KABARBURSA.COM - Literasi dan inklusi produk pasar modal di Indonesia masih terbilang cukup minim dibandingkan dengan sektor perbankan. Meskipun Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina, mengakui jumlah investor di Indonesia mengalami pelonjakan dalam lima tahun terakhir, namun jumlah tersebut masih sangat kurang jika berkaca dari jumlah penduduk di tanah air.
Hal ini disampaikannya dalam acara peluncuran RDN Bank DBS Indonesia dan Mirae Asset di Jakarta, Selasa, 24 September 2024.
"Jika kita lihat dan bandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia saat ini, masih kurang dari 5 persen. Sementara, ," kata Martha.
Meski mengalami kenaikan yang signifikan, Martha melihat literasi dan inklusi produk pasar modal di Indonesia masih minim. Padahal, kata dia, literasi dan inklusi produk perbankan sudah cukup tinggi, yang mencapai 50 persen.
"Produk perbankan literasi dan inklusinya itu sudah termasuk tinggi, untuk literasi sudah hampir 50 persen, inklusi sudah 70 persen. Sementara untuk pasar modal itu masih kurang dari 5 persen," kata Martha.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Martha mengatakan Mirae Asset dan Bank DBS Indonesia meluncurkan Rekening Dana Nasabah (RDN).
Adapun layanan tersebut diinisiasi untuk memudahkan investasi dan literasi pasar modal serta menargetkan untuk merangkul satu juta investor baru di pasar modal dalam lima tahun ke depan.
"Jadi harapan kita adalah dengan kita berkolaborasi bisa meningkatkan literasi dan inklusi dari pasar modal. Karena kita tahu bahwa untuk masyarakat sendiri untuk produk-produk perbankan sudah familiar, tapi produk pasar modal banyak masyarakat di luar sana yang masih belum mendapatkan informasi cukup," ungkap Martha.
Menurut keterangan resmi DBS Indonesia, kinerja pasar modal terus memperlihatkan pertumbuhan positif, salah satunya ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah investor.
Berdasarkan data KSEI per Juni 2024, jumlah investor di pasar modal telah mencapai 13 juta investor dengan rata-rata transaksi harian sebesar Rp12,3 triliun. Rata-rata pertumbuhan investor dibukukan 38,7 persen per tahun sejak 2020, dengan 99 persen didominasi oleh individu lokal.
Sejalan dengan data tersebut, riset YouGov untuk Bank DBS Indonesia pada 2023 menunjukkan bahwa 31 persen masyarakat dari kelas atas memprioritaskan berinvestasi setelah menabung (51 persen) dalam mengelola asetnya.
Studi yang sama mencatat 41 persen masyarakat menggunakan aplikasi online untuk mengakses layanan finansial, menggarisbawahi pentingnya integrasi investasi dengan teknologi.
OJK Sebut Gen Z Mendominasi Pasar Modal Indonesia
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan investor individu pasar modal Indonesia didominasi oleh gen Z. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi, mengatakan investor individu pasar modal Indonesia didominasi oleh umur di bawah 30 tahun dengan nilai 55,38 persen atau setara dengan aset Rp50,75 triliun.
Adapun investor individu dengan usia 31-40 tahun memiliki porsi sebesar 24,09 persen dengan aset Rp119,13 triliun. Selanjutnya, investor dengan usia 41-50 tahun memiliki porsi sebesar 11,86 persen dengan aset Rp183,01 triliun.
”Demografi investor individu per Juni 2024, kita bisa lihat bawasannya memang yang mendominasi itu adalah 40 ke bawah. Itu sudah mencapai sekitar hampir 79-80 persen Itu sudah didominasi 40 tahun ke bawah,” ujar Inarno dalam konferensi pers, di kantor Bursa Efek Indonesia, dikutip Selasa, 13 Agustus 2024.
Sementara itu, investor individu usia 51-60 tahun memiliki porsi sebesar 5,69 persen dengan aset Rp269,73 triliun. Sedangkan investor individu usia di atas 60 tahun memiliki porsi sebesar 2,98 persen dengan aset Rp887,66 triliun.
Selain itu, sebaran investor domestik masih didominasi oleh pulau Jawa itu 67,47 persen. Selanjutnya adalah Sumatera 16,64 persen, Sulawesi 5,50 persen, Kalimantan 5,31 persen. Selanjutnya, Bali NTB dan NTT 3,77 persen. Sedangkan Maluku dan Papua 1,31 persen.
Per 8 Agustus 2024, jumlah investor pasar modal Indonesia telah mencapai 13.433.850, naik 10,40 persen jika dibandingkan dengan posisi akhir 2023 sebanyak 12.168.061 investor.
Dari segi lainnya, Inarno menjelaskan otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menargetkan penghimpunan dana emisi efek, atau penawaran umum saham mencapai Rp200 triliun.
“Saat ini jumlah emisi itu ada 132, lalu juga penghimpunan dananya adalah Rp130,90 triliun sampai 9 Agustus 2024. Sementara target kita di 2024 adalah Rp200 triliun, semoga sisanya kita bisa mencapai di Rp200 triliun,” kata Inarno.
Sementara itu, penghimpunan dana lewat securities crowdfunding atau SCF, mencapai Rp1,1 triliun per 30 Juli 2024, dengan jumlah penerbit mencapai 579 dan 17 penyelenggara.
Adapun jumlah perusahaan tercatat saat ini sudah mencapai 936 perusahaan tercatat atau tumbuh dibanding 2023, sebanyak 903 perusahaan tercatat. Dari jumlah 936 perusahaan tercatat tersebut, sebanyak 28 perusahaan merupakan emiten baru, dimana 27 emiten saham, dan 1 emiten EBUS (Efek bersifat Utang dan Sukuk).(*)