KABARBURSA.COM - Kemenangan Donald Trump dalam Pemilu 2024 membawa harapan besar bagi produsen minyak Amerika Serikat. Di bawah kepemimpinan Trump, produsen berharap akan ada pelonggaran regulasi yang selama ini dianggap membatasi produksi minyak mentah.
Dengan pelonggaran tersebut, maka proyek pengeboran akan lebih banyak dan pasokan minyak di pasar global meningkat. Namun, apakah ini berarti harga minyak akan terus turun? Situasinya ternyata jauh lebih rumit.
Trump, yang secara resmi diumumkan sebagai pemenang pada hari Rabu, 6 November 2024, telah lama menyuarakan dukungannya untuk meningkatkan produksi minyak domestik. Bahkan sebelum kemenangannya dikonfirmasi, ia berbicara dari markas kampanye Partai Republik di Florida, menyatakan keinginannya untuk menjadikan AS sebagai pemimpin global dalam produksi minyak.
"Kita punya lebih banyak [minyak] dari pada Saudi dan Rusia," ujar Trump dengan percaya diri.
Namun, peningkatan produksi minyak AS ini bisa menyebabkan lonjakan pasokan di pasar, yang pada gilirannya menekan harga minyak.
Saat ini, harga minyak mentah AS, baik West Texas Intermediate (WTI) maupun Brent, berada di kisaran USD70 hingga uSD75 per barel. Harga ini lebih rendah dari yang diharapkan banyak produsen untuk menyeimbangkan biaya produksi mereka.
Menurut Cole Smead, CEO Smead Capital, jika Trump membuka lebih banyak lahan federal untuk pengeboran minyak dan gas, pasokan tambahan bisa membuat harga minyak turun hingga USD52,50 per barel. Level ini tentu saja tidak ideal bagi sebagian besar produsen AS.
Tidak sekadar itu, Smead memperingatkan bahwa bahkan jika lebih banyak proyek pengeboran dilakukan, industri minyak AS akan menghadapi tantangan lain.
"Para investor ekuitas di sektor energi kini lebih memperhatikan arus kas bebas dan tidak akan membiarkan pengeluaran modal melonjak begitu saja," ucap dia.
Ancaman Sanksi dan Potensi Pengurangan Pasokan
Lucunya, di balik optimisme akan peningkatan produksi minyak, ada sisi lain dari kebijakan Trump yang justru bisa mempengaruhi pasar global, yaitu sanksi.
Ya, Trump dengan tegas mengatakan akan memperketat sanksi terhadap Iran dan Venezuela, dua negara produsen minyak besar yang selama ini telah diberi kelonggaran oleh pemerintahan Biden.
Jika sanksi ini diberlakukan, maka pasokan minyak dari kedua negara tersebut bisa berkurang secara signifikan, yang justru bisa mendorong harga minyak di pasar global menjadi naik.
Iran, misalnya, saat ini memproduksi 3,5 juta barel minyak per hari, dengan 1,8 juta barel diekspor. Amrita Sen, pendiri dan direktur riset di Energy Aspects, berpendapat bahwa jika sanksi diperketat kembali, ekspor Iran bisa turun menjadi sekitar 400.000 barel per hari seperti pada masa kepresidenan Trump sebelumnya. Penurunan ini akan menciptakan kekurangan pasokan global, yang berpotensi menaikkan harga minyak.
"Semua hedge fund yang saya ajak bicara berpikir harga minyak akan turun karena Trump cenderung berbicara tentang harga minyak yang rendah. Namun saya justru berpikir sebaliknya, karena ada begitu banyak barel minyak yang terkena sanksi di pasar saat ini," kata Sen.
Dampak pada Produsen dan Ekonomi AS
Produksi minyak AS mencapai rekor tertinggi selama masa kepresidenan Biden, yang secara bertahap mengubah pendekatannya terhadap industri minyak meskipun awalnya berfokus pada agenda lingkungan.
AS saat ini adalah produsen minyak terbesar di dunia, menyumbang 22 persen dari total produksi minyak global dan sebagian besar minyak mentahnya dikonsumsi di dalam negeri.
Namun, di tengah potensi peningkatan produksi, ada kekhawatiran tentang ketidakmampuan produsen minyak untuk mempertahankan profitabilitas pada harga yang lebih rendah.
Produsen dengan biaya produksi yang lebih tinggi mungkin akan berada dalam situasi sulit jika harga minyak turun terlalu rendah.
Sementara itu, CEO TotalEnergies Patrick Pouyanne, mengingatkan bahwa siapa pun yang menjadi presiden harus memastikan bahwa AS tidak akan kehilangan keunggulan kompetitifnya dalam energi.
"Energi AS telah berkembang pesat selama dua hingga tiga tahun terakhir, dengan produksi minyak yang belum pernah setinggi ini. AS memiliki keunggulan kompetitif yang jelas dalam energi dibandingkan banyak negara di dunia," ujar Pouyanne.
Prospek Harga Minyak
Meskipun ada peluang untuk produksi minyak AS yang lebih tinggi, prospek harga minyak tetap tidak pasti. Di satu sisi, lebih banyak produksi bisa menekan harga. Di sisi lain, sanksi terhadap Iran dan Venezuela dapat memperketat pasokan global dan mendorong harga naik.
Di luar itu, kebijakan perdagangan Trump yang cenderung proteksionis juga bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi global, mengurangi permintaan minyak, dan menambah ketidakpastian di pasar.
Bagi produsen minyak AS, masa depan tampaknya menjadi sebuah paradoks. Di satu sisi, ada peluang untuk mengeksplorasi lebih banyak minyak dan meningkatkan produksi. Namun, di sisi lain, mereka harus menghadapi risiko penurunan harga, persaingan global, dan ketidakpastian kebijakan yang dapat mempengaruhi permintaan dan pasokan minyak di pasar dunia.
Tantangan sebenarnya bagi industri ini adalah bagaimana menavigasi situasi yang kompleks ini sambil menjaga profitabilitas dan keberlanjutan di masa depan.(*)