KABARBURSA.COM - Riset dari Laboratorium Indonesia Emas 2045 (Lab 45) menyebutkan bahwa selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia menjadi negara dengan total nilai belanja pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) tertinggi di wilayah Asian Tenggaran (ASEAN).
Analis Utama Politik Keamanan Lab 45 Reine Prihandoko menjelaskan bahwa perbandingan belanja alutsista Indonesia cukup baik dan bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia mendominasi dengan porsi 31 persen, diikuti Filipina 21 persen, Singapura 19 persen, Vietnam 16 persen, Malaysia 7 persen, dan Thailand 6 persen.
“Kalau dilihat pengadaan dari sepuluh tahun terakhir ini, memang tidak terlalu jauh, kita juga cukup baik,” kata Reine dalam diskusi, Selasa, 8 Oktober 2024.
Sebagai informasi, dalam catatan Lab 45 jenis alutsista yang dibeli oleh masing-masing negara dalam sepuluh tahun terakhir. Indonesia membeli 60 unit Fighter/FGA, 30 unit Attack/ASW/Multi Role Helicopter, 18 unit UCAV, 12 unit Principal Surface Combatant, dan 5 unit Submarines.
Sementara itu, Singapura membeli 64 unit Fighter/FGA, 12 unit Principal Surface Combatant, dan 2 unit Submarines. Thailand membeli 63 unit Main Battle Tank, 13 unit Attack/ASW/Multi Role Helicopter, 8 unit Fighter/FGA, dan 1 unit Submarine.
Lalu, Malaysia membeli 19 unit Fighter/FGA, 5 unit Attack/ASW/Multi Role Helicopter, dan 3 unit UCAV. Filipina membeli 12 unit Fighter/FGA, 10 unit Attack/ASW/Multi Role Helicopter, dan 3 unit Principal Surface Combatant. Vietnam mencatatkan 64 unit Main Battle Tank.
Reine pun memberikan apresiasi karena pengadaan alutsista Indonesia dilakukan dengan skema pembelian di dalam negeri, berbeda dengan lima negara ASEAN lainnya yang sepenuhnya bergantung pada impor.
“Indonesia cukup sukses bisa merealisasikan pengadaan alutsista melalui skema dalam negeri. Jadi tidak hanya impor seperti yang dilakukan negara-negara ASEAN lainnya. Lima negara yang kami bandingkan, semuanya impor,” ujar Reine.
Meski demikian, Reine tetap memberikan catatan lantaran pengadaan alutsista ini baru sebatas kontrak dan belum terealisasi.
“Ini ada tapinya ya, ternyata banyak yang masih sebatas tanda tangan kontrak saja, belum ada pengiriman yang berkala atau yang sudah selesai,” ungkapnya.
Dari total 125 pengadaan alutsista di Indonesia, hanya 90 unit yang sudah ditandatangani, 10 unit dalam proses pengiriman, dan 25 unit sudah selesai.
“Kita lebih banyak yang masih sebatas tanda tangan , belum ada barangnya,” pungkas Reine.
Anggaran Pertahanan RI 2025
Dalam kesempatan yang sama, analis Guntur Lebang menyebutkan bahwa alokasi anggaran pertahanan selama pemerintahan Jokowi tidak mengalami penambahan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena Anggaran Pendapatan Belanja Negara ((APBN) untuk pertahanan kurang menjadi prioritas, melainkan Jokowi lebih fokus pada sektor ekonomi dan perlindungan sosial.
“Misalnya soal subsidi soal bansos (bantuan sosial). Sudah menjadi rahasia umum, selama memimpin Indonesia, Jokowi lebih memperhatikan isu-isu pembangunan, isu-isu ekonomi, dan sosial,” ujarnya.
Dia pun membandingkan dengan era pemerintahan Susilo Yudhoyono (SBY), yaitu dari tahun 2010-2014, proporsi anggaran pertahanan berada di angka 6,26 persen. Sedangkan pada era Jokowi (2015-2024), porsi anggaran pertahanan hanya naik sedikit menjadi 6,87 persen.
Selain itu, lanjut Guntur, keterbatasan anggaran di sektor pertahanan banyak dihabiskan untuk biaya produksi dibandingkan untuk modernisasi alutsista. Sekitar 54 persen hingga 57 persen dari anggaran digunakan untuk overhead cost, sementara modernisasi alutsista dan perawatannya hanya berkisar 28,9 persen hingga 32,31 persen.
Pandemi COVID-19 juga memaksa Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mengalihkan prioritasnya menjadi perawatan alutsista.
“Jadi 30 persen selama empat tahun terakhir ini sebagian besar pun untuk perawatan, bukan untuk pengadaan alutsista baru. Dengan keterbatasan anggaran ini, kami merasa modernisasi alutsista di era Joko Widodo cukup terhambat,” pungkas Guntur.
Beberapa waktu lalu, Kemenhan menyebutkan pagu anggaran untuk sektor pertahanan pada tahun 2025 naik menjadi Rp165,16 triliun dibandingkan pagu indikatif atau rancangan anggaran 2025 sebelumnya yang sebesar Rp155,98 triliun.
Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra mengatakan angka pagu anggaran untuk sektor pertahanan tahun 2025 itu didapat dari surat bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas tanggal 19 Juli 2024. Anggaran itu terdiri dari anggaran Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, dan tiga matra TNI.
“Dari rencana kebutuhan, kita terdukung sebesar 46,7 persen,” kata Herindra saat rapat bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 3 September 2024.
Dia merinci dari pagu anggaran 2025 sebesar Rp165,16 triliun itu, anggaran untuk Kementerian Pertahanan sebesar Rp53,95 triliun atau terdukung 112,16 persen dari usulan, Mabes TNI sebesar Rp11,17 triliun atau terdukung 26,26 persen dari usulan.
Kemudian TNI AD sebesar Rp57 triliun atau terdukung sebesar 34,98 persen dari usulan, TNI AL sebesar Rp24,75 triliun atau terdukung sebesar 44,67 persen dari usulan, dan TNI AU sebesar Rp18,28 triliun atau terdukung sebesar 41,07 persen dari usulan.
Dia menjelaskan, sebelumnya berdasarkan surat Menteri Pertahanan tanggal 19 Desember tahun 2023 tentang usulan kebutuhan anggaran keamanan dan TNI tahun 2025, angka yang diusulkan sebesar Rp353, 52 triliun. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.