KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana meningkatkan batas maksimum pendanaan produktif lebih tinggi dari sebelumnya yang sebesar Rp2 miliar, guna memperkuat dukungan terhadap sektor usaha produktif melalui Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
OJK saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech peer-to-peer lending (fintech P2P).
RPOJK LPBBTI sedang dalam proses penyusunan peraturan (rule making rule), termasuk menerima pandangan dan masukan dari pemangku kepentingan, kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis.
LPBBTI yang dapat menyalurkan batas maksimum pendanaan tersebut harus memenuhi kriteria tertentu, antara lain memiliki rasio TWP90 maksimum sebesar 5 persen. TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Pendanaan terhadap sektor produktif itu sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028 yang bertujuan meningkatkan kontribusi positif terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta pertumbuhan ekonomi nasional.
OJK mengapresiasi masukan dan pandangan yang disampaikan berbagai pemangku kepentingan. Saat ini, OJK sedang melakukan penyempurnaan terhadap pengaturan industri LPBBTI sebagai salah satu tindak lanjut sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Beberapa penyempurnaan terhadap ketentuan tersebut meliputi penguatan kelembagaan, manajemen risiko, tata kelola, dan perlindungan konsumen, serta penguatan dukungan terhadap sektor produktif.
P2P lending Catat Kerugian
Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending mencatat kerugian Rp27,3 miliar pada Maret 2024. Catatan kerugian ini terus mengalami penurunan sejak Januari.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan kerugian pada Januari (Rp135,57 miliar) dan Februari (Rp97,53 miliar). Ia berharap industri fintech P2P lending dapat kembali mencetak laba pada triwulan II 2024.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia menyatakan bahwa para pelaku usaha LPBBTI perlu melakukan evaluasi secara berkala agar dapat menerapkan efisiensi serta menekan biaya operasional dan layanan pinjaman. Pihaknya sedang menyempurnakan Peraturan OJK (POJK) Nomor 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) agar dapat mewajibkan penyelenggara LPBBTI untuk menjadi pelapor SLIK.
Agusman mengatakan OJK akan terus melakukan monitoring terhadap implementasi beberapa kebijakan yang mulai berlaku sejak awal 2024. Melalui kewajiban tersebut, ia berharap, terdapat peningkatan kualitas penilaian skor pendanaan (credit scoring) sehingga dapat memperbaiki kualitas pendanaan LPBBTI.
Terkait penyaluran pembiayaan fintech lending kepada UMKM yang belum mencapai target 70 persen, pihaknya terus berupaya mendukung pembiayaan sektor produktif sesuai dengan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028. Salah satu upayanya adalah mendukung relaksasi batas maksimum pembiayaan, memperluas jalur distribusi pembiayaan kepada sektor produktif dan UMKM, memperkuat dukungan asuransi/penjaminan kredit, serta mengoptimalkan program sinergi untuk mendorong pembiayaan di wilayah luar Jawa.
Pihaknya juga berusaha membuka moratorium LPBBTI khusus untuk sektor produktif dan UMKM dengan memperhatikan kesiapan infrastruktur data dan pengawasan yang saat ini diterapkan oleh OJK. “Saat ini, OJK terus memperkuat infrastruktur melalui peningkatan pusat data fintech lending (Pusdafil) untuk mendukung penguatan dan pengembangan industri LPBBTI, termasuk dalam mendukung pengembangan sektor produktif,” kata Agusman.
POJK tentang Fintech
Sebelumnya, Agusman, menyebut bahwa RPOJK tentang LPBBTI memang merupakan amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), sehingga perlu ada perubahan. “Yang mungkin mengalami perubahan dalam RPOJK salah satunya substansi pengaturan batas atas pendanaan produktif yang saat ini dapat dilakukan sampai dengan Rp2 miliar,” ujarnya.
Agusman menambahkan bahwa, perubahan terkait kenaikan batas atas tersebut sedang dilakukan kajian agar dimungkinkan untuk LPBBTI atau fintech lending. “Kriterianya yang memiliki TWP90 atau tingkat risiko kredit macet secara agregat maksimal lima persen dalam kurun waktu enam bulan terakhir,” tutur dia.
Selain itu, Agusman menekankan, fintech lending tersebut harus memiliki kriteria tidak sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha dari OJK.
Adapun, OJK masih mengkaji opsi pencabutan moratorium pemberian izin usaha penyelenggara LPBBTI khusus sektor produktif dan UMKM, antara lain dengan mempertimbangkan tiga hal, pertama kepentingan publik, yaitu berupa kebutuhan masyarakat terhadap layanan LPBBTI.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.