KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2025 terpantau surplus sebesar USD5,49 miliar, meningkat dibandingkan dengan surplus pada Juli 2025 sebesar USD4,17 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso memandang surplus neraca perdagangan ini positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut.
"Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas lain guna meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan," ujar dia dalam keterangannya, Rabu, 1 Oktober 2025.
Surplus neraca perdagangan yang lebih tinggi terutama bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat. Neraca perdagangan nonmigas pada Agustus 2025 mencatat surplus sebesar USD7,15 miliar, seiring dengan ekspor nonmigas yang meningkat menjadi sebesar 23,89 miliar dolar AS.
Ramdan mengatakan kinerja positif ekspor nonmigas tersebut terutama didukung oleh ekspor berbasis sumber daya alam seperti bahan bakar mineral serta lemak dan minyak hewani/nabati maupun ekspor produk manufaktur seperti kendaraan dan bagiannya.
Berdasarkan negara tujuan, lanjut dia, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia.
"Defisit neraca perdagangan migas meningkat menjadi sebesar USD1,66 miliar pada Agustus 2025 sejalan dengan peningkatan impor migas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekspor migas," pungkasnya.
Inflasi September 0,21 Persen,
Sebelumnya diberitakan, BPS juga telah merilis data inflasi terbaru. Pada September 2025, inflasi bulanan tercatat sebesar 0,21 persen (month-to-month/mtm). Secara tahunan, inflasi mencapai 2,65 persen (year-on-year/yoy), sementara inflasi tahun kalender berada di level 1,82 persen.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menjelaskan bahwa kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi bulanan. Kelompok ini mencatat inflasi 0,38 persen, dengan andil 0,11 persen terhadap total inflasi. “Komoditas yang paling dominan adalah cabai merah dan daging ayam ras, masing-masing memberi andil 0,13 persen,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu 1 Oktober 2025.
Selain itu, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya juga ikut memicu inflasi, dengan andil 0,08 persen dan tingkat inflasi 1,24 persen.
Jika dilihat dari komponennya, inflasi inti tercatat 0,18 persen, dengan andil 0,11 persen. Pendorong terbesar berasal dari emas perhiasan serta biaya kuliah dan akademi perguruan tinggi. Sementara itu, harga yang diatur pemerintah naik 0,06 persen dengan andil 0,01 persen.
Sebaliknya, komponen harga bergejolak justru mengalami deflasi 0,52 persen, meski masih memberi andil inflasi sebesar 0,09 persen.
Secara spasial, BPS mencatat 24 provinsi mengalami inflasi, sedangkan 14 provinsi mencatat deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Riau dengan 1,11 persen. Sementara Papua Selatan mencatat deflasi terdalam sebesar 1,06 persen.