KABARBURSA.COM - Kepala Investasi Pella Funds, Jordan Cvetanovski, mengatakan meski situasi politik dan ekonomi di China dan Eropa terbilang mencekam, ada peluang emas di pasar ini. Fokusnya adalah mencari perusahaan berkualitas dengan valuasi rendah yang mampu tetap bersinar di tengah ketidakpastian.
Selama dua hingga tiga bulan terakhir, Pella Funds meningkatkan eksposur investasinya di China lebih dari 10 persen. Meski begitu, ketatnya seleksi berbasis valuasi membawa perusahaan ini melirik wilayah lain di luar Amerika Serikat, seperti Eropa dan Asia.
Cvetanovski mengungkapkan, langkah investasi di China sebenarnya bisa mendapatkan dorongan lebih besar jika pemerintah setempat meluncurkan stimulus ekonomi tambahan. Namun, tanpa stimulus pun, perusahaan-perusahaan yang dipilih Pella Funds telah menunjukkan performa yang stabil meskipun pasar sedang bergejolak.
Pada November lalu, pemerintah China mengumumkan paket stimulus lima tahun senilai 10 triliun yuan (sekitar Rp22.000 triliun) untuk mengatasi masalah utang pemerintah daerah. Negeri Tirai Bambu itu juga memberi sinyal akan menambah dukungan ekonomi di 2025 demi mendorong pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia ini.
“Stimulus dari pemerintah China bakal jadi kabar baik bagi perusahaan-perusahaan ini. Dengan valuasi yang rendah dan minimnya perhatian dari manajer global, kami melihat potensi keuntungan yang sangat kuat. Waktunya tepat untuk memposisikan diri sekarang, terutama di tengah ketakutan akan perang tarif,” ujar Cvetanovski dilansir dari Consumer News and Business Channel di Jakarta, Rabu, 25 Desember 2024.
Beberapa perusahaan China yang dinilai punya valuasi menarik dan bisa meraup keuntungan dari stimulus fiskal adalah produsen robot Midea Group, bursa saham Hong Kong Exchanges, dan perusahaan asuransi jiwa AIA Group.
Cvetanovski mengatakan Hong Kong Exchanges sudah dipantau oleh Pella Funds selama bertahun-tahun dan diprediksi akan mendapat manfaat besar dari penguatan pasar dan penerbitan saham baru.
“Asuransi jiwa AIA di Hong Kong adalah salah satu perusahaan terbaik di wilayah ini. Mereka terus menunjukkan kinerja solid setiap tahun,” katanya. Ia menambahkan, jika AIA terdaftar di bursa saham AS, valuasinya bisa langsung naik hingga 70 persen sejak hari pertama.
Investasi di Pasar A-share China
China memperluas keterbukaan pasar modalnya dengan melonggarkan aturan investasi asing di perusahaan yang tercatat dipasar modal. Langkah ini akan mendongkrak kualitas perusahaan di pasar saham A alias A-share dan menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke pasar saham tersebut. Saham A adalah saham perusahaan yang berbasis di daratan China yang diperdagangkan di dua bursa saham negeri tersebut, yakni Bursa Efek Shanghai (SSE) dan Bursa Efek Shenzhen (SZSE).
Dilansir dari China Daily, peraturan baru ini mulai berlaku pada 2 Desember 2024 setelah diumumkan bersama oleh enam kementerian, termasuk Kementerian Perdagangan China dan China Securities Regulatory Commission (CSRC). Salah satu perubahan signifikan adalah diperbolehkannya perorangan asing untuk berinvestasi di perusahaan publik China. Sebelumnya, hanya institusi atau badan hukum asing yang diizinkan melakukan investasi jenis ini.
Selain itu, aturan modal juga dipermudah. Jika sebelumnya investor asing harus memiliki aset nyata minimal USD100 juta (setara Rp1,6 triliun) atau mengelola USD500 juta (sekitar Rp8 triliun), kini ambang batas tersebut diturunkan menjadi USD50 juta (sekitar Rp800 miliar) dan USD300 juta (setara Rp4,8 triliun). Namun, pelonggaran ini berlaku jika investor asing tersebut bukan sebagai pemegang saham pengendali pada perusahaan yang ia target.
Fleksibilitas lebih juga diberikan dalam metode pembayaran. Jika sebelumnya investor hanya bisa menggunakan skema private placement atau perjanjian transfer saham, kini mereka diperbolehkan melakukan tender offer alias penawaran pembelian saham. Bahkan, investor asing dapat menggunakan saham perusahaan non-publik di luar negeri sebagai alat pembayaran akuisisi.
Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, He Yongqian, menyebut kebijakan ini dirancang untuk memadukan mekanisme pasar, pengawasan pemerintah, dan pengawasan sosial demi menjaga stabilitas pasar modal di tengah keterbukaan yang bertahap.
Analis keuangan independen di China, Pi Haizhou, menilai kebijakan ini akan memperkuat prinsip investasi nilai di pasar saham China. Dengan periode lock-up minimal 12 bulan, investor asing akan cenderung memilih strategi jangka panjang ketimbang spekulasi. “Pergerakan investor asing ini akan menjadi perhatian bagi investor domestik, yang kemungkinan akan mengikuti pilihan mereka untuk berinvestasi di perusahaan A-share target,” ujarnya.
Peran AI dan Semikonduktor
Selain itu, Pella Funds juga masih menjadi pendukung besar Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC), produsen chip kontrak terbesar di dunia. Minat terhadap TSMC bukan sekadar karena perannya di sektor semikonduktor, tapi juga sebagai bagian dari tren kecerdasan buatan (AI) yang terus berkembang.
Dengan langkah-langkah seperti ini, Cvetanovski percaya 2025 akan menjadi tahun yang menjanjikan bagi investor yang berani mencari peluang di luar zona nyaman mereka. Meski ada risiko, perusahaan-perusahaan yang dipilih sudah menunjukkan daya tahan, bahkan di masa yang sulit sekalipun.
Peluang Emas di Pasar Eropa
Eropa memang sedang tidak stabil. Pemerintahan Jerman dan Prancis baru-baru ini tumbang dan menciptakan ketidakpastian di pasar regional. Namun, menurut Cvetanovski, kehati-hatian para investor justru menjadi peluang besar untuk masuk ke pasar Eropa.
Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah Schneider Electric, produsen peralatan listrik asal Prancis. Meski Prancis sedang dilanda ketidakstabilan politik, Schneider berhasil meningkatkan proyeksi pertumbuhan dan margin keuntungannya.
Perusahaan ini memanfaatkan transisi digital di Eropa serta perkembangan kecerdasan buatan (AI) dengan memperkuat bisnis pusat datanya. Pada Juli lalu, Schneider bahkan menaikkan target keuangan untuk 2024 setelah mencatat pendapatan tertinggi sepanjang sejarah dan perbaikan margin keuntungan.
Masuk ke Saham Inggris dan Swedia
Pella Funds juga baru-baru ini menambah portofolio mereka dengan membeli saham perusahaan teknik asal Inggris, Spirax Group (sebelumnya dikenal sebagai Spirax-Sarco), serta produsen alat berat asal Swedia, Epiroc. Epiroc diprediksi akan diuntungkan dari kebangkitan belanja modal di sektor pertambangan.
Menurut Cvetanovski, perusahaan-perusahaan seperti ini tidak hanya akan mendapatkan manfaat dari stimulus fiskal China, tetapi juga tetap kuat meskipun tanpa dukungan tersebut.
“Mereka murah, sedang tumbuh, dan kami bisa membenarkan harga yang kami bayarkan. Hal ini berbeda dengan banyak saham di AS yang sering kali valuasinya terlalu tinggi untuk bisa dijustifikasi,” katanya.
Dengan portofolio yang terarah dan fokus pada perusahaan dengan valuasi menarik, Pella Funds melihat Eropa sebagai ladang investasi potensial, terutama di tengah ketidakpastian yang justru memberikan peluang lebih besar bagi mereka yang berani mengambil risiko.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.