KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menandatangani Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR) bersama dengan pimpinan dari 42 negara dan yurisdiksi lainnya.
MLI STTR adalah salah satu instrumen penerapan Pilar 2 yang merupakan bagian dari kesepakatan global untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat.
MLI STTR memungkinkan suatu negara untuk mengenakan pajak tambahan sampai dengan 9 persen atas penghasilan tertentu, seperti royalti, bunga, dan beberapa jenis jasa yang dibayarkan ke negara mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) jika memberlakukan tarif pajak kurang dari 9 persen.
Namun, ketentuan ini hanya berlaku atas penghasilan intragrup dengan nilai diatas EUR1 juta dalam satu tahun pajak (materiality threshold). Sementara, untuk penghasilan selain bunga dan royalti, nilai pembayaran harus melebihi biaya pokok ditambah dengan margin 8,5 persen (mark-up threshold).
Partisipasi Indonesia dalam MLI STTR menunjukkan komitmen negara untuk meningkatkan keadilan dan transparansi dalam kerja sama ekonomi global.
STTR juga mendorong penciptaan level playing field antara perusahaan lokal dan multinasional, sehingga memastikan perusahaan lokal mampu bersaing di pasar.
Selain itu, STTR juga berperan untuk memperkuat ketentuan anti penghindaran pajak dalam sistem perpajakan Indonesia dan menciptakan ruang fiskal yang lebih luas bagi Pemerintah dalam menanggulangi tantangan ekonomi makro lainnya.
Komitmen ini mencerminkan upaya Pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara pengembangan investasi dan penyediaan ruang fiskal yang sehat, untuk mendukung pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.
Dengan begitu, bergabungnya Indonesia dalam inisiatif ini sejalan dengan persiapan proses keanggotaan Indonesia ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
“Mobilisasi sumber daya domestik sangat penting bagi suatu negara dan STTR menyediakan jalan bagi negara-negara untuk melindungi basis pajak mereka,” ujar Menkeu.
Ketentuan MLI STTR akan dilakukan secara sistematis dan serentak tanpa melalui negosiasi bilateral. Namun dalam penerapannya, instrumen ini diperkirakan akan berdampak terhadap 29 P3B Indonesia dengan negara mitra, sehingga pemberlakuan MLI STTR masih memerlukan proses ratifikasi oleh Pemerintah.
Optimalisasi Penerimaan Pajak
Mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hadi Purnomo, menyampaikan strategi untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan melalui monitoring self-assessment. Sistem ini berfungsi untuk memastikan bahwa seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak (WP) dilaporkan secara benar, lengkap, dan transparan.
Menurut Hadi, monitoring self-assessment adalah kunci dalam menghadapi tantangan perpajakan, karena meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, yang pada akhirnya memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. Seperti dalam pernyataan di Jakarta, Jumat 20 September 2024.
Sistem ini mengumpulkan data komprehensif yang membentuk Big Data Perpajakan, mencakup penerimaan pajak dari berbagai sumber, baik legal maupun ilegal, serta memetakan penggunaan dana dalam tiga sektor utama: konsumsi, investasi, dan tabungan.
Hadi menekankan bahwa penghindaran pajak dapat diminimalisir melalui integrasi data WP dalam satu sistem berbasis link and match, yang menciptakan peta penerimaan pajak yang akurat dan menyeluruh. Ini memungkinkan pihak berwenang untuk mencegah korupsi dan meningkatkan transparansi, dengan akses ke data keuangan dan non-keuangan yang sebelumnya dianggap rahasia.
Landasan hukum monitoring self-assessment didukung oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017, yang mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, dan pihak lain untuk memberikan data terkait perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini memungkinkan DJP untuk mengakses seluruh data yang relevan untuk keperluan pengawasan pajak.
Hadi juga menyarankan revisi peraturan yang inkonsisten yang selama ini menghambat efektivitas sistem ini. Dengan penerapan monitoring self-assessment yang baik, ia meyakini bahwa penerimaan pajak dapat meningkat bahkan dengan penurunan tarif pajak, karena pelaporan yang lebih akurat dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Penerimaan Pajak Masih Kontraksi
Sebelumnya, Sri Mulyani melaporkan bahwa penerimaan pajak hingga Juli 2024 masih mengalami kontraksi.
Sepanjang Januari hingga Juli, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp1.045,32 triliun, atau 52,56 persen dari target yang ditetapkan.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana penerimaan pajak mencapai Rp1.109,1 triliun, terjadi penurunan sebesar 5,75 persen.
Penurunan ini terutama terjadi pada Pajak Penghasilan (PPh) Non-Migas, yang penerimaannya hingga akhir Juli sebesar Rp593,76 triliun, turun 3,04 persen.
“Penurunan ini mulai melambat, bulan lalu masih berada di angka 7,9 persen. Penurunan negatifnya sudah mulai stabil, tidak sedalam sebelumnya. Kami berharap tren ini akan mulai positif dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Sri Mulyani pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Selain itu, penerimaan dari PPh Migas juga menunjukkan penurunan, turun 13,21 persen menjadi Rp39,32 triliun hingga akhir Juli.
“Penurunan ini disebabkan oleh penurunan lifting minyak. Meskipun harga minyak naik, lifting minyak kita terus menurun dan tidak pernah mencapai target APBN,” jelas Sri Mulyani.
Namun, penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) mencatat pertumbuhan positif, mencapai Rp402,16 triliun, naik 7,34 persen.
“Ini kabar baik. Artinya, ekonomi sedang tumbuh. Aktivitas perdagangan dan manufaktur, meskipun melambat, tetap menunjukkan perbaikan, serta aktivitas ekonomi lainnya juga meningkat,” kata Sri Mulyani.
Penerimaan lainnya yang juga mencatat pertumbuhan positif adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya, dengan total penerimaan hingga akhir Juli sebesar Rp10,07 triliun, meningkat 4,14 persen. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.