Logo
>

Minyak Mentah Dunia Menggila, WTI-Brent Melonjak

Ditulis oleh Yunila Wati
Minyak Mentah Dunia Menggila, WTI-Brent Melonjak

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah dunia mengalami lonjakan signifikan pada penutupan perdagangan Jumat, 20 September 2024, waktu Indonesia. Peningkatan tajam ini didorong oleh dua faktor utama: kebijakan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang melibatkan Israel dan kelompok militan Hezbollah di Lebanon.

    Mengutip CNBCInternational, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober melonjak USD1,04 atau 1,47 persen, menjadi USD71,95 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November mendaki 1,67 persen, mencapai USD74,88 per barel di London ICE Futures Exchange.

    Efek Langsung pada Pasar Minyak

    Kebijakan terbaru Federal Reserve, yang menurunkan suku bunga sebesar 0,5 persen, menjadi faktor utama di balik lonjakan harga minyak ini. Langkah yang lebih besar dari perkiraan ini memberikan kejutan bagi pasar. The Fed memangkas suku bunga acuan ke kisaran 4,75 persen hingga 5,00 persen sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas ekonomi AS di tengah ketidakpastian global.

    Menurut Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, keputusan Fed untuk memotong suku bunga memaksa beberapa hedge fund keluar dari posisi short mereka di pasar minyak. Situasi ini mendorong permintaan minyak mentah, yang berdampak pada kenaikan harga komoditas tersebut. Penurunan suku bunga juga menambah daya tarik bagi aset komoditas seperti minyak karena lingkungan suku bunga rendah mendorong peningkatan investasi dalam aset riil.

    Ancaman Pasokan Minyak Global

    Selain kebijakan moneter, ketegangan geopolitik di Timur Tengah turut memperburuk situasi dan menjadi pemicu lonjakan harga minyak. Ketegangan antara Israel dan Hezbollah, kelompok militan yang berbasis di Lebanon, semakin meningkat setelah Israel melancarkan serangan udara dan artileri ke sasaran Hezbollah di Lebanon. Serangan ini merupakan balasan terhadap serangkaian ledakan yang terjadi di Lebanon, menewaskan puluhan orang dan menyebabkan ribuan luka-luka.

    Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menyatakan bahwa fokus negaranya kini beralih ke perbatasan utara dengan Lebanon. Israel bahkan mengevakuasi sekitar 60.000 warga dari wilayah tersebut sebagai langkah antisipasi eskalasi konflik lebih lanjut. Ketegangan ini memicu kekhawatiran bahwa pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah akan terganggu, karena wilayah tersebut merupakan pusat utama produksi minyak dunia.

    Lebih lanjut, analis memperingatkan bahwa jika konflik ini meluas dan melibatkan negara-negara lain seperti Iran, yang merupakan anggota OPEC, maka pasokan minyak global bisa terganggu secara signifikan. Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, menyebutkan bahwa Iran dapat terlibat dalam konflik yang lebih luas di Timur Tengah, terutama melalui hubungan strategisnya dengan Hezbollah di Lebanon. Intervensi Iran dalam konflik ini dapat berdampak pada jalur distribusi minyak, memperparah krisis pasokan energi.

    Dorongan Tambahan bagi Kenaikan Harga

    Di luar kebijakan moneter dan geopolitik, faktor lain yang mendukung lonjakan harga minyak adalah laporan penurunan stok minyak mentah di Amerika Serikat. Data terbaru menunjukkan bahwa stok minyak AS turun sebesar 1,6 juta barel dalam seminggu terakhir. Penurunan ini memperkuat sentimen bullish di pasar energi, memberikan dorongan tambahan terhadap harga minyak yang sudah naik karena ketegangan geopolitik dan kebijakan Fed.

    Kombinasi antara kebijakan moneter yang lebih longgar oleh Federal Reserve, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, dan penurunan stok minyak di AS menciptakan lingkungan yang mendukung kenaikan harga minyak global. Dengan situasi global yang semakin tidak menentu, para investor dan pelaku pasar energi akan terus memantau perkembangan ekonomi dan politik yang berpotensi mempengaruhi pasokan serta permintaan minyak ke depannya.

    Phil Flynn menekankan bahwa potensi konflik yang lebih besar di Timur Tengah serta kebijakan moneter AS akan terus menjadi faktor utama dalam menentukan arah harga minyak di masa mendatang. Jika ketegangan di wilayah tersebut tidak mereda, harga minyak bisa melanjutkan tren kenaikan dalam beberapa bulan ke depan.

    Adanya ketidakpastian ini membuat pasar minyak terus bergejolak, dan prospek kenaikan harga hingga tahun 2025 bukanlah hal yang mustahil. Dengan kombinasi risiko geopolitik dan kebijakan ekonomi yang saling berkaitan, harga minyak diprediksi akan tetap sensitif terhadap perubahan kondisi di pasar global.

    Intervensi Iran yang lebih dalam lagi dapat membuat ketegangan politik semakin memanas yang pada akhirnya berdampak pada semakin tajamnya harga minyak mentah dunia.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79