Logo
>

Meski Pulih Penerimaan Pajak Dibayangi Perang Tarif China-AS

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Meski Pulih Penerimaan Pajak Dibayangi Perang Tarif China-AS
Ilustrasi pajak. Foto: KabarBursa.com/Abbas

KABARBURSA.COM – Tren pemulihan sektor-sektor industri mulai terasa pada April 2025, yang berpotensi mengangkat penerimaan pajak nasional. Namun, di tengah geliat ini, kewaspadaan terhadap dampak perang tarif antara China dan Amerika Serikat tetap perlu dijaga.

Meski perang dagang China-AS telah menemui kesepahaman, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, menilai ketegangan global masih menjadi variabel yang tidak bisa diabaikan.

Untuk diketahui, perang dagang berkepanjangan antara Amerika Serikat dan China akhirnya menunjukkan tanda-tanda mereda, setelah kedua negara mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif impor secara drastis. 

Dalam perjanjian yang disepakati pada Senin, Mei 2025, tarif impor AS terhadap barang-barang asal China diturunkan dari 145 persen menjadi 30 persen. Sementara itu, China juga memangkas tarif terhadap produk-produk dari AS, dari sebelumnya 125 persen menjadi hanya 10 persen, setidaknya untuk jangka waktu 90 hari ke depan.

“Kewaspadaan tetap harus ada terhadap volatilitas dan dampak dari perang tarif China-AS. Eksportir Indonesia juga terdampak jika pangsa pasar utamanya adalah AS,” kata dia kepada KabarBursa.com di Jakarta, Jumat 16 Mei 2025.

Merujuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 target penerimaan pajak mencapai Rp2.189,3 triliun. Sementara realisasi penerimaan pajak secara neto terkumpul sebesar Rp322,6 triliun hingga Maret 2025. Artinya baru 14,7 persen dari target APBN 2025.

Kendati demikian, ia tetap mengajak untuk optimis terhadap kondisi realisasi penerimaan pajak. Menurutnya, sikap optimisme ini dapat mendorong semangat otoritas pajak untuk mengoptimalkan penerimaan pajak di sisa waktu 7,5 bulan hingga akhir 2025. 

"Jadi, ketika pemerintah optimis ada kinerja positif di penerimaan pajak, semua pihak juga harus tetap optimis," terang dia

Potensi Sektor yang Menopang penerimaan pajak April 2025

ia melihat sejumlah indikator menunjukkan perbaikan yang menjanjikan untuk mendongkrak penerimaan pajak pada Apil 2025 ini. Salah satunya adalah peningkatan PPN impor di sektor kendaraan bermotor, logam dasar, dan industri kimia farmasi. Kenaikan ini, ujarnya, berkorelasi dengan Purchasing Manager Index (PMI) yang menunjukkan ekspansi.

Selain itu, PPh Pasal 25 dari sektor pertambangan juga menunjukkan kinerja positif. Pertumbuhan ini dipicu oleh lonjakan harga emas yang signifikan di pasar global.

“Dengan berkaca dari rilis pemerintah untuk penerimaan pajak di Jan-Mar 2025, ada beberapa sektor yang menunjukkan tren pemulihan atau bahkan ekspansif di April 2025,” ungkap dia

Adapun sektor industri pengolahan juga diproyeksikan memberi kontribusi kuat bagi penerimaan pajak April 2025. Hal ini ditunjukkan oleh PMK yang konsisten di zona ekspansif. “Selain itu, ada sektor jasa keuangan yang menunjukkan kinerja positif di jangka panjangnya,” tambah dia.

Prianto melihat adanya peluang peningkatan penerimaan pada bulan April 2025. Beberapa pembayaran pajak yang sempat tertunda pada kuartal pertama tahun ini, terutama pada Januari, mulai terealisasi. Termasuk di antaranya adalah pembayaran PPh Pasal 29 yang biasanya dilakukan menjelang pelaporan SPT PPh Badan.

“Pasalnya, pembayaran pajak yang tersendat di tiga bulan pertama 2025 (khususnya Januari 2025) sdh mulai meningkat,” kata dia

Faktor lain yang turut menopang adalah kenaikan PPh 21. Hal ini berkaitan dengan pembayaran THR yang dilakukan pada Maret 2025, di mana pajaknya akan tercatat pada April. Selain itu, tingginya konsumsi masyarakat pasca-Lebaran juga menjadi pendorong naiknya penerimaan dari PPN.

“Kondisi demikian berpotensi meningkatkan PPN masa April 2025,” tandas dia.

 Kinerja Sektor Keuangan Dan Perdagangan 

Harapan terhadap perbaikan penerimaan pajak pada 2025 mulai diuji oleh sejumlah indikator yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, perbaikan kinerja sektor keuangan dan perdagangan membawa optimisme, namun di sisi lain, risiko kebijakan global seperti tarif ekspor Amerika Serikat dapat menjadi batu sandungan serius.

Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar mengingatkan potensi shortfall penerimaan pajak tahun ini masih besar. Menurutnya antangan terbesar itu berasal dari luar negeri. 

Ia memperingatkan bahwa jika kebijakan tarif yang dirancang oleh Presiden AS Donald Trump diterapkan, dampaknya akan sangat luas terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.

“Kalau kemudian kebijakan tarif Trump akan menahan pertumbuhan ekonomi maka itu akan menjadi ancaman besar bagi penerimaan pada tahun ini,” ujarnya kepada KabarBursa.com, Jumat 16 Mei 2025.

Apalagi, kinerja penerimaan pada awal tahun memang sempat mengalami tekanan. Tapi Fajry meyakini pola ini bukanlah hal baru. Ia menilai, dinamika penerimaan tahun ini memiliki kemiripan dengan 2024, ketika tren membaik setelah kontraksi tajam di kuartal pertama.

“Sebenarnya kinerja penerimaan pajak akan seperti tahun lalu, terkontraksi cukup besar di awal tahun namun terus membaik dan akhirnya tumbuh positif,” jelasnya. 

Di tengah kekhawatiran tersebut, Fajry justru mempertanyakan akurasi sejumlah data yang sempat beredar dan menjadi perbincangan publik. Ia meragukan validitas data yang disampaikan oleh anggota DPR, Mukhamad Misbakhun, yang mengklaim adanya penurunan penerimaan bruto pada bulan April.

“Data dari Pak Misbakhun memang janggal,” tegas Fajry.

Untuk diketahui, beberapa hari lalu Komisi XI DPR RI membeberkan realisasi penerimaan pajak bruto selama Januari hingga April 2025 tercatat sebesar Rp 627,54 triliun.  

Namun, setelah dikurangi restitusi, pajak neto yang berhasil dikumpulkan hanya mencapai Rp 451,1 triliun—mengalami kontraksi sebesar 27,73 persen secara tahunan (year-on-year) dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang mencapai Rp 624,20 triliun.

Pelemahan ini dipicu oleh lonjakan restitusi yang diberikan pada periode tersebut, yakni sebesar Rp 176,43 triliun, atau meningkat 59,47 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurutnya, jika terjadi penurunan penerimaan secara neto, hal itu bisa dimaklumi karena faktor restitusi. Namun, jika penurunan tersebut terjadi secara bruto, maka justru mengindikasikan ada hal yang tidak lazim.

“(Penurunan) secara bruto pada bulan April menurun itu janggal. Kalau secara neto masih mungkin terjadi karena faktor restitusi,”

Fajry menyatakan penerimaan pajak pada April berpotensi tumbuh dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.  “Kalau dari tren yang ada, dari kinerja awal tahun sampai sekarang, sudah seharusnya kinerja penerimaan pajak bulan April membaik,” tambahnya.

Fajry pun mengungkapkan potensi sektoral yang akan menjadi pendorong pertumbuhan penerimaan pajak April 2025 ini. Ia melihat sektor keuangan masih menjadi kontributor utama terhadap penerimaan negara. 

“Disusul dengan sektor perdagangan,” tuturnya.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.