Logo
>

Langkah Ekspansif BI: Harapan Pemangku Kepentingan

Ditulis oleh Dian Finka
Langkah Ekspansif BI: Harapan Pemangku Kepentingan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemangkasan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) diharapkan dapat mendorong optimisme di kalangan pemangku kepentingan perekonomian.

    Menurut Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, dampak langsung dari kebijakan ini adalah peningkatan arah kebijakan BI yang lebih ekspansif di masa mendatang.

    Namun, penting untuk diingat bahwa kebijakan moneter memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan kondisi perekonomian, yang dikenal dengan istilah "timelag-nya".

    "Makanya nanti setelah dilihat 1 bulan apakah kemudian pemangkasan ini bisa dilihatkan, ya saya harapkan ada pemangkasan lagi ke depannya, Harapannya, ada pemangkasan lebih lanjut di masa depan," ujar Eko kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Sabtu, 21 September 2024.

    Eko juga menekankan pentingnya kombinasi antara kebijakan moneter yang ekspansif dengan langkah-langkah fiskal yang serupa. Penundaan kenaikan harga barang yang diatur pemerintah, seperti BBM dan LPG, bisa menjadi strategi yang efektif untuk meringankan beban masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi.

    “Kebijakan fiskal dapat memberikan dampak langsung, sedangkan kebijakan moneter membutuhkan waktu untuk diterapkan,” tambahnya.

    Dengan demikian, jika kebijakan fiskal diimplementasikan secara tepat dan tidak terburu-buru, maka dampak positif dari penurunan suku bunga kredit diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat dan pelaku usaha.

    Sejalan dengan itu, kebijakan moneter bertujuan untuk menjaga ekspektasi pasar. Setelah dilakukan pemangkasan, tidak mungkin BI akan menaikkan suku bunga secara drastis dalam waktu dekat. “Ini adalah langkah untuk mengarahkan perekonomian ke arah yang lebih baik,” jelasnya.

    Kemudian dalam beberapa bulan ke depan, keputusan mengenai suku bunga akan bergantung pada perkembangan situasi ekonomi global dan domestik. Sementara itu, pengelolaan kebijakan fiskal yang lebih luwes dapat memberikan fleksibilitas yang diperlukan dalam merespons tantangan ekonomi yang muncul.

    "Dengan demikian, sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal akan menjadi kunci dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tutupnya.

    BI Optimistis Modal Asing akan Masuk

    Diberitakan sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, mengungkapkan kejelasan arah penurunan suku bunga negara maju seperti halnya Amerika Serikat (AS) bakal menjadi stimulus masuknya modal asing dan memperkuat stabilitas negara berkembang seperti Indonesia.

    “Perkembangan ini akan mendukung kebijakan ekonomi negara berkembang untuk tujuan ekonomi domestiknya dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi di negara masing-masing,” kata Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI.

    Perry menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap menujukkan kinerja yang baik sehingga perlu untuk terus didukung agar pertumbuhannya tetap meningkat.

    Pertumbuhan tersebut, kata Perry, dapat terlihat dari investasi bangunan yang sejalan dengan tahapan finalisasi operasional Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) dan penyelesaian berbagai proyek strategis nasional (PSN).

    Ia juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap terjaga, khususnya untuk kelas menengah ke atas. Begitu juga dengan ekspor nonmigas yang tetap baik turut menopang pertumbuhan ekonomi.

    “Belanja pemerintah yang diperkirakan meningkat pada akhir tahun ini diharapkan dapat juga menopang permintaan domestik,” ujarnya.

    Perbaikan ekonomi, kata Perry, juga tercermin dari hasil survei BI yang menunjukkan kegiatan ekonomi pada triwulan 3 tahun 2024 yang tetap baik. Hasil positif tersebut dapat dilihat dari beberapa hal, yakni keyakinan konsumen yang tinggi, penjualan eceran yang positif, serta import barang modal dan penjualan semen yang meningkat.

    Penurunan Inflasi Global

    Perry menyebut, dampak dari ketidakpastian kebijakan moneter negara maju membawa dampak positif bagi Indonesia. Ketidakpastian berjalan seiring dengan pelambatan penurunan tekanan inflasi global.

    “Di Amerika Serikat, inflasi diperkirakan akan semakin mendekati sasaran inflasi jangka menengahnya, yaitu sebesar 2 persen di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya angka pengagguran di negara itu,” ungkapnya.

    Perkembangan ini, lanjut dia, mendorong prospek penurunan Fed Fund Rate (FFR), suku bunga kebijakan perantara AS, yang lebih cepat dan lebih besar dari perkiraan semula.

    Sementera itu Perry juga mengungkapkan bahwa yield US Treasury tenor 2 tahun menurun lebih besar sehingga sekarang ini menjadi lebih rendah dari yield US Treasury tenor 10 tahun.

    “Indeks mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang negara utama, atau sering disingkat DXY juga melemah. Di kawasan Eropa, European Central Bank, Bank Sentral Uni Eropa, ECB, telah menurunkan suku bunga kebijakan moneternya sejalan dengan inflasi yang menurun ke arah sasaran jangka menengahnya, yaitu sebesar 2 persen,” katanya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.