KABARBURSA.COM – Panitia Kerja (Panja) Haji DPR RI terus berupaya menekan biaya ibadah haji 2025 melalui serangkaian evaluasi terhadap komponen utama biaya. Ketua Panja Haji, Abdul Wachid, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Januari 2025, menegaskan bahwa lima komponen biaya utama akan dievaluasi, yaitu penerbangan, pemondokan, katering, transportasi, dan pelayanan.
“Biaya haji yang disampaikan oleh pemerintah sebesar Rp93 juta masih memiliki banyak ruang untuk efisiensi. Kami akan meninjau ulang dan menghitung kembali komponen-komponen tersebut agar biaya haji lebih terjangkau bagi jemaah,” ungkap Abdul kepada awak media.
Abdul menyebutkan bahwa biaya penerbangan, yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp33 juta, masih dapat diturunkan melalui negosiasi dengan maskapai. “Kami sudah membandingkan dengan penerbangan lainnya dan yakin harga penerbangan bisa lebih rendah. Penurunan ini akan berdampak signifikan pada total biaya haji,” jelasnya.
Biaya pemondokan, yang diajukan sebesar SAR4.000, juga dianggap masih bisa ditekan. Panja Haji berencana menggandeng pemilik hotel dan penginapan di Arab Saudi untuk negosiasi tarif. “Beberapa pemilik pemondokan bersedia menurunkan tarif tanpa mengorbankan kenyamanan jemaah,” tegas Abdul.
Biaya katering, yang ditetapkan sebesar SAR16,5 per jemaah, dinilai tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Abdul mengungkapkan bahwa pada pelaksanaan haji sebelumnya, kualitas makanan tidak mencerminkan anggaran yang telah dialokasikan. “Misalnya, ada katering yang hanya menghabiskan SAR4 per makan, meskipun anggarannya jauh lebih besar. Ini akan kami evaluasi agar lebih efisien tanpa mengurangi kualitas layanan,” katanya.
Biaya masyair, yang sebelumnya dianggarkan sebesar SAR4.000, ditemukan bisa diturunkan hingga SAR2.700. Efisiensi ini dapat dilakukan tanpa mengurangi kualitas layanan bagi jemaah.
Transportasi antar pemondokan dan tempat ibadah juga menjadi fokus evaluasi. Abdul menekankan pentingnya menyesuaikan anggaran transportasi agar tidak terjadi pemborosan. “Kami akan memastikan setiap anggaran yang dikeluarkan untuk transportasi benar-benar efisien dan tepat sasaran,” tambahnya.
Abdul juga menyoroti permasalahan kepadatan di Mina. Ia mengusulkan solusi berupa pemindahan sekitar 50 ribu jemaah ke hotel di sekitar Jamarat. “Jika sebagian jemaah menginap di hotel, kepadatan di Mina dapat berkurang. Ini juga bisa menjadi langkah awal untuk meminta tambahan kuota jemaah di masa mendatang,” ujar Abdul.
Selain efisiensi biaya, Abdul menekankan pentingnya mempersiapkan kesehatan jemaah, terutama yang berusia lanjut. “Pemerintah harus memulai persiapan kesehatan jemaah dari sekarang agar mereka dapat berangkat tanpa halangan kesehatan. Langkah ini penting untuk memastikan kelancaran ibadah,” imbuhnya.
Dengan evaluasi dan langkah efisiensi yang sedang dilakukan, Panja Haji DPR RI berharap biaya haji 2025 dapat lebih terjangkau tanpa mengorbankan kualitas pelayanan. Komisi VIII DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan ini demi kesejahteraan jemaah haji Indonesia.
Tren Peningkatan Biaya Haji Indonesia
Biaya perjalanan haji dan penyelenggaraan ibadah haji menunjukkan perubahan yang mencerminkan dinamika ekonomi, kebijakan pemerintah, dan kondisi global selama periode 2020 hingga 2024. Pandemi COVID-19, kebijakan baru di Arab Saudi, dan inflasi menjadi faktor utama yang memengaruhi biaya ini. Seperti dikutip Kabarbursa.com dari laman Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Kemenag, berikut ulasannya.
Pada 2020, biaya perjalanan haji (Bipih) rata-rata ditetapkan sebesar Rp35 juta, dengan total biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) mencapai Rp69 juta. Namun, pandemi COVID-19 menyebabkan pembatalan keberangkatan jamaah, memberikan opsi bagi calon jamaah untuk menarik dana atau menunda keberangkatan ke tahun berikutnya.
Tahun berikutnya, 2021, kondisi serupa terjadi dengan pembatalan keberangkatan haji untuk tahun kedua. Bipih meningkat menjadi Rp38 juta, sementara BPIH mencapai Rp70 juta. Pemerintah tetap merilis estimasi biaya untuk menjaga transparansi dan sebagai langkah persiapan administratif.
Tahun 2022 menjadi momen pelonggaran pembatasan perjalanan internasional, memungkinkan ibadah haji kembali dilaksanakan meski dengan kuota terbatas. Bipih naik menjadi Rp39,8 juta, dan BPIH menjadi Rp81 juta. Kenaikan ini dipengaruhi oleh kebutuhan tambahan seperti tes PCR, karantina, dan penerapan protokol kesehatan ketat.
Pada 2023, biaya perjalanan haji mengalami lonjakan signifikan. Bipih mencapai Rp49,8 juta, sementara BPIH naik menjadi Rp90 juta. Kenaikan tajam ini mencerminkan meningkatnya harga layanan di Arab Saudi, termasuk akomodasi, transportasi, dan katering. Perubahan sistem pengelolaan layanan oleh syarikat yang ditunjuk Kementerian Haji Arab Saudi turut menjadi faktor.
Memasuki 2024, Bipih kembali meningkat menjadi Rp51 juta dengan BPIH sebesar Rp91 juta. Pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara biaya dan kualitas pelayanan melalui standar akomodasi yang lebih ketat. Hotel di Makkah harus berjarak maksimal 4,5 kilometer dari Masjid Al-Haram, sedangkan di Madinah maksimal 1 kilometer dari Masjid Nabawi. Waktu tinggal jamaah di Madinah juga dibatasi hingga sembilan hari.
Kenaikan biaya ini tidak terlepas dari berbagai tantangan, termasuk fluktuasi nilai tukar mata uang, inflasi, dan kebijakan baru yang diterapkan oleh Arab Saudi. Pemerintah Indonesia terus berusaha menjaga agar biaya tetap kompetitif tanpa mengorbankan kualitas pelayanan. Negosiasi terkait kuota dan layanan dengan pihak Arab Saudi menjadi prioritas untuk memastikan kenyamanan jamaah haji.
Dengan berbagai perubahan dan dinamika tersebut, calon jamaah haji diimbau untuk memahami rincian komponen biaya serta mempersiapkan diri dengan baik. Langkah ini diharapkan dapat mendukung kelancaran pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci, memberikan pengalaman terbaik bagi jamaah Indonesia. (*)