KABARBURSA.COM - Data Bank Dunia menunjukkan perubahan menarik dalam dinamika utang luar negeri Indonesia sepanjang 2010 hingga 2022. Angka-angka yang mencerminkan berbagai aspek ekonomi, termasuk aliran keuangan bersih, dan rasio utang terhadap pendapatan nasional, memperlihatkan tren yang patut dicermati. Bagaimana rincian utang ini? Simak lebih lanjut dalam laporan berikut.
Pada 2022, total stok utang luar negeri Indonesia mencapai USD395,970 juta atau setara dengan Rp5.939 triliun. Rasio utang luar negeri terhadap ekspor adalah sebesar 123 persen, dan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (Gross National Income/GNI) adalah 31 persen. Pelayanan utang (debt service) terhadap ekspor berada di angka 22 persen, sementara terhadap GNI adalah 5 persen.
Aliran keuangan bersih (net financial flows), termasuk utang dan ekuitas, mencatat angka USD22,552 juta atau sekitar Rp338,28 triliun. Dari jumlah ini, aliran utang bersih (net debt inflows) menunjukkan nilai negatif sebesar USD1,00 juta atau sekitar Rp15,10 miliar, sementara aliran ekuitas bersih (net equity inflows) mencapai USD23,559 juta atau sekitar Rp353,38 triliun. Pendapatan Nasional Bruto (GNI) Indonesia pada tahun tersebut tercatat sebesar USD1,282,834 juta atau sekitar Rp19.242 triliun, dengan populasi mencapai 276 juta jiwa.
Utang Menurut Jenis Kreditur
Komposisi utang publik dan yang dijamin oleh pemerintah (public and publicly guaranteed debt) menurut jenis kreditur pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 76 persen dari utang ini berasal dari kreditur swasta (private creditors), 16 persen dari kreditur multilateral (multilateral creditors), dan 8 persen dari kreditur bilateral (bilateral creditors).
Dari kreditur multilateral, 9 persen utang adalah kepada Bank Dunia (World Bank - IBRD), 5 persen kepada Asian Development Bank (ADB), dan 2 persen kepada kreditur multilateral lainnya. Sementara itu, kreditur bilateral termasuk Jerman (2 persen), Jepang (4 persen), dan Perancis (1 persen).
Secara lebih rinci, dari utang kepada kreditur swasta, 73 persen dipegang oleh pemegang obligasi (bondholders), dan sisanya oleh bank komersial dan kreditur komersial lainnya (commercial banks and others).
Untuk periode 2018 hingga 2022, rata-rata syarat pada komitmen utang baru dari kreditur resmi (official creditors) dan kreditur swasta (private creditors) memperlihatkan tren yang bervariasi. Kreditur resmi menunjukkan periode grace dan jatuh tempo (maturity) yang relatif stabil dengan beberapa fluktuasi, sedangkan suku bunga (interest rates) menunjukkan tren penurunan. Sementara itu, kreditur swasta menunjukkan variasi yang lebih besar dalam periode grace dan jatuh tempo, dengan tren suku bunga yang juga cenderung menurun selama periode tersebut.
Data Utang 2010-2022
Data terbaru mengenai utang luar negeri Indonesia dari 2010 hingga 2022 memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kondisi keuangan negara. Pada 2022, total stok utang luar negeri Indonesia mencapai USD395,970 juta, setara dengan sekitar Rp5,939 triliun. Angka ini menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD411,014 juta atau sekitar Rp6,165 triliun.
Jika dilihat pada tahun-tahun sebelumnya, total stok utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari 2010 hingga 2021. Pada 2010, total stok utang luar negeri tercatat sebesar USD179,4 miliar atau sekitar Rp2.691 triliun. Angka ini meningkat pada tahun 2011 menjadi USD200,2 miliar, setara dengan Rp3.003 triliun. Peningkatan ini terus berlanjut pada tahun 2012, di mana utang luar negeri mencapai USD219,3 miliar atau sekitar Rp3.289 triliun.
Pada 2013, utang luar negeri Indonesia meningkat lagi menjadi USD238,0 miliar atau sekitar Rp3.570 triliun. Tahun berikutnya, 2014, angka ini naik menjadi USD260,4 miliar, setara dengan Rp3.906 triliun. Tren kenaikan berlanjut pada tahun 2015 dengan total utang luar negeri mencapai USD307,7 miliar atau sekitar Rp4.615 triliun.
Tahun 2016 menunjukkan sedikit kenaikan dengan total utang mencapai USD318,9 miliar atau sekitar Rp4.784 triliun. Pada tahun 2017, utang luar negeri Indonesia meningkat lagi menjadi USD352,2 miliar atau sekitar Rp5.283 triliun.
Tahun 2018 mencatat total utang luar negeri sebesar USD379,6 miliar atau sekitar Rp5.694 triliun. Pada tahun 2019, utang luar negeri meningkat menjadi USD402,1 miliar atau sekitar Rp6.031 triliun. Tahun 2020, di tengah pandemi global, total stok utang luar negeri Indonesia mencapai USD411,4 miliar atau sekitar Rp6.171 triliun.
Peningkatan ini mencerminkan kebijakan pinjaman yang intensif untuk membiayai proyek-proyek pembangunan dan berbagai program pemerintah, termasuk investasi dalam infrastruktur dan sektor-sektor strategis lainnya. Faktor eksternal seperti fluktuasi nilai tukar dan perubahan ekonomi global juga turut mempengaruhi besarnya utang luar negeri Indonesia selama periode tersebut.
Untuk utang luar negeri jangka panjang yang dijamin oleh publik dan pemerintah (public and publicly guaranteed debt) pada tahun 2022, jumlahnya mencapai USD337,031 juta atau sekitar Rp5,055 triliun. Utang dari kreditur resmi (official creditors) menyumbang USD54,256 juta atau setara dengan Rp813,84 miliar. Utang dari lembaga multilateral seperti Bank Dunia mencapai USD35,478 juta atau sekitar Rp532,17 miliar, sedangkan utang dari kreditur bilateral (bilateral creditors) berjumlah USD18,778 juta atau setara dengan Rp281,67 miliar.
Utang kepada kreditur swasta (private creditors) pada tahun 2022 mencapai USD155,650 juta atau setara dengan Rp2.334 triliun. Dari jumlah ini, pemegang obligasi (bondholders) mencatat angka USD163,145 juta atau sekitar Rp2.447 triliun, sementara utang dari bank komersial dan lainnya (commercial banks and others) mencapai USD13,496 juta atau sekitar Rp202,44 miliar.
Penggunaan kredit dari IMF dan alokasi Hak Penarikan Khusus (Special Drawing Rights/SDR) pada tahun 2022 mencapai USD8,565 juta atau sekitar Rp128,475 miliar, sedikit menurun dari USD9,007 juta atau Rp135,105 miliar pada tahun 2021. Sedangkan stok utang luar negeri jangka pendek (short-term external debt stocks) pada tahun 2022 meningkat menjadi USD50,374 juta atau sekitar Rp755,61 miliar, naik dari USD47,329 juta atau sekitar Rp709,94 miliar pada tahun 2021.
Penyaluran dana utang jangka panjang (long-term debt disbursements) pada tahun 2022 mencapai USD53,437 juta atau sekitar Rp801,56 miliar. Dari jumlah ini, USD18,568 juta atau sekitar Rp278,52 miliar digunakan oleh sektor publik yang dijamin oleh pemerintah (public and publicly guaranteed sector), dan USD34,869 juta atau sekitar Rp523,04 miliar digunakan oleh sektor swasta yang tidak dijamin (private sector not guaranteed).
Pembayaran pokok utang jangka panjang (long-term principal repayments) pada tahun 2022 mencatat angka USD57,488 juta atau sekitar Rp862,32 miliar. Dari jumlah ini, USD27,184 juta atau sekitar Rp407,76 miliar dibayarkan oleh sektor publik dan yang dijamin, serta USD30,304 juta atau sekitar Rp454,56 miliar oleh sektor swasta yang tidak dijamin.
Pembayaran bunga untuk utang jangka panjang (long-term interest payments) pada tahun 2022 mencapai USD11,601 juta atau sekitar Rp174,015 miliar, turun dari USD10,940 juta pada tahun sebelumnya. Dari jumlah ini, USD8.432 juta atau sekitar Rp126,48 miliar merupakan pembayaran dari sektor publik dan yang dijamin, sementara USD3,169 juta atau sekitar Rp47,535 miliar berasal dari sektor swasta yang tidak dijamin.
Sementara itu, menurut catatan Bank Indonesia (BI), Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal IV 2023 mencapai USD407,1 miliar atau setara dengan Rp6.359 triliun (kurs Rp15.621 per dolar AS). Angka ini tumbuh 2,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), meningkat dari pertumbuhan 0,02 persen pada kuartal sebelumnya.
Asisten Gubernur Bank Indonesia dan Departemen Komunikasi, Erwin Haryono, mengatakan peningkatan ini terutama berasal dari transaksi utang luar negeri sektor publik. Faktor pelemahan dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah, juga turut mempengaruhi kenaikan posisi ULN pada kuartal IV 2023.
"Posisi ULN pemerintah pada akhir kuartal IV 2023 sebesar USD196,6 miliar atau Rp3.071 triliun, tumbuh 5,4 persen (yoy) atau meningkat dari pertumbuhan 3,3 persen (yoy) pada kuartal sebelumnya,” kata Erwin, Kamis 15 Februari 2024 lalu.
Perkembangan ULN tersebut, kata Erwin, terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, khususnya dari lembaga multilateral, yang digunakan untuk mendukung pembiayaan berbagai program dan proyek. Selain itu, peningkatan ULN pemerintah juga dipengaruhi oleh peningkatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) baik domestik maupun internasional. Hal ini seiring dengan sentimen positif dari pelaku pasar yang mulai percaya setelah ketidakpastian di pasar keuangan global mulai mereda.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.