KABARBURSA.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka opsi penambahan komisi kerja seiring dengan wacana penambahan porsi kabinet dalam pemerintahan Presiden terpilih, Prabowo Subianto, periode 2024-2029 kelak.
Adapun rencana penambahan komisi mencuat kala DPR RI mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Kementerian Negara melalui Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 19 September 2024 lalu. UU tersebut, dinilai menjadi sinyal kuat akan adanya penambahan porsi kabinet di pemerintahan mendatang.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menuturkan, UU Kementerian Negara yang baru memungkinkan penambahan jumlah kabinet kerja di pemerintahan 2024-2029. Dia menilai, hal tersebut juga membuka peluang penambahan komisi kerja di DPR yang diketahui menjadi mitra kerja pemerintah.
“Jadi dengan tanpa batas jumlah kementerian ini peluang DPR juga akan menambah jumlah komisi itu menjadi sangat terbuka karena prinsipnya komisi-komisi di DPR itu dalam pekerjaannya sehari-hari akan langsung berurusan dengan kementerian yang ada di pemerintah,” kata Lucius saat dihubungi KabarBursa.com, Kamis, 26 September 2024.
Lucius menuturkan, penambahan porsi kabinet di periode pemerintahan 2024-2029 akan menambah beban kerja komisi-komisi di DPR. Karenanya opsi penambahan porsi komisi juga diperlukan untuk meningkatkan fungsi pengawasan yang selama ini berjalan cukup memblek.
“Dengan sedikit kementerian dan sedikit mitra kerja selama ini saja pengawasan yang dilakukan di DPR cukup memblek apalagi kemudian kalau satu komisi diberikan beban dengan banyak kementerian,” jelasnya.
Lucius juga menilai, penambahan porsi komisi DPR RI juga menjadi salah satu harapan bagi fraksi-fraksi partai politik. Pasalnya, penambahan porsi komisi memberikan ruang bagi partai politik mendistribusikan jatah bagi pimpinan.
“Karena ini adalah harapan semua fraksi, harapan semua partai, ya maka tinggal menunggu waktu saja kalau presiden misalnya membuat tambahan jumlah kementerian lebih banyak dari yang ada sekarang ini. Itu artinya otomatis direspon oleh DPR dengan tambahan jumlah komisi,” ungkapnya.
Tak Lantas Buat Tata Kelola Efisien
Kendati begitu, Lucius menekankan, penambahan jumlah komisi tidak lantas membuat kerja pemerintah dan DPR RI efisien. “Bertambahnya jumlah kementerian, bertambahnya jumlah komisi tidak akan otomatis membuat tata kelola pemerintahan atau tata kelola di DPR itu menjadi lebih efektif dan efisien,” ucapnya.
Terlebih, kata Lucius, penambahan komisi DPR berpeluang membebani jumlah anggaran kerja lembaga legislatif tersebut. Diketahui, anggaran kerja DPR tahun 2025 telah disepakati sebesar Rp9,25 triliun.
“Tambahan jumlah komisi sudah barang tentu akan memberikan beban anggaran kepada DPR. Pasti ada anggaran tambahan yang akan otomatis muncul ketika kemudian ada alat kelengkapan baru yang dibentuk di DPR,” jelasnya.
Di sisi lain, Lucius juga menyebut tambahan jumlah komisi itu akan semakin memberatkan koordinasi di antara komisi-komisi dan fraksi yang ada di DPR. Dengan begitu, kata dia, urusan efektifitas dan efisiensi memang dalam ancaman ketika kementerian bertambah juga jumlah komisi di DPR bertambah.
Untuk prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, tutur Lucius, porsi kabinet yang gemuk diikuti dengan penambahan komisi di DPR tidak menjadi kabar baik. Pasalnya, dia menilai wacana tersebut rawan diselewengkan dengan praktik bagi-bagi jabatan.
“Harapan yang sama juga kita sampaikan kepada DPR tambahan jumlah komisi tidak hanya dalam konteks menambah lahan untuk bisa membagi-bagi jatah di antara fraksi yang masuk ke parlemen di 2024-2029,” tegasnya.
Lebih jauh, Lucius juga menilai wacana penambahan komisi tidak semestinya digaungkan sebelum presiden terpilih menetapkan porsi kabinet kerjanya. Di sisi lain, penambahan komisi di DPR juga perlu didasarkan pada peningkatan kinerja secara kelembagaan.
“Bagi saya pembicaraan terlalu cepat terkait penambahan komisi ini hanya menunjukkan bagaimana DPR sungguh berharap bagaimana fraksi-fraksi sungguh berharap mereka bisa kebagian jatah di komisi-komisi kalau jumlah komisi di DPR bertambah,” tutupnya.
Baca Hal Selanjutnya...
Kemungkinan yang Terjadi Kala Porsi Kabinet Ditambah
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mempertanyakan pembiayaan kementerian dan lembaga seandainya porsi kabinet di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto ditambah. Pasalnya, dia menilai porsi belanja operasional birokrasi pemerintah sangat besar, yakni mencapai Rp691 triliun.
Adapun alokasi belanja birokrasi tadi terdiri dari belanja pegawai kementerian dan lembaga sebesar Rp285,8 triliun dan belanja barang Rp405,2 triliun. Bhima menilai, penambahan kabinet justru akan menambah porsi utang negara.
“Bisa dibayangkan penambahan nomenklatur kementerian baru bisa buat apbn tertekan. Pembiayaan K/L baru mau darimana lagi jika tidak andalkan utang?” kata Bhima saat dihubungi KabarBursa.com, Kamis, 26 September 2024.
Di sisi lain, penambahan porsi kabinet kerja pemerintah juga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada posisi ini, Bhima menilai, program yang dicanangkan Prabowo akan terancam lantaran ruang fiskal yang semakin menyempit.
“Beban APBN yang makin besar juga ancaman untuk implementasi program prabowo ke depan. Ruang fiskal menyempit maka banyak program harus dirasionalisasi. Itu kontradiktif jadinya pada pencapaian target ekonomi Prabowo,” jelasnya.
Selain itu, Bhima menilai penambahan nomenklatur justru akan mempersulit koordinasi program. Menurutnya, hal tersebut berisiko terjadinya tumpang-tindih antar kementerian dan lembaga.
“Makin kompleks rantai birokrasi nya maka semakin lama eksekusi programnya. Nanti khawatir banyak program tidak berjalan secara efektif karena menunggu instruksi satu sama lainnya,” tutupnya.
Godok Opsi Tambah Komisi
Teranyar, Ketua Umum DPR RI, Puan Maharani, menyebut bahwa opsi penambahan porsi komisi sudah dikaji. Saat ini, dia mengaku wacana tersebut tinggal menunggu dimatangkan setelah ketetapan porsi kabinet di pemerintahan mendatang.
“Sudah dikaji. Kita akan matangkan nanti setelah kemudian Presiden terpilih nantinya mematangkan (porsi kabinet). Kira-kira berapa kementerian yang kemudian akan dipertimbangkan dan dipastikan berapa kebutuhannya,” kata Puan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 29 September 2024.
Lebih jauh, Puan juga menekankan, jumlah komisi di DPR yang hendak ditambah akan disesuaikan dengan kebutuhan penambahan kabinet di pemerintahan. Dia juga menyebut, DPR menggunakan mekanisme musyawarah mufakat dalam mengkaji urgensi penambahan komisi.
“Tentu saja kemudian DPR akan menyesuaikan berapa kemudian kebutuhan untuk menyesuaikan, disesuaikan dengan kebutuhan untuk menyesuaikan dengan kementerian yang akan ada,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menyebut penetapan porsi kabinet masih dalam proses simulasi. Dia juga menyebut, finalisasi jumlah kabinet akan diputuskan sebelum Prabowo Subianto dilantik kelak.
“Itu masih dinamika, bisa ada, bisa nggak, itu tergantung nanti finalisasi yang akan kemudian difinalkan sebelum pelantikan presiden terpilih,” jelasnya.
Sinyal Tambah Porsi
Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-Undang atau UU Kementerian Negara dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 19 September 2024. Rapat Paripurna pengesahan revisi UU Kementerian Negara dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Lodewijk Paulus. Berdasarkan catatan Sekretariat Jenderal DPR RI, pengesahan melalui Rapat Paripurna diikuti oleh 48 anggota dan 260 anggota izin dari total 570.
Mulanya, Lodewijk menegaskan kepada seluruh fraksi DPR RI untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dengan penyempurnaan rumusan.
“Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dengan penyempurnaan rumusan sebagaimana di atas dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Lodewijk.
Lantas dijawab setuju oleh para anggota yang hadir secara fisik dalam Rapat Paripurna yang kemudian disusul dengan suara ketukan palu yang digunakan Lodewijk. Adapun RUU Kementerian Negara telah disetujui oleh sembilan fraksi dengan satu disertai catatan.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Amin Ak mengatakan presiden yang akan menjabat kelak diberi kewenangan dalam mengelola pemerintahannya sesuai kebutuhan dengan tujuan mencapai target pembangunan dan mampu mewujudkan pemerintahan yang berasaskan tata pemerintahan yang baik.
Hal tersebut mendasari kesepahaman fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap RUU Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Adapun revisi UU Kementerian Negara memungkinkan adanya penambahan kabinet di pemerintahan presiden terpilih, Prabowo Subianto.
“Jumlah isu yang dibentuk ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden memberikan arah tata kelola pemerintahan yang baik untuk terwujudnya sebesar-besar keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Amin dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Sabtu, 14 September 2024.
Fraksi PKS DPR memandang bahwa perubahan Undang-Undang Kementerian Negara menjadi suatu keharusan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI Nomor 79/PUU-IX/2011 terkait penjelasan Pasal 10 yang dihapus. Amin menuturkan, penambahan di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 6A, pada prinsipnya, sesuai dengan kebutuhan presiden dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
“Dalam hal tertentu, pembentukan kementerian tersendiri dapat didasarkan pada sub-urusan pemerintahan atau perincian urusan pemerintahan sepanjang memiliki keterkaitan ruang lingkup urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3),” ungkapnya.
Amin menyebut Fraksi PKS memperhatikan pula penambahan di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan satu pasal, yaitu Pasal 9A, menurut PKS, dalam pengaturannya tidak menghambat kerja tugas, pokok, dan fungsi.
“Dalam hal terdapat undang-undang yang menuliskan, mencantumkan atau mengatur unsur-unsur organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, presiden dapat melakukan perubahan unsur-unsur organisasi tersebut dalam peraturan pelaksanaan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan,” katanya.(*)