KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan industri perbankan untuk tetap waspada terhadap risiko pasar dan likuiditas di tengah ketidakpastian global yang tinggi.
Ketidakpastian ekonomi global saat ini dipengaruhi oleh suku bunga yang masih tinggi, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta ketegangan geopolitik yang berpotensi menambah tekanan pada perekonomian domestik.
Dalam Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan I-2024 yang dirilis OJK, terungkap bahwa laporan ini mencakup tinjauan dan analisis kondisi ekonomi global dan domestik, serta pengaruhnya terhadap kinerja perbankan, penyaluran kredit, dan profil risiko.
Laporan ini juga menyajikan kebijakan perbankan terbaru dari OJK, perkembangan kelembagaan perbankan, dan koordinasi antarlembaga terkait. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK terus memantau volatilitas ekonomi global dan dampaknya terhadap ekonomi domestik serta sektor perbankan Indonesia.
Menurut Rae, pengawasan perbankan yang intensif dan berkelanjutan diharapkan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia. OJK juga meminta bank-bank untuk memperhatikan aspek kehati-hatian, profesionalisme, inovasi, dan integritas untuk mencapai pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan.
Pada triwulan pertama 2024, perekonomian global masih menghadapi ketidakpastian yang tinggi. IMF dalam World Economic Outlook (WEO) April 2024 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,2 persen (yoy). Pasar keuangan global dipengaruhi oleh kebijakan moneter bank sentral yang mempertahankan suku bunga tinggi, meski inflasi mulai melandai.
Di sisi lain, konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina serta gangguan jalur perdagangan di Laut Merah dapat memicu lonjakan harga komoditas dan inflasi.
Namun, ekonomi domestik Indonesia mampu tumbuh 5,11 persen (yoy) pada triwulan I-2024, didorong oleh konsumsi domestik, investasi, dan pengeluaran pemerintah. Investasi dalam pembangunan infrastruktur, termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN), serta pengeluaran terkait Pemilu 2024 turut menyokong pertumbuhan ini.
Indikator perbankan menunjukkan pertumbuhan kredit bank umum sebesar 12,40 persen (yoy), meningkat dari 9,9 persen (yoy) pada tahun sebelumnya. Dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh 7,44 persen (yoy), mendukung likuiditas perbankan. Kondisi likuiditas bank umum masih memadai dengan rasio AL/NCD sebesar 121,05 persen dan AL/DPK sebesar 27,18 persen, jauh di atas ambang batas.
Meskipun rasio CAR menurun menjadi 25,96 persen dari tahun sebelumnya 27,09 persen, penurunan ini disebabkan oleh peningkatan ATMR Kredit dan Pasar seiring dengan penyaluran kredit yang tinggi. Risiko kredit juga menunjukkan perbaikan dengan rasio NPL gross turun menjadi 2,25 persen, sementara NPL net sedikit meningkat menjadi 0,77 persen.
Kinerja BPR dan BPRS juga menunjukkan perkembangan positif dengan pertumbuhan kredit/pembiayaan yang melambat namun DPK meningkat. Rasio permodalan BPR dan BPRS masing-masing sebesar 32,60 persen dan 23,57 persen.
Ke depan, OJK mengingatkan perlunya perhatian terhadap risiko pasar dan likuiditas, mengingat ketidakpastian global yang masih tinggi. Potensi peningkatan risiko kredit pasca berakhirnya masa relaksasi kredit terkait Covid-19 pada Maret 2024 dapat dimitigasi dengan cadangan yang cukup. OJK meminta bank-bank untuk secara rutin melakukan stress test untuk mengukur ketahanan permodalan mereka.
OJK juga telah menerbitkan tiga Peraturan OJK terbaru yang mencakup pengembangan kualitas aset bank perekonomian rakyat, penerapan tata kelola syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, serta penetapan status pengawasan penanganan permasalahan bank umum. Selain itu, OJK aktif berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melaksanakan Financial Sector Assessment Program (FSAP) Review Indonesia 2023/2024 bersama IMF dan World Bank untuk analisis mendalam sektor keuangan.
Ketidakpastian global semakin memuncak seiring dengan kebijakan moneter yang diterapkan oleh The Federal Reserve (The Fed). Langkah-langkah yang diambil oleh bank sentral Amerika Serikat ini menciptakan gelombang dampak yang meluas, memengaruhi pasar finansial dan perekonomian dunia secara keseluruhan.
Setiap keputusan suku bunga yang dikeluarkan oleh The Fed memiliki efek yang signifikan. Kenaikan suku bunga, misalnya, seringkali mengakibatkan penguatan dolar AS, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam pasar mata uang internasional. Hal ini mempengaruhi negara-negara dengan utang berbasis dolar, memperburuk ketidakpastian ekonomi global.
Selain itu, kebijakan The Fed mempengaruhi aliran investasi global. Dengan suku bunga yang tinggi, investor cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang, mengalihkan investasi mereka ke aset yang lebih aman dan menguntungkan di Amerika Serikat. Ini dapat menyebabkan penurunan nilai mata uang lokal dan memperburuk kondisi ekonomi di negara-negara tersebut.
Ketidakpastian juga timbul dari proyeksi ekonomi yang tidak stabil. Keputusan The Fed yang tiba-tiba atau tidak terduga dapat menyebabkan fluktuasi pasar yang tajam, meningkatkan volatilitas dan mengganggu rencana bisnis serta investasi. Para pelaku pasar harus menyesuaikan strategi mereka dengan cepat untuk menghadapi perubahan yang sering kali sulit diprediksi.
Dalam menghadapi situasi ini, para pelaku ekonomi dan pemerintah di seluruh dunia harus mempertimbangkan dampak kebijakan The Fed dalam strategi mereka. Kewaspadaan dan perencanaan yang matang menjadi kunci untuk mengelola risiko dan meminimalkan dampak negatif dari ketidakpastian global yang disebabkan oleh kebijakan moneter Amerika Serikat. (*)