan pekerjaan dengan teknologi.
"Mimpi kita itu kultivasi sudah siap, kemudian nanti planter jalan dan pemupukan pakai drone. Jadi semuanya mulai dari produksi mesti dipikirkan holistik end to end,” ungkapnya.
Arief menegaskan, BUMN pangan harus selaras dengan yang dikerjakan Kementerian Pertanian. Dia menyebut, dari input sampai hilir semuanya sudah ada dan akan bertambah dengan Badan Gizi Nasional melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Saya meyakini tidak ada lagi peternak yang buang telur atau ayam dan ekonomi pedesaan akan bergerak, jika produksi petani peternak kita terserap dengan baik melalui program pemerintah,” ujarnya.
Di sisi lain, Bapanas bersama ID FOOD juga memberikan stimulus bagi kalangan peternak unggas berupa program bantuan pangan penanganan stunting kepada 1,4 juta keluarga. Program ini dapat menggerakkan peternak unggas lokal di daerah sasaran dan tidak mengandalkan pasokan daging ayam dan telur. Adapun ralisasinya per 19 September telah capai 3,8 juta paket bantuan pangan yang telah disalurkan untuk alokasi 4 bulan.
“Kita juga perlu meluaskan penggunaan cold storage. Apabila produksi dari sektor unggas meninggi, storage ini bisa jadi solusi dan disebar ke seluruh Indonesia. Dengan kapasitas 20 ton, tapi kalau di tiap desa punya itu, maka akan membantu masyarakat memiliki stok ayam dalam bentuk karkas dan frozen condition,” jelasnya.
“Dengan hari ini kita kumpul di sini, semuanya bekerja untuk kemandirian pangan. Kita harus pindahkan ekonomi yang di Vietnam atau Thailand ke Indonesia. Beras yang kalau impornya 3 juta ton, bisa Rp 30 Triliun, itu yang kita pindahkan ke Indonesia,” pungkasnya. (*)