KABARBURSA.COM – Potensi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia mendorong pemerintah menyuarakan pensiun dini dari batu bara. Pemerintah optimistis jika coal phase out atau penghapusan penggunaan batu bara di semua sektor industri dapat tercapai karena memiliki sejumlah alternatif pengganti energi batu bara.
Sub Kerja Sama EBT, Direktur Aneka EBT, Direktorat Jenderal EBTKE, Ira Ayuthia Herdiani mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi 3.687 megawatt dari energi bersih. Namun, yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 3 persen.
Oleh karena itu, pemerintah mendorong kemandirian energi sekaligus mengurangi penggunaan batu bara dan memaksimalkan energi bersih.
“Terkait dengan ketahanan energi sendiri tertuang di kebijakan sektor energi, terutama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2025-2045) ini memang mengarah ke diversifikasi dan juga konservasi energi,” kata Ira dalam diskusi publik bertajuk Saatnya Beranjak ke Energi.
Ira menjelaskan, pengurangan emisi gas rumah kaca telah dijelaskan dalam dokumen Enchanced NDC yang menargetkan penurunan 358 juta ton CO2 yang akan dicapai melalui beberapa usaha, salah satunya pemanfaatan energi terbarukan.
Kemudian langkah berikutnya, lanjut Ira, adalah efisiensi energi. Pada tahun 2023, pemerintah menargetkan pengurangan emisi sebesar 51 juta ton dan realisasinya diklaim mampu memenuhi target, yakni 51,29 juta ton CO2.
Ira mengungkapkan, capaian bauran untuk EBT telah mencapai 13 persen. Capaian bauran tersebut dicapai melalui beberapa program, yaitu pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) ground-mounted (permukaan tanah datar) sekala besar dan PLTS terapung.
“Kita sudah ada implementasi satu PLTS terapung yang terbesar di Asia Tenggara di Cirata, itu sekitar 145 megawatt AC. Kemudian untuk angin, saat ini kita juga sudah memiliki pembangkit listrik tenaga angin dengan kapasitas yang cukup besar di Sulawesi Selatan, di Sidrap dan juga Jeneponto dengan total sekitar 143 megawatt,” jelasnya.
Sementara untuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) offshore, kata Ira, masih dalam riset Kementerian ESDM sehingga belum ada implementasinya secara komersial. Sedangkan untuk hidro, telah menghasilkan 6,6 gigawatt dan panas bumi sebesar 2,5 gigawatt.
PLTU Face Down
Ira menuturkan, beberapa upaya menuju NZE 2060 yang konsisten dilakukan adalah penerapan konversi kendaraan BBM ke listrik, penggunaan kompor induksi dan salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) face down atau atau menghentikan operasional PLTU. Penghentian ini dilakukan karena selama ini operasional PLTU masih menggunakan batu bara.
“Jadi di sini dikatakan face down adalah untuk PLTU yang sudah ada dan tentunya pengembangan EBT. Selain itu, pengembangan energi terbarukan, baik off grid dan on grid serta pengembangan energi baru seperti nuklir, hidrogen dan amonia,” kata Ira.
Agar proses pensiun dini batu bara dapat terealisasi, perlu diganti dengan pembangkit listrik EBT dengan tiga jenis energi terbarukan, yakni tenaga surya, angin dan hidrogen.
Pemerintah menargetkan share dari tiga tenaga tersebut mencapai 41,6 persen. Sedangkan untuk yang non-intermitten sekitar 58,4 persen. Sementara untuk PLTU yang masih beroperasi menggunakan coal, juga akan dilengkapi dengan carbon capture storage.
“Jadi tidak hanya coal secara konvensional, tapi disertai ada cofiring dengan biomasa ataupun dengan CCS. Kemudian untuk green hydrogen ataupun green ammonia pun juga berperan di mana ini bisa dilakukan untuk green hydrogen, itu bisa untuk penggantian PLT gas dan juga ammonia untuk PLTU,” jelasnya.
Adapun kebutuhan investasi dari target ambisius pemerintah ini adalah sebesar USD55,18 miliar untuk 20,9 gigawatt pada tahun 2030.
Klik Halaman Selanjutnya...
Dampak ke Emiten Batu Bara
Wacara pensiun dini dari batu bara juga telah sampai ke emiten yang bergelut di bidang batu bara. Emiten-emiten tersebut mengaku telah memiliki antisipasi terhadap penghentian aktivitas batu bara yang dinilai tidak sejalan dengan semangat NZE 2060.
Salah satu emiten yang bergelut di bidang pengelolaan batu bara adalah PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Pesaing Adaro ini berfokus pada diversifikasi aset di sektor sumber daya alam, khususnya pada komoditas masa depan.
“Kami tidak hanya terpaku pada batu bara, tetapi melihat peluang di berbagai jenis mineral. Prinsip kami adalah mengelola risiko konsentrasi dengan baik,” kata Direktur DOID, Dian Hadipranowo dalam paparan publik di Jakarta beberapa waktu lalu.
Strategi diversifikasi ini melibatkan investasi di perusahaan seperti Asiamet Resources, 29Metals, dan BUMA Australia. Dian menyatakan bahwa langkah ini mendukung peralihan menuju ekonomi rendah karbon, sesuai dengan kebijakan pemerintah Indonesia dan negara lainnya.
Direktur Delta Dunia Makmur, Iwan Fuad Salim, menegaskan bahwa DOID sepenuhnya mendukung kebijakan energi di Indonesia, AS, dan Australia.
“Tugas kami adalah memastikan perusahaan berkontribusi aktif dalam transisi energi global. Diversifikasi menjadi kunci ketahanan perusahaan,” ujar Iwan. Ia menekankan pentingnya memperluas usaha di luar batu bara, termasuk kontraktor dan kepemilikan tambang di berbagai wilayah.
Akses Listrik ke Wilayah Remote
Meski begitu, Ira mengingatkan agar transisi energi tidak memberikan dampak negatif kepada pihak-pihak lain. Menurutnya, transisi energi harus memiliki prinsip berkeadilan, karena penghentian pengoperasian batu bara juga dapat menghapus potensi kerja di daerah-daerah penghasil energi fosil.
Ira juga menuturkan bahwa transisi energi juga harus memperhatikan strategi pemerataan dengan perluasan akses dan jangkauan pelayanan infrastruktur energi.
“Ini juga termasuk adalah menjangkau atau memberikan akses listrik kepada teman-teman kita di daerah-daerah terpencil yang saat ini memang belum bisa menikmati energi modern,” ujarnya.
Menjangkau wilayah terpencil ini, kata dia, adalah dengan memanfaatkan lokal potensi di masing-masing daerah. Selain itu, hal yang harus dilakukan adalah peningkatan riset inovasi, perbaikan regulasi dan kebijakan serta mendorong pengembangan hidrogen rendah karbon.
Tantangan Pensiun Dini Batu Bara
Upaya pensiun diri batu bara tidak selalu mulus. Ada tantangan tersendiri yang harus dihadapi, khususnya ketika harga batu bara kembali naik akibat peningkatan tensi geopolitik seperti perang Ukraina. Di sisi lain, energi terbarukan seperti tenaga surya semakin kompetitif karena penurunan harga drastis dalam lima tahun terakhir.
“Harga batu bara dunia awalnya relatif murah. Namun, perang Ukraina memicu kenaikan harga yang signifikan. Akibatnya, meskipun pembangkit tenaga batubara masih menjadi sumber energi dengan biaya paling rendah dari segi direct cost, tren kenaikan harga tetap terjadi,” kata Bagus Murdiantoro, Co-Director Program Mentari.
Menurutnya, anomali yang muncul akibat perang Ukraina mendorong permintaan batubara kembali naik ketika pasokan gas berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pembangkit tenaga batubara murah, emisinya yang tinggi berkontribusi pada pemanasan global. Dinamika ini mendorong diskusi global tentang coal phase-out pada 2021.
Untuk mendukung upaya coal phase-out Bagus meminta pemerintah mengimplementasi pajak karbon seperti yang dilakukan negara-negara lain yang telah menerapkan pajak karbon sejak tahun 2008.
Bagus mengungkapkan, harga karbon di Eropa meningkat dari 10 euro per ton menjadi 90 euro per ton dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia juga telah menetapkan kebijakan ekonomi karbon melalui Perpres, meskipun saat ini tarif pajak karbon masih rendah, sekitar USD1,9 per ton.
“Jika Indonesia menerapkan pajak karbon secara penuh, harga listrik dari batubara akan meningkat signifikan dibandingkan dengan energi surya (PV). Hal ini menjadi salah satu alasan untuk mempercepat transisi dari batubara ke energi terbarukan,” jelasnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.